perceraian marak
Keluarga Sakinah Vs Maraknya Perceraian
Senin, 16 Agustus 2010 | 05:51 WIB
Konon, perceraian bisa menular. Benarkah
Oleh Edy Supriyatna Sjafei
Meningkatnya angka perceraian di tanah air dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang melakukan gugatan justru lebih banyak pihak isteri.
Dewasa ini, posisi suami tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak isteri bisa lebih cepat mengajukan perceraian.
Bercerai, yang dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung.
Belum lagi, tayangan infotainment, ikut memberi peranan mendorong peningkatan angka perceraian di tanah air lantaran pasangan suami-isteri usia muda meniru perilaku selebritis.
Usia perkawinan lima tahun, sebanyak 80 persen bercerai karena pengaruh tayangan tersebut, kata Nasaruddin, usai membuka Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan dan KUA Teladan tingkat Nasional di Jakarta, Sabtu malam.
Infotainment, menurut laman wikipedia, dewasa ini menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan.
Istilah tersebut merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.
Melalui berita -- kawin dan cerai -- dalam infoteinment, Dirjen Bimas Islam itu menyebutkan telah terjadi peningkatan angka perceraian.
Ia mengaku prihatin. Sebab, dalam 10 tahun terakhir ini cenderung meningkat. Jadi, jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) jauh sebelumnya menyebut tayangan tersebut tak bermanfaat, maka pihaknya justru lebih dahulu menilai bahwa infotainment tergolong haram.
Lantas ia menyebutkan, setiap tahun tercatat dua juta pasangan nikah, sementara yang bercerai mencapai 200 ribu per tahun. Angka tersebut diperoleh dari sejumlah peradilan agama di tanah air, katanya.
Risiko meningkatnya angka perceraian beragam di tengah masyarakat. Jika yang bersangkutan menjadi janda muda, akan meningkatkan kerawanan sosial seperti berpotensi mengganggu pria berumah tangga, anak yang ditinggalkan tak terurus dan bisa mendorong banyaknya orang melakukan nikah siri.
Nikah siri, lanjut dia, disebabkan pria berkehidupan mapan tergoda janda muda. Akibat nikah siri pun beragam, anak yang bersangkutan tak tercatat dalam kartu keluarga (KK) karena tak punya akta kelahiran.
Seseorang yang tak tercatat dalam KK berkonsekuensi tak bisa menunaikan haji karena yang bersangkutan tak memiliki identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Untuk naik haji perlu paspor. Untuk mengurus paspor perlu KTP. Jadi, akibat nikah siri pun banyak konsekuensinya di kemudian hari, ujar dia.
Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam, kata dia, sedang berupaya menertibkan persoalan ini. Artinya, semua yang menyangkut perkawinan, perceraian, rujuk, melahirkan dan meninggal harus tercatat. Semata-mata tertib administrasi dan kejelasan identitas bagi semua warga.
"Ini juga berlaku di semua negara Muslim," ia menjelaskan.
Karena itu, perkawinan siri yang menurut ulama adalah sah karena sesuai sar`i atau agama tidak cukup dari sudut pandang tertib administrasi. Pasangan bersangkutan harus didaftar di catatan sipil, ia menjelaskan.
Terkait dengan penyebab perceraian di tanah air dewasa ini, Dirjen Bimas Islam itu mengakui pula bahwa ada beberapa faktor; antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami isteri terlalu jauh, perbedaan agama, karena kekerasan dalam rumah tangga.
Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu dipidana, cacat fisik permanen.
Yang paling banyak perceraian akibat faktor ekonomi dan ketidakcocokan pasangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, ia menjelaskan.
Untuk menekan angka perceraian itu, pihaknya kini sedang melakukan berbagai upaya antara lain reaktualiasi Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4), memperpanjang waktu bimbingan pranikah.
Upaya ini memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Ke depan, Bimas Islam akan menyertakan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kursus pranikah di seluruh tanah air.
"Tujuannya, supaya kegiatan ini tak melulu jadi monopoli kementerian agama saja," ia menambahkan.
Salah seorang ulama dari Kalimantan Barat (Kalbar), KH. Bastaman menyebutkan, sejatinya salah satu tujuan orang berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman.
Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah, merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan shalih, katanya.
Di dalam keluarga tersebut ditemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Namun tak mudah membangun keluarga semacam ini.
Banyak pengorbanan dan proses yang panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat telah menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental secara baik. Tak kalah pula `ketepatan memilih calon pendamping.
Setelah menikah ,suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai pendamping sang pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak pun harus dilibatkan dalam memperjuangkannya.
Anak-anak yang berkualitas hanya akan lahir dari keluarga yang berkualitas pula. Di sini, keluarga sakinah menjadi "sistem" terpenting untuk mewujudkan lahirnya anak-anak berkualitas tersebut.
Di dalamnya terdapat nilai-nilai seperti cinta, kasih sayang, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati, kebersamaan dan komunikasi yang baik.
Keluarga yang dilandasi nilai-nilai tersebut akan menjadi tempat terbaik bagi anak-anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Upaya membangun keluarga sakinah, menurut tokoh masyarakat dari Pontianak, KH. Sabhan Rasyid, minimal harus ditunjang oleh keteladanan, cinta ilmu dan sistem yang Islami. Hanya rumah tangga sakinahlah yang dapat menjadi fondasi tangguh bagi berdirinya masyarakat dan bangsa yang beradab, maju, dan beriman.
Keluarga Sakinah disebut juga rumah tangga teladan yaitu rumah tangga yang didirikan di atas landasan taqwa. Dengan mengikuti al-Qur`an dan Sunnah serta menjadikannya sebagai dasar keputusan bagi suami-istri dalam menghadapi segenap permasalahan.
Ciri-ciri rumah tangga teladan itu lapang dalam segala seginya, baik secara moral maupun material, yaitu jauh dari sikap boros dalam segala kehidupan.
Rumah tangga teladan senantiasa memperhatikan kebersihan ruhani dan jasmani. Rumah tangga teladan berdiri di atas fondasi yang kuat berupa ketenangan, cinta dan kasih sayang, jauh dari kebisingan dan keributan. Rumah tangga teladan senantiasa memberikan tempat tidur bagi anak-anaknya.
Rumah tangga teladan adalah anggota-anggotanya saling bekerja sama dalam mengerjakan setiap pekerjaan. Rumah tangga teladan sangat memperhatikan pendidikan bagi anak-anaknya, baik pendidikan fisik, akal, ruhani dan masalah psikologis.
Ada pun teladan suami dan istri dijelaskan, Nabi Muhammad sebagai suami dengan kewibawaan dan kharismanya tidak menjadi penghalang untuk bergurau dan bercanda.
Nabi sering membantu pekerjaan istrinya dalam pekerjaan rumah tangga, senantiasa setia kepada istrinya, bijaksana sikapnya terhadap istrinya, bersikap adil kepada istrinya dengan senantiasa menampakkan senyum dengan penuh kelembutan.
Sosok suami teladan berkata jujur, pandai bergaul, bersikap santun, memelihara rahasia keluarganya dan selalu gagah dan tampan di depan istrinya.
Istri teladan adalah istri yang senantiasa tampil dengan rapi dan bersih di depan suaminya dan menjaga kebersihan. Istri teladan adalah wanita yang taat kepada Allah dan menunaikan hak-hak suami. Memelihara harta, mendidik anak-anak dan memelihara rahasia keluarga. Istri teladan senantiasa rela menerima pemberian suami, baik sedikit maupun banyak.
Istri teladan pandai mengatur urusan rumah tangga dan membelanjakan harta dengan sebaik-baiknya. Istri yang berakhlak baik, istri yang pandai bergaul dengan pihak keluarga suami, istri yang selalu menghormati perasaan suaminya, istri yang selalu mensyukuri kebaikan suaminya.
Sementara itu mantan model senior Indonesia Ratih Sanggarwati mengatakan, mewujudkan keluarga sakinah tak selalu harus menggunakan pendekatan persamaan derajat antara pria-wanita seperti hitungan matematika, tetapi bagaimana menyikapi persoalan dengan ikhlas.
"Karena persamaan hak antara wanita dan pria dalam rumah tangga bukan seperti matematika," kata Ratih dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Juri Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2010 di Jakarta.
Menurut Ratih, peranan isteri dalam kehidupan rumah tangga -- dalam kaitan mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan warohmah -- tak bisa dipersepsikan harus selalu sejajar dengan suami. Terlebih menuntut persamaan hak sebagaimana dalam kehidupan berdemokrasi.
Ratih mengatakan, ada saat-saat tertentu dimana para isteri mengambil peran tanpa harus meminta pertimbangan suami, misalnya, isteri sebagai wanita karir yang ingin memberikan rasa nyaman dalam kehidupan rumah tangga bisa saja menyisihkan uang untuk membeli sesuatu tanpa minta pertimbangan suami.
"Yang penting, ada rasa nyaman. Dijalankan penuh ikhlas," ia menjelaskan.
Dalam mewujudkan keluarga sakinah, ujarnya, kecukupan materi bukan ukuran. Bisa saja seseorang sukses dalam karir namun gagal dalam membina rumah tangga.
Sukses dalam karir dan rumah tangga menjadi salah satu indikator terbentuknya keluarga sakinah, katanya.
Ketua Dewan Juri Prof. H.A. Mubarok mengatakan, keluarga sakinah ikut menentukan terwujudnya masyarakat yang harmonis. Namun untuk mewujudkan masyarakat harmonis bukan satu-satunya ditentukan oleh keluarga-keluarga sakinah, tetapi juga ikut ditentukan oleh sistem budaya, nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat.
"Tradisi yang berkembang di masyarakat ikut menentukan kehidupan masyarakat yang harmonis," kata Mubarok.
Membentuk keluarga sakinah, menurut Ketua Panitia Penyelenggara Pemilihan Keluarga Sakinah Dr. H. Rohadi Abdul Fatah, dewasa ini terasa makin berat.
Pasalnya, tayangan melalui media massa ikut pula berpengaruh pembentukan perilaku seseorang. Terlebih tayangan itu dapat disaksikan setiap hari. Untuk itulah penyuguhan tayangan melalui media massa perlu diisi dengan edukasi sesuai kebutuhan masyarakat bersangkutan.
Perhelatan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2010 berlangsung 13-19 Agustus diikuti pasangan suami-isteri dari seluruh Indonesia.
Perhelatan akbar itu dianggap penting karena Indonesia saat ini butuh figur teladan di tengah kehidupan yang makin berat dan kompleks.
Ancaman terhadap keutuhan rumah tangga akibat penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan dalam rumah tangga termasuk masalah klasik seperti ekonomi, pendidikan anak maupun orang ketiga dalam perkawinan, termasuk pengaruh buruk dari tayangan melalui media massa.
Acara ini akan dibuka Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA, sedangkan penganugerahan pemenang pemilihan sekaligus penutupan pada 17 Agustus 2010 dijadwalkan dilakukan Menteri Agama Suryaddharma Ali.
Sebanyak 33 peserta dari seluruh Indonesia, dengan rata-rata usia perkawinannya sudah 30-50 tahun berharap bisa menyandang predikat sebagai yang terbaik bagi daerahnya masing-masing.
Editor: Jodhi Yudono | Sumber : ANT
Senin, 16 Agustus 2010 | 05:51 WIB
Konon, perceraian bisa menular. Benarkah
Oleh Edy Supriyatna Sjafei
Meningkatnya angka perceraian di tanah air dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang melakukan gugatan justru lebih banyak pihak isteri.
Dewasa ini, posisi suami tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak isteri bisa lebih cepat mengajukan perceraian.
Bercerai, yang dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung.
Belum lagi, tayangan infotainment, ikut memberi peranan mendorong peningkatan angka perceraian di tanah air lantaran pasangan suami-isteri usia muda meniru perilaku selebritis.
Usia perkawinan lima tahun, sebanyak 80 persen bercerai karena pengaruh tayangan tersebut, kata Nasaruddin, usai membuka Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan dan KUA Teladan tingkat Nasional di Jakarta, Sabtu malam.
Infotainment, menurut laman wikipedia, dewasa ini menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan.
Istilah tersebut merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.
Melalui berita -- kawin dan cerai -- dalam infoteinment, Dirjen Bimas Islam itu menyebutkan telah terjadi peningkatan angka perceraian.
Ia mengaku prihatin. Sebab, dalam 10 tahun terakhir ini cenderung meningkat. Jadi, jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) jauh sebelumnya menyebut tayangan tersebut tak bermanfaat, maka pihaknya justru lebih dahulu menilai bahwa infotainment tergolong haram.
Lantas ia menyebutkan, setiap tahun tercatat dua juta pasangan nikah, sementara yang bercerai mencapai 200 ribu per tahun. Angka tersebut diperoleh dari sejumlah peradilan agama di tanah air, katanya.
Risiko meningkatnya angka perceraian beragam di tengah masyarakat. Jika yang bersangkutan menjadi janda muda, akan meningkatkan kerawanan sosial seperti berpotensi mengganggu pria berumah tangga, anak yang ditinggalkan tak terurus dan bisa mendorong banyaknya orang melakukan nikah siri.
Nikah siri, lanjut dia, disebabkan pria berkehidupan mapan tergoda janda muda. Akibat nikah siri pun beragam, anak yang bersangkutan tak tercatat dalam kartu keluarga (KK) karena tak punya akta kelahiran.
Seseorang yang tak tercatat dalam KK berkonsekuensi tak bisa menunaikan haji karena yang bersangkutan tak memiliki identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Untuk naik haji perlu paspor. Untuk mengurus paspor perlu KTP. Jadi, akibat nikah siri pun banyak konsekuensinya di kemudian hari, ujar dia.
Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam, kata dia, sedang berupaya menertibkan persoalan ini. Artinya, semua yang menyangkut perkawinan, perceraian, rujuk, melahirkan dan meninggal harus tercatat. Semata-mata tertib administrasi dan kejelasan identitas bagi semua warga.
"Ini juga berlaku di semua negara Muslim," ia menjelaskan.
Karena itu, perkawinan siri yang menurut ulama adalah sah karena sesuai sar`i atau agama tidak cukup dari sudut pandang tertib administrasi. Pasangan bersangkutan harus didaftar di catatan sipil, ia menjelaskan.
Terkait dengan penyebab perceraian di tanah air dewasa ini, Dirjen Bimas Islam itu mengakui pula bahwa ada beberapa faktor; antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami isteri terlalu jauh, perbedaan agama, karena kekerasan dalam rumah tangga.
Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu dipidana, cacat fisik permanen.
Yang paling banyak perceraian akibat faktor ekonomi dan ketidakcocokan pasangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, ia menjelaskan.
Untuk menekan angka perceraian itu, pihaknya kini sedang melakukan berbagai upaya antara lain reaktualiasi Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4), memperpanjang waktu bimbingan pranikah.
Upaya ini memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Ke depan, Bimas Islam akan menyertakan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kursus pranikah di seluruh tanah air.
"Tujuannya, supaya kegiatan ini tak melulu jadi monopoli kementerian agama saja," ia menambahkan.
Salah seorang ulama dari Kalimantan Barat (Kalbar), KH. Bastaman menyebutkan, sejatinya salah satu tujuan orang berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman.
Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah, merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan shalih, katanya.
Di dalam keluarga tersebut ditemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Namun tak mudah membangun keluarga semacam ini.
Banyak pengorbanan dan proses yang panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat telah menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental secara baik. Tak kalah pula `ketepatan memilih calon pendamping.
Setelah menikah ,suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai pendamping sang pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak pun harus dilibatkan dalam memperjuangkannya.
Anak-anak yang berkualitas hanya akan lahir dari keluarga yang berkualitas pula. Di sini, keluarga sakinah menjadi "sistem" terpenting untuk mewujudkan lahirnya anak-anak berkualitas tersebut.
Di dalamnya terdapat nilai-nilai seperti cinta, kasih sayang, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati, kebersamaan dan komunikasi yang baik.
Keluarga yang dilandasi nilai-nilai tersebut akan menjadi tempat terbaik bagi anak-anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Upaya membangun keluarga sakinah, menurut tokoh masyarakat dari Pontianak, KH. Sabhan Rasyid, minimal harus ditunjang oleh keteladanan, cinta ilmu dan sistem yang Islami. Hanya rumah tangga sakinahlah yang dapat menjadi fondasi tangguh bagi berdirinya masyarakat dan bangsa yang beradab, maju, dan beriman.
Keluarga Sakinah disebut juga rumah tangga teladan yaitu rumah tangga yang didirikan di atas landasan taqwa. Dengan mengikuti al-Qur`an dan Sunnah serta menjadikannya sebagai dasar keputusan bagi suami-istri dalam menghadapi segenap permasalahan.
Ciri-ciri rumah tangga teladan itu lapang dalam segala seginya, baik secara moral maupun material, yaitu jauh dari sikap boros dalam segala kehidupan.
Rumah tangga teladan senantiasa memperhatikan kebersihan ruhani dan jasmani. Rumah tangga teladan berdiri di atas fondasi yang kuat berupa ketenangan, cinta dan kasih sayang, jauh dari kebisingan dan keributan. Rumah tangga teladan senantiasa memberikan tempat tidur bagi anak-anaknya.
Rumah tangga teladan adalah anggota-anggotanya saling bekerja sama dalam mengerjakan setiap pekerjaan. Rumah tangga teladan sangat memperhatikan pendidikan bagi anak-anaknya, baik pendidikan fisik, akal, ruhani dan masalah psikologis.
Ada pun teladan suami dan istri dijelaskan, Nabi Muhammad sebagai suami dengan kewibawaan dan kharismanya tidak menjadi penghalang untuk bergurau dan bercanda.
Nabi sering membantu pekerjaan istrinya dalam pekerjaan rumah tangga, senantiasa setia kepada istrinya, bijaksana sikapnya terhadap istrinya, bersikap adil kepada istrinya dengan senantiasa menampakkan senyum dengan penuh kelembutan.
Sosok suami teladan berkata jujur, pandai bergaul, bersikap santun, memelihara rahasia keluarganya dan selalu gagah dan tampan di depan istrinya.
Istri teladan adalah istri yang senantiasa tampil dengan rapi dan bersih di depan suaminya dan menjaga kebersihan. Istri teladan adalah wanita yang taat kepada Allah dan menunaikan hak-hak suami. Memelihara harta, mendidik anak-anak dan memelihara rahasia keluarga. Istri teladan senantiasa rela menerima pemberian suami, baik sedikit maupun banyak.
Istri teladan pandai mengatur urusan rumah tangga dan membelanjakan harta dengan sebaik-baiknya. Istri yang berakhlak baik, istri yang pandai bergaul dengan pihak keluarga suami, istri yang selalu menghormati perasaan suaminya, istri yang selalu mensyukuri kebaikan suaminya.
Sementara itu mantan model senior Indonesia Ratih Sanggarwati mengatakan, mewujudkan keluarga sakinah tak selalu harus menggunakan pendekatan persamaan derajat antara pria-wanita seperti hitungan matematika, tetapi bagaimana menyikapi persoalan dengan ikhlas.
"Karena persamaan hak antara wanita dan pria dalam rumah tangga bukan seperti matematika," kata Ratih dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Juri Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2010 di Jakarta.
Menurut Ratih, peranan isteri dalam kehidupan rumah tangga -- dalam kaitan mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan warohmah -- tak bisa dipersepsikan harus selalu sejajar dengan suami. Terlebih menuntut persamaan hak sebagaimana dalam kehidupan berdemokrasi.
Ratih mengatakan, ada saat-saat tertentu dimana para isteri mengambil peran tanpa harus meminta pertimbangan suami, misalnya, isteri sebagai wanita karir yang ingin memberikan rasa nyaman dalam kehidupan rumah tangga bisa saja menyisihkan uang untuk membeli sesuatu tanpa minta pertimbangan suami.
"Yang penting, ada rasa nyaman. Dijalankan penuh ikhlas," ia menjelaskan.
Dalam mewujudkan keluarga sakinah, ujarnya, kecukupan materi bukan ukuran. Bisa saja seseorang sukses dalam karir namun gagal dalam membina rumah tangga.
Sukses dalam karir dan rumah tangga menjadi salah satu indikator terbentuknya keluarga sakinah, katanya.
Ketua Dewan Juri Prof. H.A. Mubarok mengatakan, keluarga sakinah ikut menentukan terwujudnya masyarakat yang harmonis. Namun untuk mewujudkan masyarakat harmonis bukan satu-satunya ditentukan oleh keluarga-keluarga sakinah, tetapi juga ikut ditentukan oleh sistem budaya, nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat.
"Tradisi yang berkembang di masyarakat ikut menentukan kehidupan masyarakat yang harmonis," kata Mubarok.
Membentuk keluarga sakinah, menurut Ketua Panitia Penyelenggara Pemilihan Keluarga Sakinah Dr. H. Rohadi Abdul Fatah, dewasa ini terasa makin berat.
Pasalnya, tayangan melalui media massa ikut pula berpengaruh pembentukan perilaku seseorang. Terlebih tayangan itu dapat disaksikan setiap hari. Untuk itulah penyuguhan tayangan melalui media massa perlu diisi dengan edukasi sesuai kebutuhan masyarakat bersangkutan.
Perhelatan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Nasional 2010 berlangsung 13-19 Agustus diikuti pasangan suami-isteri dari seluruh Indonesia.
Perhelatan akbar itu dianggap penting karena Indonesia saat ini butuh figur teladan di tengah kehidupan yang makin berat dan kompleks.
Ancaman terhadap keutuhan rumah tangga akibat penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan dalam rumah tangga termasuk masalah klasik seperti ekonomi, pendidikan anak maupun orang ketiga dalam perkawinan, termasuk pengaruh buruk dari tayangan melalui media massa.
Acara ini akan dibuka Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA, sedangkan penganugerahan pemenang pemilihan sekaligus penutupan pada 17 Agustus 2010 dijadwalkan dilakukan Menteri Agama Suryaddharma Ali.
Sebanyak 33 peserta dari seluruh Indonesia, dengan rata-rata usia perkawinannya sudah 30-50 tahun berharap bisa menyandang predikat sebagai yang terbaik bagi daerahnya masing-masing.
Editor: Jodhi Yudono | Sumber : ANT
Komentar
Posting Komentar