RIP: Dulmatin ... 090310
Rabu, 10 Maret 2010 | 15:07
TERORISME
Dulmatin Dipastikan Tewas, Data DNA Orang Tua dan Anak Cocok
JAKARTA. Pihak kepolisian memastikan jenazah yang tewas di Pamulang dengan identitas Yahya Ibrahim adalah Dulmatin alias Mansyur alias Joko Pitono. Kepastian itu didapat dari hasil tes DNA dan juga pencocokan ciri fisik.
Kepala Pusdokkes Mabes Polri Brigjen Pol dr Musaddeq Ishaq mengatakan, ciri identik yaitu tahi lalat di bawah bibir sebelah kanan. "Kemudian alis cocok dan dagu cocok," kata Musaddeq, Rabu (10/3).
Selanjutnya, ketika dibandingkan dengan foto-foto semasa korban hidup juga memiliki kesamaan ketika dicocokan dengan foto jenazah. "Keduanya juga cocok," ujar Musaddeq. Untuk memperkuat data, polisi juga mengambil data pembanding dengan tes DNA lewat Hj Asmiyati dan Ali Usman yang tak lain ibu kandung Dulmatin dan anaknya. "Jenazah nomor 001 match 100% dengan profil DNA di data kepolisian," tegasnya.
Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menyatakan jenazah 001 yang diketahui memiliki identitas dengan nama Yahya Ibrahim dipastikan adalah Dulmatin alias Mansyur alias Joko Pitono. "Untuk jenazah 001 dapat dipastikan 100% dengan tingkat kekeliruan 1:100.000triliun, bahwa yang bersangkutan adalah Dulmatin dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," tegasnya.
Epung Saepudin
Awas! Pentolan Teroris Mati, Jaringan Selnya Masih Hidup
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Senin, 15 Maret 2010 | 17:27 WIB
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Anggota Densus 88 memeriksa jenazah yang diduga anggota teroris yang ditembak dalam penggerebekan di Gang Asem, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (9/3/2010). Penyergapan dengan baku tembak senjata ini mengakibatkan 2 orang anggota teroris tewas.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pentolan teroris di Indonesia berhasil dilumpuhkan oleh pihak kepolisian. Hampir seluruhnya langsung ditembak mati saat operasi penumpasan. Sebut saja Azahari, Noordin M Top, dan terakhir adalah Dul Matin. Apakah matinya para pentolan ini turut mematikan jaringannya di Indonesia?
Pengamat terorisme, Mardigu Wowiek Prasantyo, mengatakan, yang terjadi saat ini adalah perang sel. Pelaksanaan pelatihan di Aceh, bagian dari pembentukan sel-sel baru. "Di Aceh itu, mereka pasti diajari membuat bom, dan bagaimana membangun basis. Setelah selesai pelatihan, mereka dilepas. Dan ketika dilepas ini, mereka merupakan sel-sel baru yang kemudian menunjuk amir (pimpinan) selnya sendiri," kata Mardigu saat mengisi diskusi mingguan Radio Trijaya "Masih Ada Teroris" di Jakarta, Sabtu (13/3/2010).
Sel-sel ini bisa bergerak kapan saja, saat mendapatkan instruksi dari amir kelompoknya. "Ini disebut silent army. Ada berapa banyak selnya? Banyak sekali," ujar dia.
Kelompok teroris, berdasarkan penelitian yang dilakukannya, terdapat dua aliran, yaitu hardcore dan softcore. Kelompok hardcore didoktrin untuk melakukan jihad dan menghalalkan darah. Selain itu, sebagian besar para teroris ini bukan berasal dari keluarga termarjinal ataupun dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. "Mereka rata-rata pinter, sekolah tinggi," kata Mardigu.
Adanya Terorisme, Dakwah Muhammadiyah Perlu Lebih Personal
Arif Nur Kholis
Jakarta – Prof. Azumardi Azra, Gurubesar Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah,(18/02/2010) memberi saran kepada Muhammadiyah agar di masa mendatang perlu mengembangkan dakwah yang lebih personal. Dalam Seminar Peran Muhammadiyah dalam Perkembangan Global di kampus Univ. Muhammadiyah Jakarta, Azumardi menerangkan bahwa perlunya dakwah yang lebih personal ini penting karena bisa mengantisipasi gejala berkembangnya radikalisasi dalam anak muda Islam dan juga perkembangan masalah baru seperti adanya anak-anak yang kabur dari rumah karena kenal dengan seseorang di jejaring sosial seperti Facebook.
Azumardi menerangkan bahwa sebenarnya strategi dakwah Muhammadiyah dengan dengan dakwah lisan maupun dengan amal usaha sudah cukup berhasil, namun dakwah yang lebih personal seharusnya menjadi perhatian. “Anak-anak muda yang direkrut oleh jaringan radikal mengalami pendekatan secara personal, mereka mengalami konversi hingga cuci otak tentang pengertian jihad menurut mereka.” terang Azumardi. “Dalam kasus Ritz Carton dan Mariot parapelaku cenderung masih muda.” lanjutnya.
Menurut Azumardi, dakwah Muhammadiyah terlalu impersonal, perlu lebih personal, sehingga semangat kedekatannya lebih diperkuat lagi.
Teroris dari kalangan Muhammadiyah
Lebih lanjut Azumardi mengingatkan bahwa pelaku terorisme di Indonesia, cukup banyak yang punya latar belakang Muhammadiyah. “Orang-orang lamongan itu latarbelakangnya Muhammadiyah, ini perlu diantisipasi.” katanya. Menurutnya organisasi seperti Muhammadiyah terlalu besar untuk diganggu oleh elemen-elemen radikal tersebut” lanjutnya.
Munculnya kecenderungan keras dari warga Muhammadiyah tersebut karena Muhammadiyah menurut Azumardi pada dasarnya adalah Salafi. “Namun Salafinya Muhammadiyah berbeda dengan salafi-salafi yang lain, karena adaptif dengan pemikiran-pemikiran modern, sehingga ada panti asuhan, lembaga pendidikan dan sebagainya” terangnya. “Makanya salafinya lebih lunak” lanjutnya.
Menurut Azumardi, ketika ada wacana kebangkitan Islam sekarang,ada orang-orang Muhammadiyah yang cenderung menjadi lebih keras. “Saya usul kepada Rektor seperti UMJ ini, agar auditorium ini diberi hiasan, seperti kaligrafi, karena dengan adanya seni, bisa lebih lunak.” usulnya. “ Hal-hal yang bersifat seni perlu dikenalkan di lembaga Muhammadiyah, agar tidak terlalu keras, agar tidak menjadi kering keagamaannya.” pungkasnya. (arif)
Orang Tua Bercerai, Dulmatin Diasuh Kakeknya Yang Kaya Raya
JUM'AT, 12 MARET 2010 | 16:40 WIB
Besar Kecil Normal
Amerika Serikat memasang hadiah bagi siapapun yang bisa menunjuk buronan teroris mereka. Salah satunya adalah Dulmatin, perakit sistem kelistrikan bom yang diledakkan di Bali pada 2002 dan menewaskan 202 orang. (Foto: rewardsforjustice.net)
TEMPO Interaktif, Pemalang -Bangunan tua di selatan jalan raya Petarukan yang berhadapan dengan bekas gedung bioskop di yang kini menjadi tempat tinggal sekaligus sanggar senam aerobik itu tampak rapuh oleh memudarnya cat. Lalu lalang arus jalan pantai utara dari Jawa Tengah menuju Jakarta di depan rumah, seakan tak memperdulikan kalau rumah tersebut menjadi saksi kelahiran orang yang selama ini paling dicari oleh Densus 88 Mabes Polri.
“Ia memang dilahirkan di rumah ini, namun pindah setelah kedua orang tuanya cerai,” ujar Haji Abu Bakar Sovie, paman Dulmatin alias Amar Usman atau Joko Pitono, yang kini menempati rumah tersebut.
Menurut dia, Dulmatin dengan nama kecil Joko Pitono terpaksa mengikuti kakeknya Raden Rahmat Haji Sovie, saat ibunya menikah lagi ketika usianya menginjak lima tahun. Joko Pitono saat itu diasuh kakek dan neneknya yang dikenal memiliki banyak tempat tinggal dan menjadi orang terkaya di Kabupaten Pemalang kala itu.
“Ia ikut mbah dan menempati rumah di jalan Semeru, Kelurahan Mulyoharjo Pemalang kota atau sering disebut sebagai kampung Arab,” ujar Abu Bakar, saat ditemui Tempo, Kamis 11 Maret lalu.
Abu bakar sendiri kurang mengetahui karakter Joko Pitono saat kecil, hal ini disebabkan oleh banyaknya kesibukan yang dilakukan oleh keluarga besar Sovie dalam mengolah bisnis pertanian, perkebunan dan sejumlah gedung bioskop.
Kakek Pitono sendiri seorang keturunan Arab yang meninggalkan limpahan warisan areal pertanian, perkebunan maupun sejumlah gedung pertunjukan di Kabupaten Pemalang. “Keluarga kami menanamkan kemandirian ekonomi untuk jalan ibadah juga dalam memilih profesi, jadi ya sibuk semua” ujar pria 64 tahun yang masih suka bermain musik di salah satu bekas gedung bioskop hasil warisan ini.
Kesibukan ini membuat Joko Pitono bersama saudaranya tak menetap dalam asuhan orang tua, mereka sering bergantian mengujungi kedua orang tuanya yang telah bercerai. Saat liburan ia ikut ayahnya Usman di kampung Loning yang masih wilayah kecamatan Petarukan untuk mengarap lahan pertanian, namun dalam kesempatan lain ia ikut ibunya Masniyati yang menikah kembali dan membuka usaha toko kelontong di belakang pasar Petarukan.
Kondisi ini menjadi hambatan untuk menelusuri kehidupan Amar saat kecil. Upaya Tempo mencari keterangan sejumlah tetanga maupun teman sepermainan saat mengunjungi rumah tua di jalan semeru Mulyoharjo kampung Arab Pemalang kota yang selama ini paling banyak menyisakan kehidupan kecil amar tak tercapai.
Rumah tersebut tertutup rapat, begitu pula kawan semasa kecilnya sulit ditemui, sejumlah tetangga pun mengaku hanya dengar nama Joko Pitono pada waktu lampau jauh. “Sekarang ditempati salah seorang tantenya yang sudah sepuh (tua),” ujar salah seorang tetangga yang enggan menyebutkan namanya.
Kondisi yang hampir sama juga terjadi di kampung Petarukan, sejumlah sumber yang ditemui Tempo mengaku tak ada yang menjadi teman dekat. Meski begitu rata-rata mereka menilai Pitono anak yang baik dan tak banyak tingkah. Bahkan mereka tak menyangka kalau Dulmatin yang disebut-sebut sebagai pentolan teroris dan ditembak mati di daerah Pamulang Banten adalah Amar alias Joko Pitono.
"Ia anak santun, giat ibadah dan tak banyak merepotkan orang tua. Itu aku ketahui saat ia masih duduk di SMP,” ujar Umar Azis 43 tahun, seorang tetangga yang rumahnya berjarak kurang dari 500 meter dari kediaman Pitono .
Menurut dia, Pitono sering mengikuti kegiatan di masjid jami yang dekat rumah yang kini ditempati pamanya. “Ia sering membawa buku untuk mencatat materi pengajian yang diadakan oleh IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah),” ujar Umar mejelaskan. Bahkan kegiatan ibadah jamaah dilakukan setiap waktu sholat. “Ini kan jarang dilakukan oleh anak seusia dia saat itu,” katanya.
Keyakinan yang sama juga diakui Agus Khumaidi, yang mengenal Dulmatin dengan nama Amar Usman saat sama-sama menggarap sawah di kampung Loning. Selain santun dan menghargai orang lain, Amar dikenal tegas dalam bersikap. Hal ini ia ketahui saat program intensifikasi tebu rakyat yang memaksa petani setempat untuk menanam tebu oleh pemerintahan orde baru.
“Amar secara tegas menolak meski diintimidasi oleh Koramil, ia rela tanahnya tak ditanami tebu karena dinilai merugian petani Loning yang lahanya tak cocok untuk tebu,” katanya.
Halnya Umar, Agus juga masih belum percaya atas matinya amar yang dituduh sebagai salah seorang otak teroris di Indonesia. “Aneh saja, karena dulu sikapnya tak konservatif maupun bicara extrem,” ujar dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pekalongan ini.
EDI FAISOL
Teroris Aceh- Pamulang Eks Moro
Friday, 12 March 2010
JAKARTA (SI) – Anggota jaringan teroris yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror di Nanggroe Aceh Darussalam dan Pamulang, Tangerang Selatan,punya pengalaman beroperasi di wilayah konflik.
Mayoritas mereka pernah berjuang di Moro,Filipina Selatan. ”Itu kan mantan-mantan sukarelawan di Filipina,mereka dilatih di Afghanistan,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi di Jakarta kemarin. Hingga kini, anggota teroris jaringan Aceh dan Pamulang yang berhasil ditangkap berjumlah 28 orang. Adapun tersangka teroris yang tewas berjumlah 6 orang.Perinciannya, 3 tewas di Aceh dan 3 lainnya di Pamulang. Selain menangkap tersangka, polisi juga menyita 7 pucuk senjata api dari berbagai jenis beserta puluhan ribu amunisi.
Jumlah tersangka diperkirakan bertambah mengingat perburuan masih terus berlangsung. Kemarin di Batu Anyar Solo, Jawa Tengah, Densus 88 berhasil menangkap satu dari tiga orang yang diduga anggota jaringan teroris. “Targetnya pengembangan yang kemarin Pamulang dan Aceh. Ini dikembangkan dari data yang kita buka,”ujar Ito. Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang, jaringan teroris terus melakukan rekrutmen dengan mencari calon pelaku teror. Pihaknya mengaku sudah mengantongi data berisi namanama yang diduga kuat calon anggota jaringan teror. “Kita sudah tahu siapa-siapa yang ikut dalam kegiatan teror itu, termasuk mereka yang belum tertangkap,” kata Edward di Jakarta kemarin.
Selain terus memburu jaringan teroris,Polri masih mendalami seluruh barang bukti yang disita dalam penggerebekan di Pamulang. Termasuk sebuah laptop milik dr Fauzi (buron polisi yang rumahnya disinggahi Dulmatin) dan isi e-mailDulmatin saat berada di warung internet (warnet),begitu juga aliran dana sebesar Rp500 juta.“Kita baru mendapatkan data aliran dana dari mereka ke Aceh, sementara dana dari mana ke mereka ini masih terus ditelusuri,” ujarnya. Terhadap buronan Umar Patek dan Zulkarnaen,menurut Edward, mereka akan terus dikejar. ”Karena mereka termasuk bagian dari kelompok yang sudah terindikasi terlibat beberapa peristiwa di Indonesia,”jelasnya.
Di tempat terpisah,Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan,pada 2010 ini pihaknya belum mendapat laporan tentang transaksi keuangan mencurigakan yang terkait terorisme. ”Terakhir kita menerima laporan tentang transaksi keuangan mencurigakan terkait teroris tahun lalu,” jelasnya kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Jakarta kemarin. Menurut dia,sejak 2003 hingga 2009,PPATK sudah menemukan 97 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait terorisme. Dari 97 laporan tersebut,30 di antaranya berhasil dianalisis sebagai mencurigakan. Laporan itu sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
PPATK adalah lembaga yang berhak melakukan analisis pada transaksi perbankan yang mencurigakan. Misalnya, aliran melalui perbankan yang dananya dicurigai terkait dengan hasil korupsi, terorisme,atau pidana lainnya.Data PPATK diperoleh dari perbankan di Indonesia dan data tersebut diserahkan kepada penegak hukum.
Desertir Polisi
Dari 28 anggota jaringan teroris yang berhasil ditangkap polisi, mereka memiliki beragam latar belakang. Sofyan Tasauri, salah satu yang ditangkap polisi, ternyata merupakan desertir Polres Depok. Sofyan disebut polisi pernah mendirikan sekolah menembak. Menurut mantan rekannya di Polres Depok,Aiptu Bagus Suwardi (Babinsa Kelurahan Pasir Gunung Selatan),Sofyan diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota polisi tahun 2008. Penyebabnya karena tidak menjalankan tugas selama tiga bulan berturut-turut.
“Terakhir pangkatnya brigadir dan bertugas di Samapta,”ujar Bagus di kediaman Sofyan di Perumahan Citra Elok Residence,Jalan Bukit RT/RW 3/7, Pasir Gunung Selatan, Cimanggis, Depok, kemarin. Bagus mengakui Sofyan sebagai sosok yang ramah dan menjalankan tugas dengan baik.Namun, seusai ditugaskan di Aceh tahun 2004, Sofyan sering tidak menjalankan tugas di Polres Depok. “Saat bertugas di Aceh, dia menyunting perempuan sana, jadi sering bolak-balik ke sana, istri dan mertuanya di sana,”ujarnya. Mengenai sangkaan Sofyan pernah mendirikan sekolah menembak, Bagus mengaku tidak tahu. Sepengetahuan Bagus, setelah tidak menjadi polisi Sofyan berdagang senjata mainan.
“Dia bilang ke saya untungnya lumayan gede,sekitar Rp3,5 juta per bulan,” ungkap Bagus. Saat menyambangi kediaman Sofyan,terlihat sepucuk senjata api laraspanjangjenisSS-1sepertibuatan Pindad terpajang di lemari ruang tamu rumahnya. Namun, tidak dapat dipastikan apakah senjata tersebut asli atau senjata mainan.Di dalam lemari terpajang sejumlah Alquran dan buku-buku agama. Asti, istri Sofyan, sempat menemui wartawan yang menyambangi kediamannya. Saat ditanya mengenai keberadaan Sofyan, dia mengatakan suaminya tidak ada di rumah.“Saya tidak tahu (apakah benar Sofyan ditangkap atau tidak), sampai sekarang tidak ada pemberitahuan,” ujar ibu tiga anak ini langsung menutup pintu rumahnya.
Tersangka teroris lainnya, Bakti Rasna alias Abu Haikal alias Daon, diketahui tinggal di Blok F2 No 16 RT/RW 2/2, kompleks Perumahan Pondok Sukmajaya Permai, Depok. Ketua RW 2 Sukmajaya, Ruslan mengatakan keluarga Bakti sudah tinggal di kompleks tersebut sejak 1997 lalu. Selama tinggal di sana, sosok Bakti mengaku sebagai dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Pancasila (UP). Dalam kesehariannya, Daon (sapaan akrab Bakti) selalu mengenakan pakaian gamis. Dalam masalah agama, dia juga dikenal punya pendirian kukuh. Daon berulang kali ribut mulut dengan tetangganya karena masalah agama. “Saya sering diomeli dia karena melepas jilbab,” ujar Dina, salah seorang tetangga Daon.
Saat disambangi pagi hari kemarin, istri Daon, dr Rozamon Anwar, sempat terlihat di dalam rumahnya.Namun,setelah mengetahui kedatangan wartawan, dokter di rumah sakit ternama di Depok ini keluar dengan mobil Toyota Yaris warna hitam benomor polisi B 2387 UE. Dian, kakak kandung Rozamon, yang ditemui wartawan mengatakan hingga saat ini pihak keluarga belum menerima pemberitahuan penangkapan Bakti. Penangkapan tersebut diketahui mereka hanya dari televisi. “Sejak mengetahui penangkapan adik, saya selalu menangis.
Tapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan resminya,” ujar Dian yang mengaku sengaja datang dari kampungnya di Sumatera Barat. (sucipto/kholil/a fajri hidayat/ isfairi hikmat/m abduh)
JAKARTA, March 9, 2010 (AFP)
Indonesian anti-terror forces Tuesday killed a man believed to be one of the most wanted Jemaah Islamiyah leaders, Dulmatin, during a raid on the outskirts of Jakarta, police said.
Gunfire was heard as police raided a two storey shop-house at around 11:00 am (0400 GMT) in Pamulang city west of the capital, witnesses told local television.
Witnesses said they saw a body bag carried by an ambulance following the gunfight and two people were arrested.
Anti-terror police chief Tito Karnavian confirmed that the man killed was linked to a militant group in Aceh province in the north of the island of Sumatra.
"Yes he is the culprit, the one that sent people to Aceh. He's a big name," Karnavian told reporters without giving more details.
But a police source told AFP that the man was believed to be Dulmatin, one of the most wanted senior leaders of the Jemaah Islamiyah militant group. There was no official confirmation on the man's identity but police are due to hold a press conference late afternoon.
Dulmatin is accused of helping JI plan and carry out the 2002 Bali bombings, which killed 202 people on the Indonesian resort island of Bali, most of them foreign tourists.
Police said on Monday 16 terror suspects had been charged under anti-terrorism laws since a major raid late February on an extremist training facility in a remote region of Aceh.
Selasa, 09/03/2010 14:24 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
Pria yang Tewas 3 Kali ke Warnet Multiplus
Didi Syafirdi - detikNews
Polisi Gerebek Teroris di Pamulang
Jakarta - Pria yang tewas dalam penggerebekan terorisme di Ruko Multiplus, Pamulang, Tangerang Selatan, hingga kini belum jelas identitasnya. Pria yang diduga besar Dulmatin itu sudah sering datang ke warnet Multiplus.
"Pria itu sudah 3 kali main warnet. Kalau main nggak lama, paling cuma 1 jam. Paling main game, main warnet," kata karyawan Multiplus, Sodik, di Ruko Multiplus, di Jl Siliwangi, di dekat Pamulang Square, Selasa (9/3/2010).
Sodik menuturkan, sebelum digerebek Densus 88, ada 2 orang yang sedang bermain di warnet tempatnya bekerja. Mereka yakni satu laki-laki masih muda yang istrinya sedang nyalon. Sementara satu lagi bapak-bapak dengan jaket warna hitam, celana jins panjang, brewokan dengan tinggi sekitar 165 cm.
"Baru main 5 menit, tiba-tiba ada polisi datang," cerita Sodik.
Awalnya, polisi cuma mengontrol ke lantai atas. Namun, tidak lama polisi turun lagi dan memerintahkan pegawai Multiplus dievakuasi ke luar. Setelah itu baru terdengar suara tembakan.
"Nah, pria yang sama istrinya itu dievakuasi ke luar. Yang brewokan itu sepertinya mati kena tembak," ujar dia.
(aan/iy)
Selasa, 09/03/2010 14:15 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
TPM: Kalau Benar yang Tewas Dulmatin, Mengejutkan
Fitraya Ramadhanny - detikNews
Foto: Didi Syafirdi/detikcom Jakarta - Gembong teroris Dulmatin disebut-sebut sebagai teroris yang tewas dalam penggerebekan di Pamulang, Tangerang, Banten. Jika benar, hal itu merupakan suatu kejutan. Artinya Dulmatin telah masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
"Setahu kita kan Dulmatin masih di Filipina. Itu sungguh mengejutkan kalau benar Dulmatin. Sampai masuk ke Indonesia nggak ketahuan," kata Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta saat dihubungi detikcom, Selasa (9/3/2010).
Menurut Mahendra, terakhir kontak dengan keluarga Dulmatin pada 2006 saat ada berita Dulmatin tertembak di Moro, Filipina selatan. Setelah itu, TPM pun tidak tahu gerakan pria yang dihargai US$ 10 juta itu.
"Sampai saat ini juga kita belum ada lagi kontak dengan keluarga Dulmatin," lanjut Mahendra.
TPM, lanjut Mahendra, akan memantau peristiwa di Pamulang dan menggelar rapat. Jika benar jenazah tewas itu Dulmatin, TPM akan membantu mengembalikan jenazah kepada keluarga.
"Kalau benar yang meninggal Dulmatin, kita bantu mengurus jenazahnya dan proses administrasi hukum dan diserahkan kepada keluarga," pungkasnya.
(fay/iy)
Selasa, 09/03/2010 14:05 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
Mardigu: 75 Persen yang Tewas Dulmatin
Niken Widya Yunita - detikNews
FOTO TERKAIT
Polisi Gerebek Teroris di Pamulang
Jakarta - Gembong teroris Dulmatin dikabarkan tewas dalam penggerebekan teroris di Pamulang, Tangerang Selatan. Pengamat terorisme Mardigu yakin kalau yang tewas dalam penggerebekan itu orang yang paling dicari-cari oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) ini.
"Kemungkinan, saya sudah pasti itu Dulmatin. 75 persen Dulmatin," ujar Mardigu kepada detikcom, Selasa (9/3/2010).
Menurut Mardigu, Dulmatin memiliki tiga keahlian khusus. Oleh karena itu Dulmatin berani mengirim orang ke Aceh untuk berlatih terorisme.
"Keahlian Dulmatin itu jungle war seperti di Mindano. Dia bisa pola sniper seperti di Mumbai, dan dia bisa bombing seperti Dr Azhari," ungkap dia.
Sebelumnya, Kadensus 88 Brigjen Pol Tito Karnavian menyebutkan bahwa kelompok terorisme di Ruko Multiplus Pamulang adalah pemain lama. "Itu nama besar," kata Tito.
Namun siapa identitas orang yang tewas tersebut, polisi hingga kini belum memberi keterangan.
(nik/iy)
TERORISME
Dulmatin Dipastikan Tewas, Data DNA Orang Tua dan Anak Cocok
JAKARTA. Pihak kepolisian memastikan jenazah yang tewas di Pamulang dengan identitas Yahya Ibrahim adalah Dulmatin alias Mansyur alias Joko Pitono. Kepastian itu didapat dari hasil tes DNA dan juga pencocokan ciri fisik.
Kepala Pusdokkes Mabes Polri Brigjen Pol dr Musaddeq Ishaq mengatakan, ciri identik yaitu tahi lalat di bawah bibir sebelah kanan. "Kemudian alis cocok dan dagu cocok," kata Musaddeq, Rabu (10/3).
Selanjutnya, ketika dibandingkan dengan foto-foto semasa korban hidup juga memiliki kesamaan ketika dicocokan dengan foto jenazah. "Keduanya juga cocok," ujar Musaddeq. Untuk memperkuat data, polisi juga mengambil data pembanding dengan tes DNA lewat Hj Asmiyati dan Ali Usman yang tak lain ibu kandung Dulmatin dan anaknya. "Jenazah nomor 001 match 100% dengan profil DNA di data kepolisian," tegasnya.
Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menyatakan jenazah 001 yang diketahui memiliki identitas dengan nama Yahya Ibrahim dipastikan adalah Dulmatin alias Mansyur alias Joko Pitono. "Untuk jenazah 001 dapat dipastikan 100% dengan tingkat kekeliruan 1:100.000triliun, bahwa yang bersangkutan adalah Dulmatin dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," tegasnya.
Epung Saepudin
Awas! Pentolan Teroris Mati, Jaringan Selnya Masih Hidup
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Senin, 15 Maret 2010 | 17:27 WIB
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Anggota Densus 88 memeriksa jenazah yang diduga anggota teroris yang ditembak dalam penggerebekan di Gang Asem, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (9/3/2010). Penyergapan dengan baku tembak senjata ini mengakibatkan 2 orang anggota teroris tewas.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pentolan teroris di Indonesia berhasil dilumpuhkan oleh pihak kepolisian. Hampir seluruhnya langsung ditembak mati saat operasi penumpasan. Sebut saja Azahari, Noordin M Top, dan terakhir adalah Dul Matin. Apakah matinya para pentolan ini turut mematikan jaringannya di Indonesia?
Pengamat terorisme, Mardigu Wowiek Prasantyo, mengatakan, yang terjadi saat ini adalah perang sel. Pelaksanaan pelatihan di Aceh, bagian dari pembentukan sel-sel baru. "Di Aceh itu, mereka pasti diajari membuat bom, dan bagaimana membangun basis. Setelah selesai pelatihan, mereka dilepas. Dan ketika dilepas ini, mereka merupakan sel-sel baru yang kemudian menunjuk amir (pimpinan) selnya sendiri," kata Mardigu saat mengisi diskusi mingguan Radio Trijaya "Masih Ada Teroris" di Jakarta, Sabtu (13/3/2010).
Sel-sel ini bisa bergerak kapan saja, saat mendapatkan instruksi dari amir kelompoknya. "Ini disebut silent army. Ada berapa banyak selnya? Banyak sekali," ujar dia.
Kelompok teroris, berdasarkan penelitian yang dilakukannya, terdapat dua aliran, yaitu hardcore dan softcore. Kelompok hardcore didoktrin untuk melakukan jihad dan menghalalkan darah. Selain itu, sebagian besar para teroris ini bukan berasal dari keluarga termarjinal ataupun dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. "Mereka rata-rata pinter, sekolah tinggi," kata Mardigu.
Adanya Terorisme, Dakwah Muhammadiyah Perlu Lebih Personal
Arif Nur Kholis
Jakarta – Prof. Azumardi Azra, Gurubesar Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah,(18/02/2010) memberi saran kepada Muhammadiyah agar di masa mendatang perlu mengembangkan dakwah yang lebih personal. Dalam Seminar Peran Muhammadiyah dalam Perkembangan Global di kampus Univ. Muhammadiyah Jakarta, Azumardi menerangkan bahwa perlunya dakwah yang lebih personal ini penting karena bisa mengantisipasi gejala berkembangnya radikalisasi dalam anak muda Islam dan juga perkembangan masalah baru seperti adanya anak-anak yang kabur dari rumah karena kenal dengan seseorang di jejaring sosial seperti Facebook.
Azumardi menerangkan bahwa sebenarnya strategi dakwah Muhammadiyah dengan dengan dakwah lisan maupun dengan amal usaha sudah cukup berhasil, namun dakwah yang lebih personal seharusnya menjadi perhatian. “Anak-anak muda yang direkrut oleh jaringan radikal mengalami pendekatan secara personal, mereka mengalami konversi hingga cuci otak tentang pengertian jihad menurut mereka.” terang Azumardi. “Dalam kasus Ritz Carton dan Mariot parapelaku cenderung masih muda.” lanjutnya.
Menurut Azumardi, dakwah Muhammadiyah terlalu impersonal, perlu lebih personal, sehingga semangat kedekatannya lebih diperkuat lagi.
Teroris dari kalangan Muhammadiyah
Lebih lanjut Azumardi mengingatkan bahwa pelaku terorisme di Indonesia, cukup banyak yang punya latar belakang Muhammadiyah. “Orang-orang lamongan itu latarbelakangnya Muhammadiyah, ini perlu diantisipasi.” katanya. Menurutnya organisasi seperti Muhammadiyah terlalu besar untuk diganggu oleh elemen-elemen radikal tersebut” lanjutnya.
Munculnya kecenderungan keras dari warga Muhammadiyah tersebut karena Muhammadiyah menurut Azumardi pada dasarnya adalah Salafi. “Namun Salafinya Muhammadiyah berbeda dengan salafi-salafi yang lain, karena adaptif dengan pemikiran-pemikiran modern, sehingga ada panti asuhan, lembaga pendidikan dan sebagainya” terangnya. “Makanya salafinya lebih lunak” lanjutnya.
Menurut Azumardi, ketika ada wacana kebangkitan Islam sekarang,ada orang-orang Muhammadiyah yang cenderung menjadi lebih keras. “Saya usul kepada Rektor seperti UMJ ini, agar auditorium ini diberi hiasan, seperti kaligrafi, karena dengan adanya seni, bisa lebih lunak.” usulnya. “ Hal-hal yang bersifat seni perlu dikenalkan di lembaga Muhammadiyah, agar tidak terlalu keras, agar tidak menjadi kering keagamaannya.” pungkasnya. (arif)
Orang Tua Bercerai, Dulmatin Diasuh Kakeknya Yang Kaya Raya
JUM'AT, 12 MARET 2010 | 16:40 WIB
Besar Kecil Normal
Amerika Serikat memasang hadiah bagi siapapun yang bisa menunjuk buronan teroris mereka. Salah satunya adalah Dulmatin, perakit sistem kelistrikan bom yang diledakkan di Bali pada 2002 dan menewaskan 202 orang. (Foto: rewardsforjustice.net)
TEMPO Interaktif, Pemalang -Bangunan tua di selatan jalan raya Petarukan yang berhadapan dengan bekas gedung bioskop di yang kini menjadi tempat tinggal sekaligus sanggar senam aerobik itu tampak rapuh oleh memudarnya cat. Lalu lalang arus jalan pantai utara dari Jawa Tengah menuju Jakarta di depan rumah, seakan tak memperdulikan kalau rumah tersebut menjadi saksi kelahiran orang yang selama ini paling dicari oleh Densus 88 Mabes Polri.
“Ia memang dilahirkan di rumah ini, namun pindah setelah kedua orang tuanya cerai,” ujar Haji Abu Bakar Sovie, paman Dulmatin alias Amar Usman atau Joko Pitono, yang kini menempati rumah tersebut.
Menurut dia, Dulmatin dengan nama kecil Joko Pitono terpaksa mengikuti kakeknya Raden Rahmat Haji Sovie, saat ibunya menikah lagi ketika usianya menginjak lima tahun. Joko Pitono saat itu diasuh kakek dan neneknya yang dikenal memiliki banyak tempat tinggal dan menjadi orang terkaya di Kabupaten Pemalang kala itu.
“Ia ikut mbah dan menempati rumah di jalan Semeru, Kelurahan Mulyoharjo Pemalang kota atau sering disebut sebagai kampung Arab,” ujar Abu Bakar, saat ditemui Tempo, Kamis 11 Maret lalu.
Abu bakar sendiri kurang mengetahui karakter Joko Pitono saat kecil, hal ini disebabkan oleh banyaknya kesibukan yang dilakukan oleh keluarga besar Sovie dalam mengolah bisnis pertanian, perkebunan dan sejumlah gedung bioskop.
Kakek Pitono sendiri seorang keturunan Arab yang meninggalkan limpahan warisan areal pertanian, perkebunan maupun sejumlah gedung pertunjukan di Kabupaten Pemalang. “Keluarga kami menanamkan kemandirian ekonomi untuk jalan ibadah juga dalam memilih profesi, jadi ya sibuk semua” ujar pria 64 tahun yang masih suka bermain musik di salah satu bekas gedung bioskop hasil warisan ini.
Kesibukan ini membuat Joko Pitono bersama saudaranya tak menetap dalam asuhan orang tua, mereka sering bergantian mengujungi kedua orang tuanya yang telah bercerai. Saat liburan ia ikut ayahnya Usman di kampung Loning yang masih wilayah kecamatan Petarukan untuk mengarap lahan pertanian, namun dalam kesempatan lain ia ikut ibunya Masniyati yang menikah kembali dan membuka usaha toko kelontong di belakang pasar Petarukan.
Kondisi ini menjadi hambatan untuk menelusuri kehidupan Amar saat kecil. Upaya Tempo mencari keterangan sejumlah tetanga maupun teman sepermainan saat mengunjungi rumah tua di jalan semeru Mulyoharjo kampung Arab Pemalang kota yang selama ini paling banyak menyisakan kehidupan kecil amar tak tercapai.
Rumah tersebut tertutup rapat, begitu pula kawan semasa kecilnya sulit ditemui, sejumlah tetangga pun mengaku hanya dengar nama Joko Pitono pada waktu lampau jauh. “Sekarang ditempati salah seorang tantenya yang sudah sepuh (tua),” ujar salah seorang tetangga yang enggan menyebutkan namanya.
Kondisi yang hampir sama juga terjadi di kampung Petarukan, sejumlah sumber yang ditemui Tempo mengaku tak ada yang menjadi teman dekat. Meski begitu rata-rata mereka menilai Pitono anak yang baik dan tak banyak tingkah. Bahkan mereka tak menyangka kalau Dulmatin yang disebut-sebut sebagai pentolan teroris dan ditembak mati di daerah Pamulang Banten adalah Amar alias Joko Pitono.
"Ia anak santun, giat ibadah dan tak banyak merepotkan orang tua. Itu aku ketahui saat ia masih duduk di SMP,” ujar Umar Azis 43 tahun, seorang tetangga yang rumahnya berjarak kurang dari 500 meter dari kediaman Pitono .
Menurut dia, Pitono sering mengikuti kegiatan di masjid jami yang dekat rumah yang kini ditempati pamanya. “Ia sering membawa buku untuk mencatat materi pengajian yang diadakan oleh IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah),” ujar Umar mejelaskan. Bahkan kegiatan ibadah jamaah dilakukan setiap waktu sholat. “Ini kan jarang dilakukan oleh anak seusia dia saat itu,” katanya.
Keyakinan yang sama juga diakui Agus Khumaidi, yang mengenal Dulmatin dengan nama Amar Usman saat sama-sama menggarap sawah di kampung Loning. Selain santun dan menghargai orang lain, Amar dikenal tegas dalam bersikap. Hal ini ia ketahui saat program intensifikasi tebu rakyat yang memaksa petani setempat untuk menanam tebu oleh pemerintahan orde baru.
“Amar secara tegas menolak meski diintimidasi oleh Koramil, ia rela tanahnya tak ditanami tebu karena dinilai merugian petani Loning yang lahanya tak cocok untuk tebu,” katanya.
Halnya Umar, Agus juga masih belum percaya atas matinya amar yang dituduh sebagai salah seorang otak teroris di Indonesia. “Aneh saja, karena dulu sikapnya tak konservatif maupun bicara extrem,” ujar dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pekalongan ini.
EDI FAISOL
Teroris Aceh- Pamulang Eks Moro
Friday, 12 March 2010
JAKARTA (SI) – Anggota jaringan teroris yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror di Nanggroe Aceh Darussalam dan Pamulang, Tangerang Selatan,punya pengalaman beroperasi di wilayah konflik.
Mayoritas mereka pernah berjuang di Moro,Filipina Selatan. ”Itu kan mantan-mantan sukarelawan di Filipina,mereka dilatih di Afghanistan,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi di Jakarta kemarin. Hingga kini, anggota teroris jaringan Aceh dan Pamulang yang berhasil ditangkap berjumlah 28 orang. Adapun tersangka teroris yang tewas berjumlah 6 orang.Perinciannya, 3 tewas di Aceh dan 3 lainnya di Pamulang. Selain menangkap tersangka, polisi juga menyita 7 pucuk senjata api dari berbagai jenis beserta puluhan ribu amunisi.
Jumlah tersangka diperkirakan bertambah mengingat perburuan masih terus berlangsung. Kemarin di Batu Anyar Solo, Jawa Tengah, Densus 88 berhasil menangkap satu dari tiga orang yang diduga anggota jaringan teroris. “Targetnya pengembangan yang kemarin Pamulang dan Aceh. Ini dikembangkan dari data yang kita buka,”ujar Ito. Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang, jaringan teroris terus melakukan rekrutmen dengan mencari calon pelaku teror. Pihaknya mengaku sudah mengantongi data berisi namanama yang diduga kuat calon anggota jaringan teror. “Kita sudah tahu siapa-siapa yang ikut dalam kegiatan teror itu, termasuk mereka yang belum tertangkap,” kata Edward di Jakarta kemarin.
Selain terus memburu jaringan teroris,Polri masih mendalami seluruh barang bukti yang disita dalam penggerebekan di Pamulang. Termasuk sebuah laptop milik dr Fauzi (buron polisi yang rumahnya disinggahi Dulmatin) dan isi e-mailDulmatin saat berada di warung internet (warnet),begitu juga aliran dana sebesar Rp500 juta.“Kita baru mendapatkan data aliran dana dari mereka ke Aceh, sementara dana dari mana ke mereka ini masih terus ditelusuri,” ujarnya. Terhadap buronan Umar Patek dan Zulkarnaen,menurut Edward, mereka akan terus dikejar. ”Karena mereka termasuk bagian dari kelompok yang sudah terindikasi terlibat beberapa peristiwa di Indonesia,”jelasnya.
Di tempat terpisah,Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan,pada 2010 ini pihaknya belum mendapat laporan tentang transaksi keuangan mencurigakan yang terkait terorisme. ”Terakhir kita menerima laporan tentang transaksi keuangan mencurigakan terkait teroris tahun lalu,” jelasnya kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Jakarta kemarin. Menurut dia,sejak 2003 hingga 2009,PPATK sudah menemukan 97 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait terorisme. Dari 97 laporan tersebut,30 di antaranya berhasil dianalisis sebagai mencurigakan. Laporan itu sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
PPATK adalah lembaga yang berhak melakukan analisis pada transaksi perbankan yang mencurigakan. Misalnya, aliran melalui perbankan yang dananya dicurigai terkait dengan hasil korupsi, terorisme,atau pidana lainnya.Data PPATK diperoleh dari perbankan di Indonesia dan data tersebut diserahkan kepada penegak hukum.
Desertir Polisi
Dari 28 anggota jaringan teroris yang berhasil ditangkap polisi, mereka memiliki beragam latar belakang. Sofyan Tasauri, salah satu yang ditangkap polisi, ternyata merupakan desertir Polres Depok. Sofyan disebut polisi pernah mendirikan sekolah menembak. Menurut mantan rekannya di Polres Depok,Aiptu Bagus Suwardi (Babinsa Kelurahan Pasir Gunung Selatan),Sofyan diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota polisi tahun 2008. Penyebabnya karena tidak menjalankan tugas selama tiga bulan berturut-turut.
“Terakhir pangkatnya brigadir dan bertugas di Samapta,”ujar Bagus di kediaman Sofyan di Perumahan Citra Elok Residence,Jalan Bukit RT/RW 3/7, Pasir Gunung Selatan, Cimanggis, Depok, kemarin. Bagus mengakui Sofyan sebagai sosok yang ramah dan menjalankan tugas dengan baik.Namun, seusai ditugaskan di Aceh tahun 2004, Sofyan sering tidak menjalankan tugas di Polres Depok. “Saat bertugas di Aceh, dia menyunting perempuan sana, jadi sering bolak-balik ke sana, istri dan mertuanya di sana,”ujarnya. Mengenai sangkaan Sofyan pernah mendirikan sekolah menembak, Bagus mengaku tidak tahu. Sepengetahuan Bagus, setelah tidak menjadi polisi Sofyan berdagang senjata mainan.
“Dia bilang ke saya untungnya lumayan gede,sekitar Rp3,5 juta per bulan,” ungkap Bagus. Saat menyambangi kediaman Sofyan,terlihat sepucuk senjata api laraspanjangjenisSS-1sepertibuatan Pindad terpajang di lemari ruang tamu rumahnya. Namun, tidak dapat dipastikan apakah senjata tersebut asli atau senjata mainan.Di dalam lemari terpajang sejumlah Alquran dan buku-buku agama. Asti, istri Sofyan, sempat menemui wartawan yang menyambangi kediamannya. Saat ditanya mengenai keberadaan Sofyan, dia mengatakan suaminya tidak ada di rumah.“Saya tidak tahu (apakah benar Sofyan ditangkap atau tidak), sampai sekarang tidak ada pemberitahuan,” ujar ibu tiga anak ini langsung menutup pintu rumahnya.
Tersangka teroris lainnya, Bakti Rasna alias Abu Haikal alias Daon, diketahui tinggal di Blok F2 No 16 RT/RW 2/2, kompleks Perumahan Pondok Sukmajaya Permai, Depok. Ketua RW 2 Sukmajaya, Ruslan mengatakan keluarga Bakti sudah tinggal di kompleks tersebut sejak 1997 lalu. Selama tinggal di sana, sosok Bakti mengaku sebagai dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Pancasila (UP). Dalam kesehariannya, Daon (sapaan akrab Bakti) selalu mengenakan pakaian gamis. Dalam masalah agama, dia juga dikenal punya pendirian kukuh. Daon berulang kali ribut mulut dengan tetangganya karena masalah agama. “Saya sering diomeli dia karena melepas jilbab,” ujar Dina, salah seorang tetangga Daon.
Saat disambangi pagi hari kemarin, istri Daon, dr Rozamon Anwar, sempat terlihat di dalam rumahnya.Namun,setelah mengetahui kedatangan wartawan, dokter di rumah sakit ternama di Depok ini keluar dengan mobil Toyota Yaris warna hitam benomor polisi B 2387 UE. Dian, kakak kandung Rozamon, yang ditemui wartawan mengatakan hingga saat ini pihak keluarga belum menerima pemberitahuan penangkapan Bakti. Penangkapan tersebut diketahui mereka hanya dari televisi. “Sejak mengetahui penangkapan adik, saya selalu menangis.
Tapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan resminya,” ujar Dian yang mengaku sengaja datang dari kampungnya di Sumatera Barat. (sucipto/kholil/a fajri hidayat/ isfairi hikmat/m abduh)
JAKARTA, March 9, 2010 (AFP)
Indonesian anti-terror forces Tuesday killed a man believed to be one of the most wanted Jemaah Islamiyah leaders, Dulmatin, during a raid on the outskirts of Jakarta, police said.
Gunfire was heard as police raided a two storey shop-house at around 11:00 am (0400 GMT) in Pamulang city west of the capital, witnesses told local television.
Witnesses said they saw a body bag carried by an ambulance following the gunfight and two people were arrested.
Anti-terror police chief Tito Karnavian confirmed that the man killed was linked to a militant group in Aceh province in the north of the island of Sumatra.
"Yes he is the culprit, the one that sent people to Aceh. He's a big name," Karnavian told reporters without giving more details.
But a police source told AFP that the man was believed to be Dulmatin, one of the most wanted senior leaders of the Jemaah Islamiyah militant group. There was no official confirmation on the man's identity but police are due to hold a press conference late afternoon.
Dulmatin is accused of helping JI plan and carry out the 2002 Bali bombings, which killed 202 people on the Indonesian resort island of Bali, most of them foreign tourists.
Police said on Monday 16 terror suspects had been charged under anti-terrorism laws since a major raid late February on an extremist training facility in a remote region of Aceh.
Selasa, 09/03/2010 14:24 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
Pria yang Tewas 3 Kali ke Warnet Multiplus
Didi Syafirdi - detikNews
Polisi Gerebek Teroris di Pamulang
Jakarta - Pria yang tewas dalam penggerebekan terorisme di Ruko Multiplus, Pamulang, Tangerang Selatan, hingga kini belum jelas identitasnya. Pria yang diduga besar Dulmatin itu sudah sering datang ke warnet Multiplus.
"Pria itu sudah 3 kali main warnet. Kalau main nggak lama, paling cuma 1 jam. Paling main game, main warnet," kata karyawan Multiplus, Sodik, di Ruko Multiplus, di Jl Siliwangi, di dekat Pamulang Square, Selasa (9/3/2010).
Sodik menuturkan, sebelum digerebek Densus 88, ada 2 orang yang sedang bermain di warnet tempatnya bekerja. Mereka yakni satu laki-laki masih muda yang istrinya sedang nyalon. Sementara satu lagi bapak-bapak dengan jaket warna hitam, celana jins panjang, brewokan dengan tinggi sekitar 165 cm.
"Baru main 5 menit, tiba-tiba ada polisi datang," cerita Sodik.
Awalnya, polisi cuma mengontrol ke lantai atas. Namun, tidak lama polisi turun lagi dan memerintahkan pegawai Multiplus dievakuasi ke luar. Setelah itu baru terdengar suara tembakan.
"Nah, pria yang sama istrinya itu dievakuasi ke luar. Yang brewokan itu sepertinya mati kena tembak," ujar dia.
(aan/iy)
Selasa, 09/03/2010 14:15 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
TPM: Kalau Benar yang Tewas Dulmatin, Mengejutkan
Fitraya Ramadhanny - detikNews
Foto: Didi Syafirdi/detikcom Jakarta - Gembong teroris Dulmatin disebut-sebut sebagai teroris yang tewas dalam penggerebekan di Pamulang, Tangerang, Banten. Jika benar, hal itu merupakan suatu kejutan. Artinya Dulmatin telah masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
"Setahu kita kan Dulmatin masih di Filipina. Itu sungguh mengejutkan kalau benar Dulmatin. Sampai masuk ke Indonesia nggak ketahuan," kata Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta saat dihubungi detikcom, Selasa (9/3/2010).
Menurut Mahendra, terakhir kontak dengan keluarga Dulmatin pada 2006 saat ada berita Dulmatin tertembak di Moro, Filipina selatan. Setelah itu, TPM pun tidak tahu gerakan pria yang dihargai US$ 10 juta itu.
"Sampai saat ini juga kita belum ada lagi kontak dengan keluarga Dulmatin," lanjut Mahendra.
TPM, lanjut Mahendra, akan memantau peristiwa di Pamulang dan menggelar rapat. Jika benar jenazah tewas itu Dulmatin, TPM akan membantu mengembalikan jenazah kepada keluarga.
"Kalau benar yang meninggal Dulmatin, kita bantu mengurus jenazahnya dan proses administrasi hukum dan diserahkan kepada keluarga," pungkasnya.
(fay/iy)
Selasa, 09/03/2010 14:05 WIB
Penggerebekan Teroris di Pamulang
Mardigu: 75 Persen yang Tewas Dulmatin
Niken Widya Yunita - detikNews
FOTO TERKAIT
Polisi Gerebek Teroris di Pamulang
Jakarta - Gembong teroris Dulmatin dikabarkan tewas dalam penggerebekan teroris di Pamulang, Tangerang Selatan. Pengamat terorisme Mardigu yakin kalau yang tewas dalam penggerebekan itu orang yang paling dicari-cari oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) ini.
"Kemungkinan, saya sudah pasti itu Dulmatin. 75 persen Dulmatin," ujar Mardigu kepada detikcom, Selasa (9/3/2010).
Menurut Mardigu, Dulmatin memiliki tiga keahlian khusus. Oleh karena itu Dulmatin berani mengirim orang ke Aceh untuk berlatih terorisme.
"Keahlian Dulmatin itu jungle war seperti di Mindano. Dia bisa pola sniper seperti di Mumbai, dan dia bisa bombing seperti Dr Azhari," ungkap dia.
Sebelumnya, Kadensus 88 Brigjen Pol Tito Karnavian menyebutkan bahwa kelompok terorisme di Ruko Multiplus Pamulang adalah pemain lama. "Itu nama besar," kata Tito.
Namun siapa identitas orang yang tewas tersebut, polisi hingga kini belum memberi keterangan.
(nik/iy)
Komentar
Posting Komentar