Radikalisme ditolak, kekerasan dibenci (12)

Toni Togar Bentuk Kumpulan Mujahidin di Penjara
Jum'at, 29 Oktober 2010 | 16:11 WIB


TEMPO/Imran

TEMPO Interaktif, Jakarta - Selain merancang perampokan Bank CIMB Niaga Medan, Toni Togar ternyata juga membentuk Kumpulan Mujahidin Indonesia. Semua kegiatan itu dirancang Toni dari dalam Penjara Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. " Kelompok Mujahidin itu membawahi sejumlah jaringan di Indonesia. Misalnya membawahi kumpulan Mujahidin Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, Lampung, Kalimantan dan Medan" kata Brigadir Jenderal I Ketut Untung Yoga, Wakil Juru Bicara Mabes Polri di kantornya, Jumat (29/10).

Bahkan Toni Togar, kata Untung Yoga, juga telah mengangkat dirinya sebagai Amir Jemaah atau pimpinan KMI. Semasa di dalam tahanan, kendali KMI dipegang oleh Fadli Sadama, eks napi perampokan Bank Lippo Medan tahun 2003. "Fadli juga masuk dalam Daftar Pencarian Orang perampokan CIMB Niaga Medan," ujarnya.

Kelompok ini, menurut Yoga, memang memiliki rencana melakukan perampokan untuk mendanai kegiatan Jihad. Selain itu, kelompok ini juga memiliki rencana untuk membebaskan sejumlah mujahidin yang saat ini tengah di tahan. "Termasuk membebaskan Toni Togar," ucapnya.

Kelompok ini juga dianggap bertanggungjawab dalam sejumlah aksi teror di Indonesia. Diantaranya adalah peledakan Hotel JW Marriot dan The Ritz Carlton di Mega Kuningan pada 17 Juli 2009, pelatihan militer di Aceh pada Februari 2010, kepemilikan amunisi dan magazine oleh Maulana di Cikampek dan Cawang, dan kepemilikan bahan peledak oleh Hamzah di Bandung.

Selain itu, Toni juga disebut aktif melakukan perekrutan personel di dalam penjara itu. Diantaranya adalah Iwan Rizki alias Iwan Cina yang juga menjadi DPO kasus perampokan CIMB Niaga.

Febriyan
Pelatihan Teroris di Aceh Ditunggangi Banyak Kepentingan
Kamis, 28 Oktober 2010 | 17:37 WIB
[TEMPO/Dinul Mubarok]

TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Kepala Mantiqi Tiga Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, menyatakan, pelatihan terorisme di Aceh ditunggangi banyak kelompok dengan kepentingan yang berbeda-beda.

"Di Aceh itu kolaborasi beberapa kelompok untuk I'dat (pelatihan)," ujarnya saat menjadi saksi ahli dalam sidang 13 orang terdakwa terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (28/10).

Nasir menjelaskan, pelatihan militer di Pegunungan Jalin Kecamatan Jantho, Aceh, terdapat jaringan NII (Negara Islam Indonesia), JI (Jamaah Islamiyah), JAT (Jamaah Anshorut Tauhid), Kompak, FPI (Front Pembela Islam ) dan bekas MMI (Majelis Mujahidin Indonesia).

Jaringan ini dilihatnya berdasarkan latar belakang sejumlah tokoh yang terlibat dalam pelatihan di Aceh. Abu Tholut pimpinan pelatihan di Aceh merupakan representasi dari Jamaah Islamiyah. "Abu Tholut itu Komandan Asykari JI Pusat," ujarnya. Abu Tholut memiliki kedekatan dengan Abu Bakar Baasyir. "Kepentingannya tidak jauh dengan JAT (Jamaah Anshorut Tauhid)," ujarnya.

Nasir menyatakan, kepentingan kelompok militan Islam di Filipina Selatan, Abu Sayyaf, yang diperpresentasikan oleh Dulmatin. Setelah lepas dari Jamaah Islamiyah, Dulmatin bergabung dengan Abu Sayaf. Sedangkan Mang Jaja alias Abu Jibal, merupakan Representasi dari NII. Kelompok ini memiliki kepentingan untuk melancarkan teror dengan cara perampokan. "Melakukan operasi bermotif ekonomi," ucap Nasir.

Nasir mengaku kenal dengan sejumlah nama-nama tersebut dan pernah melatih Mustaqim dan Ubaid di pelatihan militer di Moro, Filipina. Sedangkan Abu Tholut adalah gurunya saat berjihad di Afghanistan.

Soal pendirian Tanzim Al Qaeda Serambi Mekkah di Aceh, menurut Nasir, itu tidak ada hubungannya dengan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Hanya menggunakan nama yang sama. Ini analisis Nasi, digunakan untuk menyamakan derajat dengan organisasi yang telah besar. "Saya tahu Osama bin Laden dengan Abu Bakar Baasyir pernah bertemu pada 2001," ujarnya.

Febriyan
Ubaid Diancam Pasal Hukuman Mati
Kamis, 28 Oktober 2010 | 15:59 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Luthfi Haidaroh alias Ubaid dijerat Jaksa Penuntut Umum dengan enam dakwaan dengan ancaman maksimal hukuman mati. Terdakwa kasus teroris ini didkawa telah membantu sejumlah aksi terorisme di Indonesia. "Terdakwa melakukan pemufakatan jahat percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme," ujar jaksa penuntut umum, Feritas dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (28/10).

Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan, Ubaid diduga telah membantu aksi terorisme Dulmatin pada 2009. Ubaid dianggap telah membantu menyembunyikan salah satu gembong teroris ini di pondok pesantren Al Muslimun, Magetan, milik Orang tuanya. Di Al Muslimun keduanya berkenalan karena Dulmatin sering berkunjung kesana untuk menjenguk istrinya. Istri Dulmatin sendiri adalah salah satu pengajar di pesantren itu.

Ubaid juga diduga menjadi penghubung Dulmatin dengan Pemimpin Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Ustad Abu Bakar Baasyir. Ubaid diketahui dekat dengan Baasyir karena pernah bersama di Penjara Cipinang. "Pada Februari 2009, terdakwa mengantarkan Dulmatin ke Solo untuk bertemu dengan Abu Bakar Baasyir," ujar jaksa.

Dalam pertemuan itu Jaksa mengatakan bahwa Dulmatin dan Baasyir membicarakan soal pembentukan pelatihan Asykari di Aceh.
"Terdakwa ditemui Abu Bakar Baasyir sambil berpesan agar membicarakan usulan pelatihan dengan Muzayin alias Mustaqim," ujar jaksa. Mustaqim adalah Ketua Hisbah JAT Pusat.

Selain itu Jaksa juga mengatakan bahwa Dulmatin telah membantu mencari lokasi untuk melakukan pelatihan tersebut. Ubaid diduga mendapatkan mandat dari Abu Bakar Baasyir untuk pergi ke Aceh mencari lokasi pelatihan. "Abu Bakar Baasyir menyerahkan dana Rp 5 juta kepada terdakwa untuk ongkos survei ke Aceh," ujar jaksa. Selain itu, Baasyir juga memerintahkan Ubaid untuk menemui Thoyib, Bendahara JAT untuk meminta uang Rp 10 juta lagi untuk survei itu.

Ubaid juga diduga telah membantu mencari dana untuk pelatihan tersebut. Dalam dakwaannya, Ubaid dikatakan telah menerima dana sekitar Rp 700 juta dari berbagai sumber. Diantaranya adalah dari Abu Bakar Baasyir yang berjumlah sekitar Rp 125 juta ditambah US$ 5 ribu, dari Toyib Rp 170 juta.

Uang itu diantaranya digunakan untuk membeli sejumlah senjata api untuk pelatihan militer di Aceh. Ubaid dikatakan pernah memberikan uang sebesar Rp 115 juta kepada Abdullah Sonata untuk membeli senjata.

Atas tindakannya ini, Ubaid dijerat karena diduga telah membantu aksi terorisme. Ia dijerat dengan Pasal 15 junto pasal 7, pasal 15 junto pasal 9, pasal 11 junto pasal 7, pasal 11 junto pasal 9, dan pasal 13 huruf c Undang-Undang Anti Terorisme No. 15 tahun 2003. Selain itu, Ubaid juga dijerat dengan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951.

Atas dakwaan ini, penasihat hukum Ubaid, Darwis akan mengajukan eksespsi pada Kamis minggu depan. "Sidang ditunda Kamis minggu depan untuk mendengarkan eksepsi terdakwa," ujar hakim ketua Mutarto.

Febriyan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019