WTC dan TAMAN YASMIN (2)

Yasmin congregation conducts Easter sermon clandestinely Lutfi Rakhmawati, The Jakarta Post, Jakarta | Sun, 04/08/2012 2:31 PM Out of fear of harassment from radical groups, around 60 members of the beleaguered GKI Taman Yasmin Protestant church congregation held a clandestine Easter service at one of its member’s houses in Bogor on Sunday. The worshipers, whose church has been sealed by the Bogor administration for more than two years, spread the invitation to the service among church members and a few journalists but withheld the information from the police, who they regard as powerless in safeguarding them. Bona Sigalingging, the church’s spokesman, said that the church-goers took a lesson from last year’s Christmas celebration, where they were disrupted by dozens of hard-liners from the Reform Movement (Garis) and the Muslim Communications Forum (Forkami). “The police were there, but they did not do much to help us. Ever since, we have found no point in telling the police about our activities,” Bona said. Bona said that limiting the information only to worshipers and journalists was the best way to conduct religious activities without interruption or intimidation. “For this Easter service, we just announced the location on Saturday,” he said. Since Bogor Mayor Diani Budiarto suspended the church’s building permit in 2008, the church’s members have moved from one house to another to perform their religious activities. Bona said that some worshipers could not bear the uncertain situation and had decided to move to other churches. “We used to have 600 members who regularly came to our church. Now we have only 70 [active] members,” Bona said. (swd) Kepentingan Politik Ekonomi Tunggangi Anarkisme Agama Kamis, 29 Maret 2012 23:13 WIB JAKARTA--MICOM: Intoleransi agama yang diikuti gerakan anarkis yang terjadi di Indonesia pada dasarnya ditunggangi olehkepentingan politik dan ekonomi, kata pengamat kebebasan agama Albertus Patty. "Indikasi dari adanya kepentingan politik dalam aksi anarkisme berjubah agama bisa dilihat dari eskalasi tindakan intoleran yang biasanya baru muncul menjelang pemilihan umum kepala daerah," kata Albertus dalam "Pengkajian Komunitas Titik Temu" bertema "Konstitusi dan Kemajemukan Agama di Indonesia" di Jakarta, Kamis (29/3). Albertus menegaskan bahwa sudah merupakan rahasia umum bahwa para calon kepala daerah sering mengeksploitasi agama untuk ambisinya meraih kekuasaan. "Isu agama ini dianggap oleh para politisi sangat seksi untuk meraih konstituen," kata dia. Albertus menjelaskan bahwa politisasi agama ini biasanya diikuti oleh kebijakan yang mendiskriminasikan warga negara yang secara kuantitas merupakan kaum minoritas. Sedang pada sisi ekonomi, penunggangan agama untuk kepentingan tersebut ditemukan Albertus pada kasus penyerangan terhadap pembangunan gedung pelatihan di daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Albertus menceritakan bahwa para penyerang itu sebagian besar merupakan kaum muda yang berasal dari strata ekonomi kelas bawah dan bersedia dibayar antara Rp15.000 sampai dengan Rp100.000. "Tentu saja sebelum penyerangan dilakukan mereka sudah diindoktrinasi bahwa tindakan ini adalah sebuah misi suci," kata Albertus. Albertus mengungkapkan bahwa motif utama di balik penyerangan tersebut adalah spekulan tanah yang hendak menguasai daerah di mana gedung pelatihan akan didirikan. Albertus kemudian menyimpulkan bahwa kasus-kasus tindakan anarkis yang menggunakan agama sebagai sumber legitimasi adalah bentuk kerapuhan pilar kebebasan beragama dan berkeyakinan pada level umat atau masyarakat. "Pada level ini, muncul gerakan yang kerap melakukan pelbagai tindakan intoleran dan anarkis seperti intimidasi, penyerangan fisik dan dan penghancuran atas rumah ibadat atau simbol-simbol agama," kata Albertus. Eskalasi gerakan anarkisme agama ini menurut dia sudah berada pada level yang mengkhawatirkan. "Kasus-kasus seperti Cikeuting, Cikeusik, Sampang, Solo, dan Taman Yasmin Bogor menunjukkan tingkat agresivitas yang semakin menghebat," kata dia. Sebagaimana paparan yang dia sampaikan, gerakan-gerakan ini sebenarnya sebagian besar bukan berlatar belakang teologis namun merupakan gerakan politik atau ekonomi. (Ant/OL-2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu ITU PALING AROGAN, tidak ada yang lebih arogan

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02