JANGAN LENGAH (waspadai radikalisme dan kekerasan) (18)

Selasa, 08/02/2011 11:51 WIB
Komisi AS Minta Pemerintah RI Bertindak Atas Penyerangan Ahmadiyah
Rita Uli Hutapea - detikNews







Tragedi Cikeusik Berdarah
Washington - Aksi penyerbuan terhadap jemaat Ahmadiyah di Pandeglang, Jawa Barat mendapat perhatian sebuah komisi pengawas pemerintah Amerika Serikat. Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (US Commission on International Religious Freedom) meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan terhadap para ekstremis.

Pemerintah Indonesia juga diminta untuk memperbarui Undang-Undang tahun 1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama.

Menurut US Commission on International Religious Freedom, UU 1965 tersebut merupakan penyebab kekerasan sektarian.

"Ini merupakan bukti yang lebih mematikan bahwa UU penodaan agama tersebut merupakan penyebab kekerasan sektarian, bukan solusi," cetus Leonard Leo, selaku ketua dewan otonom yang menasihati pemerintah AS tersebut seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (8/2/2011).

"Indonesia adalah negara toleran yang harusnya lebih tidak mentolerir kelompok-kelompok ekstremis," ujar Leo.

"Sekarang waktunya pemerintah Indonesia untuk mengadili mereka atas kekerasan dan kebencian yang mereka sebarkan," pungkasnya.

Dalam peristiwa penyerangan jemaat Ahmadiyah pada Minggu, 6 Februari lalu di Cikeusik, Pandeglang, tiga orang tewas diserang massa. Penyerangan sadis dan brutal tersebut terekam dalam video yang beredar di YouTube.

Dalam video berdurasi 1,07 menit tersebut, tampak dua pria yang dihujani pukulan dan lemparan batu oleh massa. Kerumunan orang terlihat terus melancarkan pukulan dan lemparan batu meski kedua pria itu tampaknya sudah tidak bernyawa lagi.

Tampak pula dua polisi di video itu. Keduanya seperti tak bisa berbuat banyak menyaksikan kebiadaban tersebut. "Stop-stop. Tahan-tahan," kata ujar seorang polisi yang mengenakan helm. (ita/nrl)
"Kami Hanya Beribadah dengan Cara Berbeda"
Selasa, 08 Februari 2011 | 07:08 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Tayangan klip video itu benar-benar mencekam perasaan. Beredar tanpa judul di situs YouTube, inilah adegan-adegan yang diduga bagian dari pembantaian yang dilakukan sekelompok orang terhadap dua pengikut Ahmadiyah di Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten, Ahad lalu.


Dalam tayangan selama 1.06 menit itu, terlihat massa yang beringas menimpuki dua pria yang sudah tidak berdaya. Massa tersebut bersenjata batu, bambu, dan kayu.

Seorang pemuda berjaket biru terlihat memukul menggunakan bambu tanpa henti. Sedangkan yang lainnya ikut mengayunkan senjata bertubi-tubi. Salah satu korban yang nyaris telanjang terlihat sudah tidak bergerak. Tubuhnya penuh luka dan berdarah-darah.


Sementara itu, korban lainnya terus dipukuli. Ia dalam posisi tengkurap, juga tidak bergerak. Dalam aksi kekerasan itu, takbir terus dikumandangkan para pengeroyok. Ironisnya, banyak orang yang justru tampak asyik merekam kejadian itu menggunakan ponselnya.


Sebenarnya terlihat dua polisi di lokasi tersebut. Namun keduanya seperti tak bisa berbuat apa-apa. Mereka memang sempat meminta massa menghentikan aksinya, tapi hal itu tidak digubris. "Sudah... sudah, stop... stop. Tahan... tahan," kata seorang polisi berkali-kali. Namun massa yang berjumlah ratusan itu mengabaikannya. Mereka terus melampiaskan nafsu amarahnya membantai dua korban.


Tak terbayangkan bagaimana jika keluarga korban menonton video tersebut. Nayati, yang dua kakaknya terbunuh dalam Tragedi Ahad Hitam tersebut, belum juga kuasa memupus kesedihannya. Dia ingat, pada Ahad siang itu, Tarno dan Mulyadi tengah menerima 20 tamu yang datang ke rumah kakak sulung mereka, Suparman.
"Saat itu kakak sulung saya dan istrinya sedang dipanggil polisi sejak Sabtu dan belum pulang," ujar Nayati.


Saat menerima tamu itulah tiba-tiba ribuan orang berdatangan membawa senjata tajam. Terlihat juga ratusan polisi. Tarno, Mulyadi, dan Udin, suami Nayati, langsung keluar dari rumah mencoba menenangkan massa. Melihat gelagat buruk, Nayati langsung mengamankan empat anak Suparman ke rumah tetangganya.


Aminah, ibu Suparman, tergopoh menerobos massa dan menghampiri polisi, meminta agar anak-anaknya dilindungi. "Saya sudah memohon-mohon hingga menangis agar anak-anak saya dan tamu mereka dijaga dan diamankan," kata Aminah. Polisi, kata Aminah, berjanji akan menjaga mereka.


Tapi situasi berubah menjadi rusuh. Cekcok mulut tidak berlangsung lama. Massa merangsek, memaksa masuk rumah. Golok, parang, bambu runcing, hingga batu ganti yang bicara. "Saya lihat Tarno coba menangkis serangan. Dia tidak melawan, hanya membela diri," ujar Aminah, yang saat itu langsung dievakuasi polisi.


Akibatnya fatal. Tiga orang, termasuk Tarno dan Mulyadi, tewas tertebas berbagai senjata tajam. Roni, salah satu tamu, juga tewas. Adapun enam orang lainnya terluka.
Nayati tak habis pikir kenapa kekejaman itu bisa terjadi. "Kami hanya beribadah dengan cara berbeda. Kami bukan penjahat atau maling," tutur Nayati, terisak.

l AGUNG SEDAYU | SITA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019