SEMUA maen

Gayus Bagai 'Tsunami' Bagi Ditjen Pajak
"Semua aparat di Ditjen Pajak menanggung beban, demoralisasi, dan demotivasi."
KAMIS, 20 JANUARI 2011, 07:03 WIB Nur Farida Ahniar, Iwan Kurniawan

VIVAnews - Direktorat Jenderal Pajak menganggap Gayus Tambunan adalah 'tsunami' bagi institusi tersebut. Gayus telah menyebabkan beban yang berat bagi pegawai pajak.

"Gayus itu ibarat 'tsunami' bagi Ditjen Pajak. Semua aparat di Ditjen Pajak menanggung beban, demoralisasi, dan demotivasi," ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Iqbal Alamsjah, kepada VIVAnews.com dan dua media televisi di Jakarta.

Sesudah pembacaan vonis, Gayus mengungkapkan curahan hatinya. Gayus juga menyebutkan mengapa hanya dirinya yang menjadi korban untuk mengalihkan isu mafia pajak yang kemungkinan melibatkan direktur dan dirjen pajak.
"Kami sudah antisipasi itu, karena Gayus itu ibarat 'tsunami' bagi Ditjen Pajak," ujarnya.

Meski ikut menanggung beban Gayus, saat ini pegawai pajak sudah mulai bangkit. Dari 32 ribu pegawai Ditjen Pajak, tidak semuanya seperti Gayus.
"Ini out of the box, extraordinary. Aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut. Ditjen Pajak tidak intervensi, biarlah yang menyelesaikan penegak hukum," ujarnya.
Menurut dia, penyimpangan aparat pajak bisa disebabkan beberapa faktor seperti pajak pertambahan nilai (PPN) yang bermasalah. Pegawai pajak bisa menyulap jumlah pembayaran pajak sehingga tidak disetorkan wajib pajak.

Hal itu bisa berasal dari pihak pegawai pajak atau wajib pajak. Untuk itu, dia mengimbau bagi wajib pajak agar tidak mencoba menyuap petugas.

"Kami mengimbau jangan mengiming-imingi petugas kami lagi. Kami sudah
terbuka, kami sudah reformasi. Ke depan, mohon dukungan masyarakat. Beri
kami waktu memperbaiki ini semua," tuturnya.

KOMENTAR SINGKAT: menurut pengalaman kawan2, tukang pajak biasanya YANG MEMULAI DULU MELAKUKAN INTIMIDASI MELALUI INVESTIGASI; bukan karena wajib pajak yang mengiming-imingi; mirip pungli di jalanan
(art)
• VIVAnews
PPATK Temukan Ratusan 'Gayus' di Ditjen Pajak
“Kami meyakini potensi temuan dalam skala lebih besar yang mencakup jabatan lebih tinggi."
RABU, 19 JANUARI 2011, 20:56 WIB Heri Susanto, Iwan Kurniawan, Anggi Kusumadewi


VIVAnews - Temuan mengejutkan dipaparkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Itu berupa transaksi mencurigakan yang diduga dilakukan oleh ratusan pejabat di kantor Ditjen Pajak, baik di daerah maupun di kantor pusat.

"Pak Yunus Husein memberitahukan ada transaksi-transaksi (mencurigakan) seperti itu," ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Iqbal Alamsjah kepada VIVANews.com di Jakarta, Rabu, 19 Januari 2011.
Data-data tersebut disampaikan Yunus di acara pembekalan ratusan pejabat Ditjen Pajak, baik pejabat di daerah maupun pusat pada Selasa, 18 Januari 2011. Acara dihadiri oleh seluruh kepala kantor pajak, pejabat eselon dua dan tiga, hingga Dirjen Pajak.
Iqbal mengatakan temuan PPATK merupakan tindak lanjut dari permintaan Kementerian Keuangan menyusul merebaknya kasus Gayus Tambunan, tahun lalu. Saat itu, Kementerian Keuangan meminta PPATK memeriksa rekening 3000 pejabat pajak, dari level Kepala Seksi hingga Direktur Jenderal. Ini adalah bagian dari total lebih dari 30 ribu pegawai pajak di seluruh Indonesia.

Saat ditemui VIVAnews.com di DPR, Yunus Husein membenarkan telah memaparkan temuan transaksi mencurigakan para pejabat pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak. "Kami temukan transaksi mencurigakan di semua Ditjen di Kementerian Keuangan, yang paling dominan di Ditjen Pajak. Pokoknya ada kasus Gayus-Gayus lain, detailnya silakan tanya polisi."

Yunus hanya bersedia memaparkan berbagai modus transaksi mencurigakan para pejabat pajak tersebut. Pertama, mereka menggunakan rekening anak dan istri untuk melakukan transaksi. Kedua, memakai instrumen investasi unit link, yakni gabungan antara asuransi jiwa dan investasi seperti di reksadana, saham atau lainnya. Ketiga, biasanya mereka juga menggunakan safe deposit box.

"Kalau transaksi lewat anak istri, kami bisa mendeteksi penyimpangannya," ujar Yunus. Misalnya, seorang anggota keluarga (pejabat pajak) memiliki pendapatan Rp12 juta, tetapi dia kerap melakukan transaksi di atas Rp20 juta. "Maka transaksi tersebut tentu mencurigakan."

Contoh lainnya, kata Yunus, mereka melakukan transaksi dalam jumlah besar, kemudian memutar-mutar uang tersebut. Misalnya, awalnya menarik uang Rp2 miliar, kemudian dipindahkan, lalu ditarik lagi sehingga seperti diputar-putar. "Sekali tarik, minimal Rp500 juta."

Menurut Yunus, transaksi yang diperiksa ini merupakan akumulasi transaksi dari tahun 2004 hingga 2010. Untuk transaksi yang berindikasi pidana diserahkan ke penegak hukum. Sedangkan, jika Dirjen atau Irjen Kemkeu meminta, maka PPATK juga menyerahkannya sebagai acuan guna memberikan sanksi administrasi.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh VIVANews.com, disebutkan jumlah rekening yang sedang ditelisik di lingkungan Ditjen Pajak adalah rekening milik 3.616 pejabat dan 12.089 anggota keluarga mereka. Di Bea Cukai, punya 1.245 pejabat dan 3.408 famili mereka.

Dokumen itu menyatakan PPATK mendapati ada banyak pejabat Ditjen Pajak yang melakukan transaksi tunai dalam jumlah teramat besar, dengan kisaran Rp500 juta hingga Rp27 miliar per pejabat, baik melalui rekening pribadi mereka maupun istri atau anak mereka “tanpa didukung adanya dasar transaksi yang memadai.”

Yang lebih gawat, temuan ini tersebar di berbagai wilayah maupun jenjang kepangkatan, mulai dari Kepala Seksi, Kepala Kantor Pratama, hingga pejabat eselon di atasnya.

“Kami meyakini potensi temuan dalam skala lebih besar yang mencakup jabatan lebih luas serta lebih tinggi,” PPATK menyimpulkan hasil penelusuran terhadap ribuan rekening pejabat pajak. "Sampai sekarang, yang dicurigai jumlahnya mencapai ratusan pejabat." (kd)
• VIVAnews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN