kejahatan kemanusiaan (8)
Dokumen WikiLeaks Perkuat Temuan TPF Munir
Senin, 20 Desember 2010 | 06:10 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan anggota Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir, Usman Hamid, menyatakan dokumen yang dibocorkan WikiLeaks berkaitan dengan pembunuhan aktivis hak asasi Munir Said Thalib memperkuat temuan timnya. "Dokumen WikiLeaks memperkuat apa yang ditemukan dan diyakini oleh TPF saat itu," ujar Usman kepada Tempo kemarin.
Akhir pekan lalu, seperti ditulis kantor berita The Sydney Morning Herald mengutip dari WikiLeaks, terungkap bahwa diplomat Amerika Serikat ragu Indonesia akan mengadili “dalang” di balik salah satu skandal terbesar di Indonesia, peracunan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, itu. Keraguan pejabat kedutaan Amerika di Jakarta itu didasari pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan “keterlibatan tingkat tinggi” dalam pembunuhan itu.
Dalam kawat yang dikirim pada April 2007, berjudul “Possible High Level Involvement”, kepada para pejabat kedutaan Amerika di Jakarta, pejabat kepolisian menyebutkan bahwa Hendropriyono adalah salah satu tersangka utama. Pada saat Munir terbunuh pada Oktober 2004, Hendropriyono adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Indonesia.
Menurut Usman, isi dokumen dalam situs yang didirikan oleh Julian Assange itu persis dengan temuan tim pencari fakta. Tim saat itu memperkirakan bahwa rencana pembunuhan dilakukan pada awal tahun. "Sekitar Januari sampai Maret," ujarnya.
Soal keterlibatan Hendropriyono, Usman menyatakan bahwa tim sempat mencurigai purnawirawan TNI Angkatan Darat itu. "Kami sempat panggil untuk mengklarifikasi apakah ia terlibat atau tidak," ujar Usman, “Namun Hendro terus berkelit untuk menghindari pemeriksaan oleh TPF.”
Sebaliknya, Usman melanjutkan, Hendro justru mengadukan dia ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik. "Sampai saya ditetapkan sebagai tersangka saat itu," ujar Usman mengenang.
Setelah dokumen WikiLeaks beredar, menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya membutuhkan sedikit keberanian politik untuk membongkar misteri pembunuhan Munir. "Hanya butuh sedikit keberanian politik dari Presiden untuk menyeret orang-orang yang diduga terlibat kasus ini," ujar Usman.
Dalam kaitan dengan kasus Munir, Hendropriyono sempat diperiksa, tapi tidak dituntut sebagai terdakwa. Namun, dalam wawancara dengan Tempo, seperti dimuat di www.tempointeraktif.com edisi Selasa (7 Juni 2005), ia membantah tudingan terlibat kasus pembunuhan Munir. "Saya merasa tidak tersangkut. Yang tahu hanya Allah. Tapi silakan diperiksa sesuai dengan hukum jika ini disinyalir sebagai satu kejahatan," katanya.
FEBRIYAN | HAYATI MAULANA | DWI RIYANTO | DWI WIYANA
Wikileaks: Ilmu Hitam, Salah Satu Skenario Pembunuhan Munir
Sabtu, 18 Desember 2010 | 21:24 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Diplomat Amerika Serikat meragukan bahwa Indonesia akan mengadili “dalang” di balik salah satu skandal terbesar di Indonesia, peracunan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib.
Keraguan pejabat kedutaan Amerika di Jakarta itu berdasarkan pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan “keterlibatan tingkat tinggi” dalam pembunuhan itu.
Dalam kawat yang dikirim pada April 2007, berjudul “Possible high level involvement” oleh para pejabat kedutaan Amerika di Jakarta, pejabat kepolisian menyebutkan bahwa Hendropriyono adalah salah satu tersangka utama.
Pada saat pembunuhan Munir, Hendropriyono adalah kepala Badan intelijen Negara (BIN) Indonesia.
Perwira polisi senior itu dilaporkan telah mengatakan bahwa dia berharap otak pembunuhan itu juga akan terungkap.
Tidak hanya itu, laporan dalam kawat pada Juni 2008, disebutkan sejumlah cara yang akan dipakai BIN dalam usaha melenyapkan Munir.
“BIN menguraikan berbagai skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu, peledakan mobil, dan bahkan ilmu hitam,” kata kawat itu, mengutip dari laporan diplomat di Jakarta. Menurut kawat yang sama, “berbagai usaha itu gagal sebelum Munir diracun dalam perjalanan ke Amsterdam pada Oktober 2004.”
Salah satu sosok senior yang didakwa dalam pembunuhan itu adalah Deputi BIN, Muchdi Purwoprandjono.
“Kontak lain juga mengatakan kepada kami bahwa polisi memiliki bukti baru mengenai pertemuan di mana pejabat senior BIN merencanakan untuk membunuh Munir,” kata kawat tersebut.
Pada kawat yang lain dilaporkan bahwa, polisi tersebut mengetahui bahwa ada dua pertemuan yang membicarakan rencana pembunuhan Munir. Namun ternyata waktu dan metode pembunuhan berubah dari rencana yang ia dengar. Rencana aslinya adalah Munir akan dibunuh di kantornya.
Seperti dilaporkan koran Australia Sidney Morning Herald, pada bulan September 2009, kawat ketiga dikirim ke Washington. Kawat itu berisi tentang Muchdi yang digambarkan sebagai orang yang “berbahaya dan pendendam.”
Dalam kasus Munir ini, Muchdi diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan divonis bebas pada 31 Desember 2009. Jaksa mengajukan kasasi atas kasus ini, tapi tak diterima oleh Mahkamah Agung.
SHM | HAYATI MAULANA NUR | MANAN
Senin, 20 Desember 2010 | 06:10 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan anggota Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir, Usman Hamid, menyatakan dokumen yang dibocorkan WikiLeaks berkaitan dengan pembunuhan aktivis hak asasi Munir Said Thalib memperkuat temuan timnya. "Dokumen WikiLeaks memperkuat apa yang ditemukan dan diyakini oleh TPF saat itu," ujar Usman kepada Tempo kemarin.
Akhir pekan lalu, seperti ditulis kantor berita The Sydney Morning Herald mengutip dari WikiLeaks, terungkap bahwa diplomat Amerika Serikat ragu Indonesia akan mengadili “dalang” di balik salah satu skandal terbesar di Indonesia, peracunan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, itu. Keraguan pejabat kedutaan Amerika di Jakarta itu didasari pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan “keterlibatan tingkat tinggi” dalam pembunuhan itu.
Dalam kawat yang dikirim pada April 2007, berjudul “Possible High Level Involvement”, kepada para pejabat kedutaan Amerika di Jakarta, pejabat kepolisian menyebutkan bahwa Hendropriyono adalah salah satu tersangka utama. Pada saat Munir terbunuh pada Oktober 2004, Hendropriyono adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Indonesia.
Menurut Usman, isi dokumen dalam situs yang didirikan oleh Julian Assange itu persis dengan temuan tim pencari fakta. Tim saat itu memperkirakan bahwa rencana pembunuhan dilakukan pada awal tahun. "Sekitar Januari sampai Maret," ujarnya.
Soal keterlibatan Hendropriyono, Usman menyatakan bahwa tim sempat mencurigai purnawirawan TNI Angkatan Darat itu. "Kami sempat panggil untuk mengklarifikasi apakah ia terlibat atau tidak," ujar Usman, “Namun Hendro terus berkelit untuk menghindari pemeriksaan oleh TPF.”
Sebaliknya, Usman melanjutkan, Hendro justru mengadukan dia ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik. "Sampai saya ditetapkan sebagai tersangka saat itu," ujar Usman mengenang.
Setelah dokumen WikiLeaks beredar, menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya membutuhkan sedikit keberanian politik untuk membongkar misteri pembunuhan Munir. "Hanya butuh sedikit keberanian politik dari Presiden untuk menyeret orang-orang yang diduga terlibat kasus ini," ujar Usman.
Dalam kaitan dengan kasus Munir, Hendropriyono sempat diperiksa, tapi tidak dituntut sebagai terdakwa. Namun, dalam wawancara dengan Tempo, seperti dimuat di www.tempointeraktif.com edisi Selasa (7 Juni 2005), ia membantah tudingan terlibat kasus pembunuhan Munir. "Saya merasa tidak tersangkut. Yang tahu hanya Allah. Tapi silakan diperiksa sesuai dengan hukum jika ini disinyalir sebagai satu kejahatan," katanya.
FEBRIYAN | HAYATI MAULANA | DWI RIYANTO | DWI WIYANA
Wikileaks: Ilmu Hitam, Salah Satu Skenario Pembunuhan Munir
Sabtu, 18 Desember 2010 | 21:24 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Diplomat Amerika Serikat meragukan bahwa Indonesia akan mengadili “dalang” di balik salah satu skandal terbesar di Indonesia, peracunan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib.
Keraguan pejabat kedutaan Amerika di Jakarta itu berdasarkan pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan “keterlibatan tingkat tinggi” dalam pembunuhan itu.
Dalam kawat yang dikirim pada April 2007, berjudul “Possible high level involvement” oleh para pejabat kedutaan Amerika di Jakarta, pejabat kepolisian menyebutkan bahwa Hendropriyono adalah salah satu tersangka utama.
Pada saat pembunuhan Munir, Hendropriyono adalah kepala Badan intelijen Negara (BIN) Indonesia.
Perwira polisi senior itu dilaporkan telah mengatakan bahwa dia berharap otak pembunuhan itu juga akan terungkap.
Tidak hanya itu, laporan dalam kawat pada Juni 2008, disebutkan sejumlah cara yang akan dipakai BIN dalam usaha melenyapkan Munir.
“BIN menguraikan berbagai skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu, peledakan mobil, dan bahkan ilmu hitam,” kata kawat itu, mengutip dari laporan diplomat di Jakarta. Menurut kawat yang sama, “berbagai usaha itu gagal sebelum Munir diracun dalam perjalanan ke Amsterdam pada Oktober 2004.”
Salah satu sosok senior yang didakwa dalam pembunuhan itu adalah Deputi BIN, Muchdi Purwoprandjono.
“Kontak lain juga mengatakan kepada kami bahwa polisi memiliki bukti baru mengenai pertemuan di mana pejabat senior BIN merencanakan untuk membunuh Munir,” kata kawat tersebut.
Pada kawat yang lain dilaporkan bahwa, polisi tersebut mengetahui bahwa ada dua pertemuan yang membicarakan rencana pembunuhan Munir. Namun ternyata waktu dan metode pembunuhan berubah dari rencana yang ia dengar. Rencana aslinya adalah Munir akan dibunuh di kantornya.
Seperti dilaporkan koran Australia Sidney Morning Herald, pada bulan September 2009, kawat ketiga dikirim ke Washington. Kawat itu berisi tentang Muchdi yang digambarkan sebagai orang yang “berbahaya dan pendendam.”
Dalam kasus Munir ini, Muchdi diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan divonis bebas pada 31 Desember 2009. Jaksa mengajukan kasasi atas kasus ini, tapi tak diterima oleh Mahkamah Agung.
SHM | HAYATI MAULANA NUR | MANAN
Komentar
Posting Komentar