jangan LENGAH (pengalihan PERHATIAN, lagi) (4)

Masyarakat Jangan Terprovokasi
Penulis: Icha Rastika | Editor: Erlangga Djumena
Rabu, 16 Februari 2011 | 11:37 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com — Maarif Institute meminta kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi terhadap sejumlah aksi kekerasan berlatar belakang agama yang berlangsung belakangan ini.

Seperti diketahui, Selasa (15/2/2011), kembali terjadi serangan berlatar belakang agama terhadap Yayasan Pondok Pesantren Islam (Yapi) di Desa Kenep, Beji, Pasuruan, Jawa Timur. Setelah sebelumnya terjadi amuk massa di Temanggung, Selasa (8/2/2011), dan bentrok warga dengan pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011).

Direktur Eksekutif Maarif Institut, Fajar Rizalul Haq, mengatakan, tindakan kekerasan berlatar belakang agama tersebut rawan dijadikan alat politik. "Saya melihat bukan persoalan mayoritas minoritas, karena sudah masuk wilayah politik. Masyarakat diminta tidak terprovokasi, akan dijadikan alat komoditas politik, ada aroma seperti itu," katanya ketika dihubungi, Rabu (16/2/2011).

Pihaknya juga meminta masyarakat agar dapat menjaga keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat. Jika tidak, keberagaman yang disikapi dengan kekerasan berlatarbelakang agama akan berdampak pada konflik horizontal. "Yang kemudian akan merugikan masyarakat, merusak modal sosial masyarakat yang sangat toleransi dan menghargai perbedaan, nilai-nilai ini akan tergerus," katanya.

Kekerasan berlatar belakang agama juga, kata Fajar, akan mengikis fondasi keberagaman bangsa.

Terkait aksi penyerangan terhadap Yayasan Pondok Pesantren Islam (Yapi) di Jawa Timur, Fajar mengatakan bahwa kejadian tersebut yang berlangsung tidak lama setelah kejadian Cikeusik dan Temanggung, yang memperlihatkan sisi gelap pluralisme keberagaman Indonesia. Serta kegagalan negara dalam melindungi kemajemukan dan warga negaranya. "Memberikan pilihan kepada pemerintah untuk memberi ruang garis keras semena-mena kepada minoritas atau berdiri pada konstitusi, tegas terhadap garis keras. Yang terpenting minoritas harus diberi perlindungan dan keadilan," katanya.

"Kasus Pasuruan Dirancang dari Jakarta"

Oleh: Moh Anshari
Nasional - Rabu, 16 Februari 2011 | 16:47 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Politisi PKB Lily Wahid menengarai serangkaian kasus kekerasan atas nama agama merupakan hasil rekayasa orang-orang "Jakarta". Sebab, letupan-letupan konflik tersebut terjadi secara serial dalam waktu beruntun.

"Saya rasa "Jakarta" yang menggerakkan serangkaian aksi dan letupan-letupan itu, walaupun tidak langsung turun ke sana. Karena pasti punya tangan di bawah," tegas Lily kepada INILAH.COM, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (16/2/2011).

Anggota Komisi XI DPR ini melihat pola kasus tersebut berdimensi sama, yaitu dipicu oleh "rekayasa" soal keyakinan. Wanita asal Jombang, Jawa Timur ini memastikan penyerangan di Pondok Pesantren di Pasuruan baru-baru ini juga hasil rekayasa "orang Jakarta".

"Itu rekayasa. Pondok Pesantren itu sudah lama ada di sana, dan tidak pernah terjadi seperti itu. Hanya ada dalam beberapa tahun yang lalu, sekitar awal tahun 2000. Cuma masalah salah paham. Tapi kalau ini kan kelihatannya rekayasa. Karena setelah Cikeusik, lalu Temanggung, langsung berlanjut ke sana," tuturnya.

Menurut Lily, target utama dari setting konflik berlatar agama tersebut ditujukan untuk pembentukan opini bahwa pemerintah gagal memelihara kerukunan antarumat beragama.

"Targetnya rekayasa itu ingin membuktikan bahwa pemerintah nggak mampu menjaga kerukunan umat beragama. Kecil kemungkinan partai politik yang bermain. Tapi targetnya juga bisa untuk melengserkan SBY," tukasnya.

Saat ini, lanjut Lily, banyak pihak yang berkepentingan untuk mendiskreditkan pemerintah, karena banyak pihak yang antipati. "Sebab, pemerintah memang membuat antipati," sambungnya. [bar]
Penyerangan Pesantren Bukti Anarkisme Agama Ditunggangi
Selasa, 15 Februari 2011 | 19:48
Ada gelagat buruk di balik kerusuhan berdarah di Cikeusik dan Temanggung. Ada gelagat buruk di balik kerusuhan berdarah di Cikeusik dan Temanggung.

JAKARTA-Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan, penyerangan pesantren di Pasuruan, Jatim, makin mempertegas dugaan adanya usaha untuk menimbulkan konflik horisontal di masyarakat lewat isu SARA dan menunggangi aksi anarkisme antarumat beragama.

"Saya berharap semua pihak tetap berpikir tenang, tidak gelisah namun tetap kritis, agar kita semua tidak mudah diadudomba dan terprovokasi," katanya kepada di Jakarta, Selasa (15/2), merespons penyerangan oleh kelompok tertentu terhadap sebuah Pondok Pesantren di Pasuruan itu.

Bambang Soesatyo menambahkan, seperti telah diungkapnya sebelum ini, ada gelagat buruk di balik kerusuhan berdarah di Cikeusik dan Temanggung.

"Ada upaya pihak tertentu mengeskalasi karut marut Negara dengan menunggangi isu SARA. Dan sekarang dilakukan lagi lewat aksi pelemparan oleh sekelompok orang tidak dikenal terhadap sebuah pesantren di Pasuruan, Jawa Timur (Jatim)" ungkapnya.

Secara terpisah Habib Hussein Al-Habsyi melalui LPP RRI mengungkapkan pula, penyerangan atas pesantren itu, sangat terkesan merupakan bagian dari skenario para elite tertentu yang menjadikan agama dan kerusuhan antar umat sebagai komoditas jualan politik kekuasaannya.

"Makanya kita semua terutama angkatan muda jangan mau terprovokasi. Karena itu hanya menguntungkan tahta kekuasaan kelompok tertentu yang memanfaatkan radikalisme agama," katanya.

Habib Hussein Al-Habsyi juga meminta seluruh umat, dan angkatan muda agama apa pun, agar jangan lagi terlalu percaya kepada para tokoh agama yang menjadikan dirinya sebagai `alat` politik atau kekuasaan, apalagi jadi pimpinan partai.

"Merekalah salah satu sumber utama konflik yang melibatkan para pengikutnya masing-masing," tandas Habib Hussein Al-Habsyi.

Perangkap `Chaos`

Sementara itu, Bambang Soesatyo berpendapat, dari berbagai temuan di Cikeusik dan Temanggung, mengindikasikan situasi karut marut terkini dieskalasi dengan merekayasa kerusuhan di sejumlah tempat.

"Isu SARA ditunggangi, karena isu itu paling mudah meledakan konflik horizonthal," katanya.

Ia lalu mengingatkan, kita tentu tidak ingin konflik horizontal meluas dan tak terkendali.

"Sebab, kalau itu terjadi, negara masuk perangkap `chaos`," tandasnya.

Dalam situasi seperti itu, menurutnyan hanya ada dua alternatif yang harus dipilih.

"Pertama, mengganti Pemerintah yang dinilai tak mampu menjaga stabilitas nasional. Atau kedua, Pemerintah yang berkuasa menetapkan negara dalam situasi darurat," ujarnya.

Namun, lanjutnya, membiarkan suasana saling curiga antarelemen masyarakat itu sangat berbahaya.

"Karena itu, Penegak Hukum harus bergerak cepat agar saling curiga antarelemen masyarakat bisa segera diakhiri," tegasnya.

Bambang Soesatyo lalu mengingatkan, jika dalam jangka dekat ini Pemerintah dan Penegak Hukum tidak bisa mengungkap dalang dan pelaku kerusuhan itu, termasuk kejadian terakhir di Pasuruan Jawa Timur, situasinya akan menjadi lebih berbahaya.(ant/hrb)
Selasa, 15/02/2011 19:13 WIB
Penyerangan Ponpes Al Ma'hadul Islam, Bukan yang Pertama Kali
Lia Harahap - detikSurabaya


Jakarta - Penyerangan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ma'hadul Islam Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Pasuruan, Jawa Timur, ternyata bukan pertama kali terjadi. Namun dari sejumlah serangan yang dilakukan, insiden siang tadi memang yang paling besar.

"Jadi sebetulnya penyerangan seperti ini sudah sering dilakukan ke pondok kita. Tapi tadi siang itu yang paling besar," ujar Pengurus Pondok Pesantren Al Ma'hadul Islam, Muhammad Alwi saat berbincang dengan detikcom, Selasa (15/2/2011).

Alwi menceritakan, biasanya para penyerang ini hanya melempar batu saja dari luar. Namun kali ini mereka berani merangsek masuk hingga ke dalam pesantren dan langsung memecahkan kaca-kaca ruang kantor.

"Mereka datang sekitar 200 orang dan kemudian masuk ke rumah kita setelah sebelumnya meleparkan batu dengan ukuran yang cukup besar. Mereka juga memecahkan kaca-kaca ruang kantor yang akhirnya terjadilah perkelahian dengan murid kita sekitar pukul 15.00 WIB," jelasnya.

Menurut Alwi, insiden penyerangan seperti ini mulai terjadi sejak tiga tahun lalu. Meskipun tidak rutin, penyerangan itu biasanya terulang dalam hitungan bulan.

"Kita sudah berdiri 30 tahun, tapi tiga tahun belakangan ini saja kita dibeginikan," jelasnya.

Alwi menambahkan, pihak pesantren sebenarnya sudah mencurigai kelompok tertentu dibalik penyerangan selama ini. Tapi dia enggan menjelaskan secara detil siapa kelompok yang mereka curigai selama ini.

"Infonya itu, biasanya mereka yang melakukan serangan itu berasal dari kelompok pengajian yang ada di daerah atas. Kelompok pengajian itu bukan aliran tertentu tapi terdiri dari beberapa kalangan dan kita menduga ada yang sengaja memanas-manasi kelompok ini untuk menyerang kita," beber Alwi tanpa menjelaskan daerah mana yang dia maksudkan.

"Ada provokatornya ini, orang selama ini baik-baik saja kok," tegasnya.

(lia/fat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN