denb**s 88 in action

[ Kamis, 18 Maret 2010 ]
Sasaran Dulmatin Mengarah pada Pejabat Polri, Pemerintah, dan TNI
JAKARTA - Prajurit-prajurit Dulmatin ternyata dilatih untuk mengincar orang-orang yang berposisi strategis. Karena itu, pola serangan menggunakan bom di tempat-tempat umum dan hotel asing diubah. Mereka kini menggunakan senjata api dan mengincar pejabat sebagai sasaran.

Fakta itulah yang diungkapkan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) kemarin (17/3). ''Sasaran teroris diduga berubah. Dari hasil perkembangan, Dulmatin sudah memerintah saksi yang kami tangkap hidup untuk fa'i. Jadi, fa'i itu adalah serangan dengan kekerasan-kekerasan kepada sasaran tertentu,'' kata jenderal berbintang empat tersebut di kompleks Istana Presiden kemarin.

Pola-pola itu sebenarnya ada sejak lama. ''Tapi, sekarang mereka lebih fokus,'' ujar alumnus Akpol 1974 tersebut. Menurut Bambang, target mereka mengarah pada pejabat Polri, pemerintah, dan TNI. ''Ya kayak kita-kita ini,'' ujarnya lalu tersenyum. Oleh kelompok teroris, mereka dianggap sebagai thaghut (musuh) yang harus diperangi.

Karena itu, Polri kini melakukan pencegahan. Saat ditanya apakah sudah ada target spesifik berupa nama orang, Bambang tak menjawab. ''Saya kira (data) sudah cukup,'' kata mantan Kabareskrim itu.

Pelatihan militer menggunakan senjata api mengindikasikan adanya perubahan pola tersebut. ''Mereka tidak lagi fokus pada bom. Itulah yang kami cermati,'' tegasnya. Bambang juga tidak mengonfirmasi apakah Istana Presiden juga menjadi sasaran serangan. ''Oh tidak,'' tambahnya.

Serangan-serangan sporadis memang pernah dilakukan kelompok teroris di Ambon dan Poso. Di Ambon, mereka menarget pimpinan-pimpinan laskar merah yang dianggap sebagai musuh berbahaya. Di Palu, pada 2004, kelompok teroris menembak Pendeta Susianti Tinulele. Lalu, di Poso, kelompok teroris juga menembak Pendeta Irianto Kongkoli, Oktober 2006.

Sumber Jawa Pos menjelaskan, pola serangan hit and run dikembangkan kelompok Dulmatin secara serius. ''Musuh utama mereka ya kami-kami ini,'' ungkapnya. Terutama para polisi yang tergabung dalam satuan khusus penanggulangan teror Mabes Polri.

Karena itu, anggota satgas tersebut diharamkan menampakkan wajah di media, bahkan saat beroperasi di depan warga umum. ''Jangan menganggap teroris itu tak punya intelijen. Mereka juga mengumpulkan nama-nama kami, juga wajah serta data keluarga kami,'' jelasnya.

Bagi kelompok Dulmatin, menembak mati tiga polisi, salah satunya anggota Densus 88 Boas Woisiri, merupakan prestasi. ''Mereka menganggap itu sebagai kemenangan. Mereka menyebarkannya melalui pesan singkat ke jaringan dan anggota kelompoknya,'' kata sumber tersebut.

Pesan singkat yang ditunjukkan kepada koran ini berbunyi: ''Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, para mujahid di Serambi Mekkah telah membunuh tentara kafir Denblis 88. Hancurkan mereka Ya Allah, sehancur-hancurnya.''

Kebencian itu, kata perwira menengah tersebut, disebarluaskan juga kepada istri dan anak-anak mereka. ''Kami terus terang juga sakit hati. Bagaimanapun, kami ada yang muslim, salat, dan beribadah juga, kok diiblis-ibliskan. Tapi, pesan bapak Kapolri jelas, harus tegar dan tabah, pantang surut dalam berjuang,'' tuturnya.

Di tempat terpisah, data Polri yang menyebutkan pola serangan teroris akan berubah diragukan pengamat intelijen Wawan Hari Purwanto. Menurut dia, target teroris semata-mata tidak untuk membunuh sasarannya saja, tapi juga menimbulkan kekacauan serta kesan tidak aman secara masif. ''Lagi pula, sniper itu sasarannya pasti kelompok VVIP yang punya pengaman,'' ungkapnya.

Itu berarti, dengan cara menembak, mereka akan berhadapan dengan pengawalnya. ''Berhadapan dengan pengawal VVIP pun belum tentu menang. Bagaimana kalau harus berhadapan dengan satu institusi aparat?'' ujarnya.

Selain itu, dengan cara menembak, potensi teroris tertangkap sangat besar. ''Contohnya saat penembakan Presiden Husni Mubarak. Tidak lama kemudian, penembaknya bisa ditangkap. Padahal, saat itu penembak berada di antara gedung-gedung bertingkat tinggi,'' ungkapnya.

Ditanya soal tujuan pelatihan menembak teroris, Wawan menyatakan bisa saja itu bagian dari pola latihan biasa atau pola lain untuk mempertahankan diri, bukannya penyerangan target. ''Mereka bertahan dari serangan saja, tidak akan menyerang,'' katanya. (sof/rdl/jpnn/c5/iro)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu ITU PALING AROGAN, tidak ada yang lebih arogan

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02