ditangkap LAGI (2)

Ba'asyir Mengaku Danai Latihan Militer
Jum'at, 13 Agustus 2010 | 08:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ahmad Michdan, pengacara Abu Bakar Ba'asyir dari Tim Pembela Muslim, membenarkan bahwa Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) memang ikut membiayai latihan militer di Aceh. Namun latihan militer itu tak berkaitan dengan aksi terorisme.

Menurut Michdan, latihan militer di Aceh merupakan persiapan perlawanan jika ada kejahatan yang menimpa umat Islam, seperti yang terjadi di Palestina.

"Kalau dikaitkan dengan latihan militer di Aceh, tidak dimungkiri, itu ada," kata Michdan saat dihubungi tadi malam. "Tapi itu belum tentu terkait dengan terorisme."

Yang terlibat dalam latihan militer di Aceh bukan hanya anggota JAT, organisasi baru yang dibentuk dan dipimpin Ba'asyir. Organisasi Islam lain pun, menurut Michdan, banyak yang mengirim laskar mereka ke sana.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, kemarin mengatakan polisi memiliki bukti kuat untuk menahan dan menyeret Ba'asyir ke pengadilan.

Polisi antara lain mengantongi bukti aliran dana, pertemuan anggota jaringan teroris, serta rencana penyerangan oleh kelompok teroris. "Kami tahu mereka rapat di mana dan kapan," ujar Edward. "Sudah lama kami pantau."

Polisi juga menuding Ba'asyir kerap pergi ke Aceh untuk merencanakan pelatihan para teroris. "Sejak pengeboman di JW Marriott dan Ritz-Carlton, Ba'asyir diduga terlibat," kata Edward, Rabu lalu.

Sebelumnya, Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Marwoto Soeto mengatakan Ba'asyir berperan dalam penggalangan dana melalui JAT. Sebagian dana itu dipakai untuk membiayai kegiatan jaringan teroris di Aceh.

Menurut Marwoto, Ba'asyir biasa minta laporan penggunaan dana. Salah satu laporan itu adalah rekaman video latihan militer yang, menurut polisi, pernah ditonton Ba'asyir.

Michdan membantah semua tuduhan polisi. Video latihan militer, misalnya, menurut Michdan, tidak mungkin dijadikan bukti penggunaan dana. "Kalau itu dianggap laporan untuk Ustad, kenapa diekspos ke umum. Itu ada di YouTube," ujar Michdan.

Mutia Resty | Cornila Desyana | Mustafa Silalahi | Jajang


Polisi: Ba'asyir Bos Al-Qaeda Asia Tenggara
Tanzim Al Qaeda Asia Tenggara merupakan gabungan aktivis dari berbagai organisasi
SELASA, 10 AGUSTUS 2010, 20:04 WIB Arfi Bambani Amri, Eko Huda S

Abu Bakar Ba'asyir Dibawa ke Mabes Polri (AP Photo/Irwin Ferdiansyah)
BERITA TERKAIT
Kapolri: Mana Ada Rekayasa Kasus Teroris
Menkopolhukam Pastikan 17 Agustus 2010 Aman
Menko: Interpol Buru Warga Prancis
Warga Perancis Pemilik 'Bom' Galant Dicekal
Habib Rizieq: Tangkap Ba'asyir, SBY Lebay
VIVAnews - Polisi melansir penangkapan Abu Bakar Ba'asyir bukan sekadar sebagai tersangka perencana pelatihan militer di Aceh. Ba'asyir, kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang, adalah pimpinan Al Qaeda Asia Tenggara.

"Pengungkapan peristiwa Aceh di sana ditemukan adanya gabungan kelompok-kelompok dari Kompak, Jamaah Islamiah, Negara Islam Indonesia, dan Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT) yang membentuk Tanzim Al Qaeda dan mengangkat Ustad Abu Bakar sebagai amir," kata Edward di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 10 Agustus 2010.

Menurut Edward, keberadaan Ba'asyir dalam Tanzim Al Qaeda Asia Tenggara itu sebagai perwakilan dari JAT. Meski melihat kemungkinan keterlibatan JAT, Polri belum menyatakan secara resmi keterlibatan JAT secara organisasi dalam jaringan Al Qaeda itu. "(Ba'asyir) Berperan di JAT-nya, keterlibatan sementara baru oknum-oknum, unsur-unsur itu ada dan mereka menggabungkan diri," kata dia.

Abu Bakar Ba'asyir juga adalah pemimpin tertinggi pelatihan militer jaringan teroris di Aceh. Ba'asyir diduga selalu menerima laporan kegiatan pelatihan militer di Aceh.

"Sebagai amir, penanggungjawab lapangan Dulmatin dan Mustafa sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang)," Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Pol Marwoto Soeto.

Ba'asyir, kata dia, selalu menerima laporan langsung dari Dulmatin dan Abdullah Sonata sebagai selalu penanggung jawab lapangan pelatihan militer di Aceh. Menurut dia, Ba'asyir meminta laporan pertanggungjawaban kegiatan pelatihan di Aceh karena dirinya sebagai salah satu penyandang dana. "Makanya dia minta pertanggungjawaban dana-dana yang dikeluarkan kepada si ini si itu," kata dia.

Marwoto menambahkan, Ba'asyir merupakan aktor intelektual jaringan yang melibatkan Dulmatin dan Abdullah Sonata tersebut. Dia merekrut orang-orang melalui pengajian-pengajian yang dipimpinnya. "Sementara aktor intelektualnya Si Abu, tapi kan di bawahnya kan ada (jaringan)," kata dia.

"Nah kayak begini kan orang nggak tahu, karena mereka awalnya ikut pengajian. Jadi sistem sel, kalau ditangkap jangan melibatkan yang lain. Kalau ditangkap di paling ujung ya selesai."

Menurut Marwoto, pelatihan militer di Aceh yang dibuat oleh Al-Qaida Asia Tenggara ini akan dibuat seperti kamp latihan di Mindanao, Filipina. "Ini kaitannya dengan Mindanao dan sebagainya, mungkin juga merekrut orang-orang yang itu juga," kata dia.

"Mudah-mudahan tidak terjadi di sini, tapi kemungkinan akan mengarah ke sana, meng-Islamkan seluruh negara ini."

Sebagaimana diketahui, pada awal 2010 lalu, Densus 88 Anti Teror membongkar pelatihan militer di pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar. Sejumlah pentolan jaringan teroris seperti Dulmatin dan Abdullah Sonata terlibat dalam kasus tersebut.

Jaringan itu terbongkar setelah Polri melakukan penyidikan terhadap para tersangka kasus pemboman Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton Juli 2009. "Dari pengungkapan yang dilakukan diketahui bahwa kelompok teroris ini sudah mempersiapkan rangkaian langkah-langkah aksi teroris dan bahkan membentuk pusat pelatihan di Aceh," kata dia. (sj)
• VIVAnews
Mengapa Ba'asyir Kembali Ditangkap?
Polisi menangkap Abu Bakar Ba'asyir. Ada serangkaian bukti dia terlibat aksi terorisme.
SENIN, 9 AGUSTUS 2010, 20:40 WIB Elin Yunita Kristanti

Abu Bakar Ba'asyir Dibawa ke Mabes Polri (AP Photo/Irwin Ferdiansyah)
BERITA TERKAIT
Anak Ba'asyir Dilarang Temui Ayahnya
Ba'asyir Tolak Teken Berita Acara Penangkapan
Jebolan Ngruki, dari Preman sampai Bos Minyak
Kapolres: Bekuk Ba'asyir Tak Sampai 5 Menit
Ngaku Teroris, Kasrudi Minta Ditangkap
VIVAnews-ABU Bakar Ba'asyir, mantan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, dan kini tokoh Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT), kembali ditangkap satuan Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri. Ba'asyir dicokok di kawasan Ciamis, Jawa Barat, Senin 9 Agustus 2010.

Polisi menyergap iringan mobil Ba'asyir saat melintas di daerah Banjar, Patroman, Ciamis. Rombongan Ba'asyir terdiri dua mobil sedang menuju ke Jawa Tengah. Ba'asyir dan istrinya, Aisyah Baraja, naik Toyota Kijang. Di belakangnya, ada mobil anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).

Sekitar pukul 08.15 WIB, puluhan aparat Densus 88 Antiteror Polri, tim Gegana, dan aparat Polres Banjar mencegat rombongan itu. Sempat terjadi perlawanan, yang mengakibatkan kaca mobil Ba'asyir pecah dihantam aparat. Penangkapan Ba'asyir relatif cepat. "Tidak sampai lima menit," kata Kapolres Banjar, Ajun Komisaris Besar Teddy Hermansyah.

Mengapa Ba'asyir, tokoh Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo, yang sebelumnya di penjara dengan dakwaan aksi teror itu, kini kembali ditangkap?
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengungkapkan, polisi punya serangkaian bukti kuat keterkaitan Ba'asyir dalam aksi teror belakangan ini. Benang keterkaitan itu dimulai dari Aceh, lalu Pejaten, dan Jawa Barat.

Serangkaian tuduhan

Di Aceh, Ba'asyir diduga berperan penting terbentuknya kamp pelatihan teroris di Jalin, Jantho, Aceh Besar. Dia merestui, mendanai dan mengangkat sejumlah orang yang menjadi pengikutnya. "Terutama dalam pembentukan basis perjuangan militer," kata Edward di Markas Besar Kepolisian, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Senin 9 Agustus 2010.

Diduga atas petunjuk Ba'asyir lah, Ustad Mustakim dan Mustofa alias Abu Thalib ditetapkan menjadi pengelola lokasi kamp pelatihan aksi teror itu. "Dia juga diduga menunjuk Dulmatin sebagai penanggung jawab kegiatan tersebut di lapangan."

Tak hanya di Aceh. Polri juga menduga, Ba'asyir ada di belakang aksi teror kawanan Abdullah Sunata, yang diduga akan menyerang peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2010, dengan sasaran Presiden dan sejumlah pejabat negara. Tuduhan lain adalah kelompok itu akan mendeklarasikan negara syariah Islam, Tandzim Al-Qaidah Serambi Mekah.

Lebih lanjut, polisi menuduh Ba'asyir merestui dan menunjuk Abdullah Sunata memimpin aksi-aksi teror di Indonesia, termasuk penyerangan pos polisi di Jawa Tengah oleh Yuli Karsono. "Dia (Sunata) berada di bawah ABB [Abu Bakar Ba'asyir]," kata Edward.

Yang terbaru, dugaan keterlibatan Ba'asyir menguat setelah penangkapan lima tersangka teroris di Cibiru, Cileunyi, Padalarang, dan Subang, Sabtu 7 Agustus 2010.

Gofur, salah satu terduga teroris dibekuk di daerah Subang, ditangkap beserta barang bukti sejumlah amunisi dan bahan peledak.
Juga disita mobil Mitsubishi Galant bernomor polisi B 1600 KE yang siap digunakan untuk bom mobil. Mobil itu adalah milik warga Prancis yang saat ini buron.

Polri juga menemukan bom berdaya ledak tinggi yang dibawa oleh terduga teroris Kurnia Widodo alias Ujang, Sarjana lulusan Teknik Kimia tahun 2000 yang dibekuk di Padalarang, Bandung.

Bom itu terpaksa diledakkan, dan ternyata punya daya ledak tinggi. "Dari laporan didapat, ledakan itu mengakibatkan tembok rumah dua lantai yang disiapkan itu terpisah, bergeser, dan roboh," ujar Edward.

Kelompok ini juga diketahui membangun atau membuat laboratorium bom di Cikuda, Kecamatan Cibiru, Bandung. "Dan bahkan melakukan dua kali uji coba ledakan di pegunungan di Jawa Barat. Di Sumedang," tambah Edward.

SBY sebagai sasaran

Selain bahan peledak di Jawa Barat, polisi juga menemukan sketsa sasaran teror, antara lain Markas Brimob Polda Bandung di Cibiru, beberapa hotel bertaraf internasional, Markas Besar Kepolisian, dan lebih dari dua Kedutaan Besar asing. Termasuk ancaman kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Terkait presiden, belum menemukan data pendukung. Tapi kami tahu dari awal [presiden] sudah jadi target mereka. Itu diketahui dari dokumen mereka," tambah Edward.

Markas Besar Kepolisian membenarkan penangkapan teroris di Jawa Barat rencana terkait kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Ciwidey, Jawa Barat, 7 Agustus 2010.

Ketika aksi teror tercium sebelumnya, pengamanan super ketat diberlakukan, dikoordinasikan dengan pasukan pengawal presiden.
Presiden SBY juga pernah mengungkap ancaman itu, saat dia berkunjung ke Sekolah Calon Tamtama Rindam III Siliwangi, Jawa Barat, Sabtu 7 Agustus 2010.

Pada Jumat malam, Yudhoyono mengaku mendapat laporan dari tim pengamanan. Laporan itu sama sekali tak menyenangkan. "Saya mendapat laporan dari jajaran pengamanan, ada anak bangsa yang punya niat tidak baik di sekitar Ciwedey," ujar Presiden Yudhoyono.

Ba'asyir: "Ini rekayasa Amerika"

Penangkapan ini bukanlah yang pertama bagi Ba'asyir. Pada 1982, dia ditangkap bersama Abdullah Sungkar atas tuduhan menolak asas tunggal Pancasila. Keduanya divonis 9 tahun penjara. Dua tahun kemudian, saat kasusnya sampai ke tahap kasasi, Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia.

Pada 2002, Ba'asyir dieksekusi atas kasus 'kadaluarsa', yang terjadi pada 1982, sebelum akhirnya Mahkamah Agung (MA) memutuskan tak jadi menghukumnya. Tiga tahun kemudian, 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002. Tetapi dia tidak bersalah atas tuduhan terkait bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.

Salah satu pengacara Abu Bakar Ba'asyir, M Assegaf, mengatakan sekian lama kliennya memang selalu target. "Dari dulu selalu jadi target mulai dari bom Bali, sampai bom di Jakarta," kata Assegaf dalam perbincangan dengan VIVAnews, Senin 9 Agustus 2010.

Namun, kata dia, dua kali sidang itu tidak pernah Ba'asyir terbukti terlibat dalam aksi terorisme. Tentang penangkapan ini, Ba'asyir kembali mengulang bahwa dia kerap dijadikan target. "Ini rekayasa Amerika," katanya saat tiba di Mabes Polri, Jakarta, Senin 9 Agustus 2010.

Tiba di Mabes Polri, Ba'asyir tampak mengenakan baju koko warna putih, dan mengenakan peci putih. Lelaki gaek itu dikawal pasukan Densus 88 bersenjata lengkap, dan anggota polisi berseragam preman.

Pengalihan isu?

Sejumlah pendukung Ba'asyir meragukan tudingan polisi. Direktur Pesantren Al Mukmin Ngruki, Wahyudin mengatakan, pihaknya tak yakin Ba'asyir terlibat terorisme. "Penangkapan ini sebagai pengalihan isu carut marutnya masalah kepolisian," kata Wahyudin.

Pada pernyataan resmi Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT). Organisasi pimpinan Abu Bakar Ba'asyir itu menilai penangkapan Ba'asyir sebagai pengalihan isu.

Seperti diketahui, Mabes Polri tengah diterpa isu tak sedap soal kepemilikan rekening gendut, dengan jumlah mencurigakan, milik sejumlah mantan dan pejabat tinggi Polri. JAT juga menuding penangkapan dilakukan demi prestasi Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, yang sebentar lagi masuk masa pensiun.

Mabes Polri membantah semua tudingan pendukung Ba'asyir itu. "Tidak ada tendensi apa-apa. Apakah politik, atau hal-hal lain. Murni profesional masalah hukum," tegas Kabareskrim, Komisaris Jenderal Ito Sumardi.

Juru bicara Mabes Polri Irjen Edward Aritonong menegaskan hal serupa. "Tidak ada pengalihan isu apapun. Ini murni rangkaian penyelidikan yang sudah lama," demikian tegas Edward menjawab pertanyaan wartawan, Senin 9 Agustus 2010.

Yang jelas, penangkapan Ba'asyir ada dampaknya. Analis senior dari International Crisis Group (ICG), Sidney Jones, mengatakan penangkapan Ba'asyir akan menyebabkan pergerakan JAT kian lemah.

Peran Abu Bakar Ba'asyir dalam jaringan teroris di Aceh menurut Sidney sangat kuat. Sebagai Amir Jamaah Ansharut Tauhid, dia punya peran merestui, mendanai, dan mengangkat orang-orang yang menjadi pengikutnya.

"Perannya lebih dari urusan spiritual. Dia juga pemimpin JAT. Awalnya pemimpin JI (Jamaah Islamiyah), dia keluar pindah ke MMI, lalu pada September 2008 menjadi ketua JAT," ungkap Sidney. (np)
• VIVAnews

August 9, 2010
Radical Cleric Is Arrested in Indonesia
By AUBREY BELFORD
JAKARTA, Indonesia — One of Indonesia’s top radical Muslim clerics was arrested Monday on accusations that he played an important role in terrorist training and had links to militants plotting a series of brazen attacks on the Indonesian authorities and foreigners.

The cleric, Abu Bakar Bashir, was arrested along with five bodyguards in West Java on accusations that he “had an active role” in setting up a militant training camp in the northern Sumatran province of Aceh, said the national police spokesman, Inspector General Edward Aritonang.

The arrest followed weeks of speculation that the police were preparing to arrest Mr. Bashir, a founder of the radical Jemaah Islamiyah movement, which has been blamed for a series of terrorist attacks, including nightclub bombings that killed 202 people in Bali in 2002. The arrest was part of a series of raids before an upcoming visit to the region by President Susilo Bambang Yudhoyono.

Mr. Bashir helped set up and was in active contact with Al Qaeda of the Veranda of Mecca, a group in Aceh that includes members of other radical organizations and aims to create a base for holy war throughout the country, Mr. Aritonang said. Though it uses the Qaeda name, the group has few if any formal ties with the main Qaeda network.

The militant group had previously made plans to kill the president, Mr. Aritonang said, adding that there was no new intelligence that an attack was imminent. Police raids earlier this year against the group broke up the camp, and scores of terrorism suspects were arrested or killed. Dulmatin, one of Asia’s most wanted militants, was shot and killed by the police in March.

Mr. Bashir “knew all the connections, training and plans that happened in Aceh, because he routinely received reports from managers in the field,” Mr. Aritonang said.

The arrest was linked to the capture of five suspected militants who were believed to be from the group and the discovery of bomb-making materials in West Java on Saturday, he said.

The suspects were accused of wanting to carry out bombing attacks on the National Police headquarters, the West Java police Mobile Brigade headquarters, international hotels and “more than two” foreign embassies.

In one place, the police found a bomb that had not yet been detonated, Mr. Aritonang said. In another location, they found a vehicle that was being prepared as a car bomb. The police said that they were searching for a French man who was believed to have bought the car, along with his Moroccan wife.

Mr. Bashir’s arrest had been anticipated after the police linked members of his above-ground Islamic organization, Jamaah Anshorut Tauhid, to the Aceh group, said Sidney Jones, an analyst with the International Crisis Group. Three Jamaah Anshorut Tauhid members were arrested in May on suspicion of helping finance the Aceh camp.

The police “engineered” the case against Mr. Bashir, said Wahyudin, the principal of Mr. Bashir’s Al-Mukmin Islamic boarding school in the Central Java city of Solo and a founding member of Jamaah Anshorut Tauhid.

“I think these accusations have been trumped up and pushed through far too much, that’s my picture of things,” Mr. Wahyudin said. “Day to day, he’s a meek man, even though he’s firm in his statements on Islamic Shariah.”

Ahmad Michdan, a lawyer for Mr. Bashir, said the police had for weeks been attempting to build an exaggerated case against Mr. Bashir.

“What we know is that he was tied in as a fund-raiser,” Mr. Michdan said. “Where he got the money from we don’t know. Abu Bakar Bashir doesn’t have any money.”

The arrest Monday was not the first time Mr. Bashir has been accused of direct involvement in terrorism. American and Australian officials have argued that he had a direct role in the Bali attack and the 2003 bombing of a Jakarta hotel.

Mr. Bashir was acquitted of terrorism charges in a trial in 2003 for the Bali attack. However, he was convicted on a passport violation. After serving a sentence, he was released, but Indonesia was pressed by the United States and Australia to file new charges.

He was let out of prison in 2006 after serving more than a year for criminal conspiracy.

The foreign minister of Australia, which lost 88 people in the Bali bombings, welcomed Mr. Bashir’s arrest.

“This arrest, and others like it, are testament to the dedication of the Indonesian government to respond to the threat of terrorism,” Stephen Smith said.

Ms. Jones, of the International Crisis Group, said that Mr. Bashir was “not as important as he used to be” in Indonesia’s jihadist movement and was now alienated from much of Jemaah Islamiyah’s membership, who for the most part have dropped their support for armed struggle within Indonesia.

Ms. Jones said that she believed the police had strong evidence that Mr. Bashir was deeply involved in the Aceh plot, after weak cases undermined the two earlier efforts to convict the cleric.

“They would not have arrested him after two failures if they didn’t have the goods in spades,” she said.

Indonesia has been praised for reining in Islamic militant groups in recent years, although rights groups and Islamists have raised criticisms over the shooting deaths of many terrorism suspects at the hands of the elite Special Detachment 88 antiterrorism squad. The last major attack in Indonesia was the double suicide bombing of two luxury hotels in Jakarta in July last year, which killed seven people and the two bombers.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN