semakin LUCU, semakin BANYAK PEJABAT PUBLIK MENANGIS
Selasa, 12/01/2010 15:27 WIB
Dimarahi Menkum HAM, Karutan Pondok Bambu Nangis
jadoel :
Buku Manuver Taufiq Kiemas
Rahasia Mega Jadi Wapres Dampingi Gus Dur
Megawati menangis saat MPR justru memilih Gus Dur sebagai Presiden pada tahun 1999.
SELASA, 12 JANUARI 2010, 12:07 WIB
Arfi Bambani Amri
Gus Dur dan Megawati Sukarnoputri (AP Photo/Muchtar Zakaria)
BERITA TERKAIT
Kenapa Bob Hasan Dipindahkan ke Nusakambangan
Mengapa Megawati Lembek pada Soeharto
Taufiq di Balik Release & Discharge Obligor
Buku Sigi Manuver Taufiq Kiemas Diluncurkan
Gus Dur Bakal Jadi Nama Jalan di Pontianak
Web Tools
VIVAnews - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan pemenang Pemilu 1999. Namun PDIP gagal menempatkan Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri di kursi Presiden karena kalah lobi di Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saat itu berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden.
MPR dalam sidang istimewa Oktober 1999 sepakat mendudukkan Abdurrahman Wahid yang saat itu memimpin Partai Kebangkitan Bangsa sebagai Presiden. Megawati, pemimpin partai pemenang Pemilu, hanya bisa menangis melihat kenyataan itu.
Dampak dari kekalahan itu menimbulkan huruhara dan perusakan fasilitas umum. Semangat politisi PDIP pun kendor, karena meski menang, harus kalah bertarung di parlemen.
Reaksi itu, kata Derek Manangka dalam buku "Jurus dan Manuver Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang" dibaca oleh sejumlah pendukung Gus Dur. Mereka sadar pemilihan Gus Dur sebagai presiden bisa memecah pertemanan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu dengan Megawati yang sebelumnya bahu-membahu bersama menggerakkan reformasi.
"Maka hanya beberapa menit setelah Gus Dur memenangkan pertarungan politik, orang-orang Gus Dur seperti Khofifah dan Syaifullah Yusuf mulai mendekati Mega," ujar Derek. Orang pertama yang mereka dekati adalah Taufiq Kiemas, suami Megawati. Intinya, meminta Mega menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur.
Pendekatan itu didengar para politisi PDIP. Mereka merasa marah karena merasa telah ditelikung PKB dan Gus Dur. Megawati sendiri juga dikabarkan merasakan yang sama.
Bagaimana dengan Taufiq Kiemas? Taufiq Kiemas mengambil posisi yang berbeda. Dia menerima. Taufiq beralasan, jika kursi Wakil Presiden tak diambil, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat itu dipanglimai Wiranto kemungkinan besar mengisinya.
"TK membaca Jenderal Wiranto yang di masa pemerintahan Habibie menjabat Panglima ABRI diam-diam sudah mempersiapkan diri untuk maju dalam acara sidang memperebutkan kursi wakil presiden," kata Derek.
TK lalu menemui Gus Dur, bagaimana mengatasi Wiranto. Gus Dur menyatakan, sebagai presiden, dia bisa meminta Wiranto yang Panglima ABRI itu untuk tidak maju sebagai calon wakil presiden. Taufiq pun lega. Sekarang tinggal bagaimana menjelaskan pada PDIP.
Kepada PDIP, Taufiq menyatakan jalan oposisi terhadap pemerintahan Gus Dur akan menjebak partai banteng. "Saya ingatkan, kalau kita tidak masuk dalam pemerintahan sekarang, padahal partai kita meraih suara terbanyak dalam Pemilu, berarti kita sudah masuk dalam jebakan," kata Taufiq. "Sangat tidak masuk akal kalau sebuah partai pemenang Pemilu berhasil dijebak partai-partai kecil."
Taufiq menjelaskan, teori dan pengalaman membuktikan siapapun penguasa, akan menindas oposisi. "Jadi, nasib kita sebagai oposisi akan menjadi bulan-bulanan. Kita akan jadi seperti anggota Partai Komunis Indonesia--partai terlarang," ujar Taufiq. "Sampai kapan kita harus hidup seperti PKI? Padahal kita bukan PKI," ujar Taufiq yang pernah dipenjarakan bersama sejumlah kader PKI itu.
Argumentasi Taufiq itu akhirnya diterima PDIP. Namun ada persoalan lain, bagaimana supaya pemilihan Mega itu berjalan elegan dan mulus. Taufiq kembali melobi PKB dan Gus Dur untuk memberi jaminan Mega dipilih. Satu lagi, PKB bukan PDIP yang diminta mencalonkan secara resmi. Dan kesepakatan tercapai, Megawati menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur.
• VIVAnews
Dimarahi Menkum HAM, Karutan Pondok Bambu Nangis
jadoel :
Buku Manuver Taufiq Kiemas
Rahasia Mega Jadi Wapres Dampingi Gus Dur
Megawati menangis saat MPR justru memilih Gus Dur sebagai Presiden pada tahun 1999.
SELASA, 12 JANUARI 2010, 12:07 WIB
Arfi Bambani Amri
Gus Dur dan Megawati Sukarnoputri (AP Photo/Muchtar Zakaria)
BERITA TERKAIT
Kenapa Bob Hasan Dipindahkan ke Nusakambangan
Mengapa Megawati Lembek pada Soeharto
Taufiq di Balik Release & Discharge Obligor
Buku Sigi Manuver Taufiq Kiemas Diluncurkan
Gus Dur Bakal Jadi Nama Jalan di Pontianak
Web Tools
VIVAnews - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan pemenang Pemilu 1999. Namun PDIP gagal menempatkan Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri di kursi Presiden karena kalah lobi di Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saat itu berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden.
MPR dalam sidang istimewa Oktober 1999 sepakat mendudukkan Abdurrahman Wahid yang saat itu memimpin Partai Kebangkitan Bangsa sebagai Presiden. Megawati, pemimpin partai pemenang Pemilu, hanya bisa menangis melihat kenyataan itu.
Dampak dari kekalahan itu menimbulkan huruhara dan perusakan fasilitas umum. Semangat politisi PDIP pun kendor, karena meski menang, harus kalah bertarung di parlemen.
Reaksi itu, kata Derek Manangka dalam buku "Jurus dan Manuver Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang" dibaca oleh sejumlah pendukung Gus Dur. Mereka sadar pemilihan Gus Dur sebagai presiden bisa memecah pertemanan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu dengan Megawati yang sebelumnya bahu-membahu bersama menggerakkan reformasi.
"Maka hanya beberapa menit setelah Gus Dur memenangkan pertarungan politik, orang-orang Gus Dur seperti Khofifah dan Syaifullah Yusuf mulai mendekati Mega," ujar Derek. Orang pertama yang mereka dekati adalah Taufiq Kiemas, suami Megawati. Intinya, meminta Mega menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur.
Pendekatan itu didengar para politisi PDIP. Mereka merasa marah karena merasa telah ditelikung PKB dan Gus Dur. Megawati sendiri juga dikabarkan merasakan yang sama.
Bagaimana dengan Taufiq Kiemas? Taufiq Kiemas mengambil posisi yang berbeda. Dia menerima. Taufiq beralasan, jika kursi Wakil Presiden tak diambil, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat itu dipanglimai Wiranto kemungkinan besar mengisinya.
"TK membaca Jenderal Wiranto yang di masa pemerintahan Habibie menjabat Panglima ABRI diam-diam sudah mempersiapkan diri untuk maju dalam acara sidang memperebutkan kursi wakil presiden," kata Derek.
TK lalu menemui Gus Dur, bagaimana mengatasi Wiranto. Gus Dur menyatakan, sebagai presiden, dia bisa meminta Wiranto yang Panglima ABRI itu untuk tidak maju sebagai calon wakil presiden. Taufiq pun lega. Sekarang tinggal bagaimana menjelaskan pada PDIP.
Kepada PDIP, Taufiq menyatakan jalan oposisi terhadap pemerintahan Gus Dur akan menjebak partai banteng. "Saya ingatkan, kalau kita tidak masuk dalam pemerintahan sekarang, padahal partai kita meraih suara terbanyak dalam Pemilu, berarti kita sudah masuk dalam jebakan," kata Taufiq. "Sangat tidak masuk akal kalau sebuah partai pemenang Pemilu berhasil dijebak partai-partai kecil."
Taufiq menjelaskan, teori dan pengalaman membuktikan siapapun penguasa, akan menindas oposisi. "Jadi, nasib kita sebagai oposisi akan menjadi bulan-bulanan. Kita akan jadi seperti anggota Partai Komunis Indonesia--partai terlarang," ujar Taufiq. "Sampai kapan kita harus hidup seperti PKI? Padahal kita bukan PKI," ujar Taufiq yang pernah dipenjarakan bersama sejumlah kader PKI itu.
Argumentasi Taufiq itu akhirnya diterima PDIP. Namun ada persoalan lain, bagaimana supaya pemilihan Mega itu berjalan elegan dan mulus. Taufiq kembali melobi PKB dan Gus Dur untuk memberi jaminan Mega dipilih. Satu lagi, PKB bukan PDIP yang diminta mencalonkan secara resmi. Dan kesepakatan tercapai, Megawati menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur.
• VIVAnews
Komentar
Posting Komentar