Radikalisme ditolak, kekerasan dibenci (11)

Pusat Kajian Deradikalisasi Agama Perlu Diperbanyak
Minggu, 31 Oktober 2010 | 15:42 WIB


TEMPO Interaktif, Malang - Pusat kajian deradikalisasi agama perlu diperbanyak didirikan di tiap perguruan tinggi agama Islam (PTAI) di seluruh Indonesia. Ke depan, pusat kajian semacam itu semakin dibutuhkan untuk meminimalisir dan menetralisir ideologi radikal yang kian mengarah pada bentuk-bentuk kejahatan terorisme.


“Dengan adanya pusat kajian semacam itu, pemerintah semakin terbantu menemukan teknis dan strategi secara ilmiah dalam mengatasi aksi-aksi radikal atau aksi-aksi fundamentalisme dalam bentuk apa pun, khususnya yang dalam bentuk terorisme,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, di Malang, Minggu (31/10).

Yusgiantoro menyampaikan hal itu seusai menutup Simposium Nasional Deradikalisasi Agama yang bertema “Upaya Mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin” di Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri (UIN) Malik Maulana Ibrahim, Malang.



Menurutnya, pusat kajian deradikalisasi agama cukup mendesak didirikan di daerah-daerah yang selama ini menjadi basis pergerakan kaum radikal dan khususnya menjadi wilayah pergerakan kaum teroris.



Untuk itu, ia meminta kepada Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mengintensifkan koordinasi dengan PTAI di seluruh Indonesia. “Biar cepat didapat konsep dan formula yang tepat dari model pusat kajian deradikalisasi itu,” katanya.

Program deradikalisasi agama membutuhkan kerjasama yang integratif antarlembaga, seperti Kementrian Pertahanan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional, BNPT, organisasi keagamaan, serta perguruan tinggi.

Kepala BNPT Ansyaad Mbai menegaskan, Indonesia menolak segala bentuk upaya yang mengaitkan terorisme dengan ras, agama, atau kelompok etnis tertentu di Indonesia. Sebaliknya, Indonesia bertekad memeranginya melalui penegakan hukum dan kerjasama internasional, dengan berpedoman pada Piagam PBB tentang hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia.

Ia menyambut baik dibentuknya pusat kajian deradikalisasi di UIN Malang. Selama ini, kata dia, deradikalisasi sudah dilakukan, terutama oleh kepolisian. Tapi umumnya masih parsial. “Dengan adanya BNPT, program deradikalisasi bisa menjadi lebih integratif atau terpadu,” kata Ansyaad.

BNPT dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46, tanggal 16 Juli 2010. BNPT bertugas merumuskan kebijakan, strategi, mengoordinasikan instansi terkait, dan operasional. Operasionalnya dalam bentuk satuan tugas di bidang pencegahan dan penindakan.

Ansyaad mengingatkan, terorisme merupakan kejahatan bermotif ideologi radikal. Pendekatan fisik (hard power approach) semata tidak menyelesaikan suatu gerakan idelogis. Hal ini bisa dirujuk pada pengalaman Indonesia menangani gerakan Darul Islam/Negara Islam Indonesia hingga lebih dari 50 tahun. “Pengalaman internasional terkini bisa dilihat di Afganistan dan Irak,” katanya.

ABDI PURMONO

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019