kebohongan pertemuan
Pertemuan SBY-Agamawan Miskin Substansi
Presiden SBY - inilah.com/Wirasatria
Oleh: R Ferdian Andi R
Nasional - Selasa, 18 Januari 2011 | 11:16 WIB
TERKAIT
Pertemuan SBY-Agamawan Miskin Substansi
INILAH.COM, Jakarta - Pertemuan tokoh lintas agama dengan Presiden SBY, Senin (17/1/2011) cukup penting sebagai ajang dialog antar pimpinan formal dan informal. Hanya saja pertemuan terjebak basa-basi yang jauh dari penyelesaian substansi masalah.
Niat baik dan luhur melalui dialog tokoh lintas agama dengan Presiden SBY yang diinisiasi Din Syamsuddin tak selalu berujung positif. Karena, dialog yang seharusnya duduk sama rendah berdiri sama tinggi tak tercapai dalam pertemuan dengan kalangan rohaniawan itu.
Panggung dialog terlihat dikuasai Presiden SBY. Setidaknya dari tokoh yang diundang pihak Istana justru ada pihak yang jelas-jelas menjadi pendukung Presiden SBY. Padahal, dialog itu terkait keluhan dan persoalan yang dihadapi masyarakat yang terangkum dalam 18 kebohongan pemerintah.
Sebut saja, Ketua Walubi Hartati Murdaya yang juga pengusaha pendukung Presiden SBY sejak Pilpres 2004 dan 2009 lalu. Ada pula Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang justru sebelumnya mengkritik cara para agamawan mengkritisi Presiden SBY. Kedekatan Said Aqil Siradj dengan Presiden SBY mencuat sesaat menjelang muktamr NU 32 di Makassar Maret tahun lalu.
Din Syamsuddin mengaku, pertemuan dengan Presiden SBY tidak membicarakan substansi persoalan. Namun Din yang juga inisiator pertemuan tersebut meyakini jika dialog tersebut akan berdampak positif.
"Yang paling penting, saya sangat meyakini kekuatan dialog. Dan dialog seperti diajarkan dalam agama silaturahmi perlu kita lakukan," kata Din seusai melakukan pertemuan.
Sementara menurut Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewanggoe mengaku saat melakukan pertemuan dengan residen SBY, pihaknya membacakan kembali 18 kebohongan lama dan baru yang dilakukan pemerintah.
"Dalam pertemuan tadi sangat terang dan kami terus terang bacakan seruan itu. Dibacakan lagi dan saya kira itu diterima presidan dan akan dikaji. Namun ada hal-hal subtansial yang akan dibahas lagi," ucapnya.
Namun, salah satu peserta dialog Ketua Walubi Hartati Murdaya justru memberi komentar berbeda dengan kebanyakan tokoh agama lainnya. Ia justru memuji kepemimpinan Presiden SBY selama enam tahun terakhir ini.
"Untuk mengatakan kebohongan, itu berlebihan. SBY berani berantas korupsi. Banyak jadi korban kalau kita nggak berani. Kalau presiden cuma bisnis, main-main, siapa yang bertanggung jawab bagi rakyat," ujarnya.
Entah disengaja atau tidak, beberapa jam menjelang pertemuan digelar, presiden mengeluarkan Instruksi Presiden terkait penyelesaian kasus Gayus dan Century. Seperti Inpres yang sudah-sudah, tidak ada hal yang bersifat extraordinary. Hanya normatif dan kehilangan daya dobrak.
Padahal, jika menyimak kritik para agamawan, mereka berharap agar presiden tidak lagi melakukan kebohongan yang bermuara dari retorika semata. Namun ditunjukkan dengan aplikasi nyata yang dirasakan publik.
Dialog tokoh lintas agama dengan Presiden justru kabur. Hanya basa-basi dan terjebak pada keluhuran dialog. Padahal, persoalan muncul di tengah publik tak perlu didialogkan, tetapi harus dicarikan solusi oleh pemerintahan SBY-Boediono. [mdr]
Presiden SBY - inilah.com/Wirasatria
Oleh: R Ferdian Andi R
Nasional - Selasa, 18 Januari 2011 | 11:16 WIB
TERKAIT
Pertemuan SBY-Agamawan Miskin Substansi
INILAH.COM, Jakarta - Pertemuan tokoh lintas agama dengan Presiden SBY, Senin (17/1/2011) cukup penting sebagai ajang dialog antar pimpinan formal dan informal. Hanya saja pertemuan terjebak basa-basi yang jauh dari penyelesaian substansi masalah.
Niat baik dan luhur melalui dialog tokoh lintas agama dengan Presiden SBY yang diinisiasi Din Syamsuddin tak selalu berujung positif. Karena, dialog yang seharusnya duduk sama rendah berdiri sama tinggi tak tercapai dalam pertemuan dengan kalangan rohaniawan itu.
Panggung dialog terlihat dikuasai Presiden SBY. Setidaknya dari tokoh yang diundang pihak Istana justru ada pihak yang jelas-jelas menjadi pendukung Presiden SBY. Padahal, dialog itu terkait keluhan dan persoalan yang dihadapi masyarakat yang terangkum dalam 18 kebohongan pemerintah.
Sebut saja, Ketua Walubi Hartati Murdaya yang juga pengusaha pendukung Presiden SBY sejak Pilpres 2004 dan 2009 lalu. Ada pula Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang justru sebelumnya mengkritik cara para agamawan mengkritisi Presiden SBY. Kedekatan Said Aqil Siradj dengan Presiden SBY mencuat sesaat menjelang muktamr NU 32 di Makassar Maret tahun lalu.
Din Syamsuddin mengaku, pertemuan dengan Presiden SBY tidak membicarakan substansi persoalan. Namun Din yang juga inisiator pertemuan tersebut meyakini jika dialog tersebut akan berdampak positif.
"Yang paling penting, saya sangat meyakini kekuatan dialog. Dan dialog seperti diajarkan dalam agama silaturahmi perlu kita lakukan," kata Din seusai melakukan pertemuan.
Sementara menurut Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewanggoe mengaku saat melakukan pertemuan dengan residen SBY, pihaknya membacakan kembali 18 kebohongan lama dan baru yang dilakukan pemerintah.
"Dalam pertemuan tadi sangat terang dan kami terus terang bacakan seruan itu. Dibacakan lagi dan saya kira itu diterima presidan dan akan dikaji. Namun ada hal-hal subtansial yang akan dibahas lagi," ucapnya.
Namun, salah satu peserta dialog Ketua Walubi Hartati Murdaya justru memberi komentar berbeda dengan kebanyakan tokoh agama lainnya. Ia justru memuji kepemimpinan Presiden SBY selama enam tahun terakhir ini.
"Untuk mengatakan kebohongan, itu berlebihan. SBY berani berantas korupsi. Banyak jadi korban kalau kita nggak berani. Kalau presiden cuma bisnis, main-main, siapa yang bertanggung jawab bagi rakyat," ujarnya.
Entah disengaja atau tidak, beberapa jam menjelang pertemuan digelar, presiden mengeluarkan Instruksi Presiden terkait penyelesaian kasus Gayus dan Century. Seperti Inpres yang sudah-sudah, tidak ada hal yang bersifat extraordinary. Hanya normatif dan kehilangan daya dobrak.
Padahal, jika menyimak kritik para agamawan, mereka berharap agar presiden tidak lagi melakukan kebohongan yang bermuara dari retorika semata. Namun ditunjukkan dengan aplikasi nyata yang dirasakan publik.
Dialog tokoh lintas agama dengan Presiden justru kabur. Hanya basa-basi dan terjebak pada keluhuran dialog. Padahal, persoalan muncul di tengah publik tak perlu didialogkan, tetapi harus dicarikan solusi oleh pemerintahan SBY-Boediono. [mdr]
Komentar
Posting Komentar