jangan LENGAH (radikalisme dan kekerasan WAJIB diwaspadai ) (33)
Umar Patek Sebut Nama Para Wijayanto
JUM'AT, 01 APRIL 2011 | 11:04 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemimpin Al Qaidah di Asia Tenggara yang juga warga Indonesia, Para Wijayanto, tengah diburu di Thailand. Perburuan ini dipicu oleh informasi dari CIA, badan intelijen Amerika Serikat, bahwa Para yang mengurus semua dokumen untuk pelarian Umar Patek dari Thailand ke Pakistan.
"CIA mendapat informasi ini dari Umar Patek,” kata Direktur Direktur Lembaga Studi Intelijen dan Keamanan Nasional (Siknal) Dynno Chressbon kepada Tempo pada Rabu 30 Maret 2011 lalu.
Para Wijayanto bukan orang sembarangan. Menurut Dynno, pria itu dikenal sebagai koordinator "Tim Hambali" di Asia Tenggara.
Hambali adalah warga Cianjur, Jawa Barat, dedengkot Al Qaidah yang dicokok di Thailand lalu ditahan di Guantanamo, penjara Amerika Serikat di Teluk Kuba. Ia dituduh terlibat penyerangan terhadap Amerika pada 11 September 2001. Adiknya, Gun Gun, pernah dipenjara karena membantu memasukkan dana dari Al Qaidah ke Indonesia ketika kuliah Pakistan.
Umar Patek ditangkap di Pakistan pada awal Maret lalu. Patek dicokok bersama Istrinya. Pemerintah Indonesia sedang berupaya memulangkan tokoh peledakan bom bali I pada 2002 itu. Aparat Pakistan menyebut Patek datang untuk sebuah acara Al Qaidah dalam memperingati 10 tahun penyerangan terhadap Amerika tadi.
JOBPIE SUGIHARTO
Dibekuk: Umar Patek, Teroris Berbahaya Asia
Sidney Jones: "Kalau benar, maka itu penangkapan yang luar biasa penting."
RABU, 30 MARET 2011, 22:27 WIB Elin Yunita Kristanti, Eko Huda S, Bayu Galih
VIVAnews – Sebuah kabar mengejutkan datang dari Pakistan. Gembong teroris Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab ditangkap aparat keamanan negara itu sejak 2 Maret 2011 lalu. Begitu diungkapkan sumber-sumber intelijen Indonesia dan Filipina.
Kabar ini mengagetkan, sebab Pakistan merupakan wilayah yang selama ini tak disangka-sangka aparat dijadikan tempat persembunyian teroris itu. Selama ini, aparat menduga Patek bersembunyi di suatu tempat di Indonesia atau Filipina Selatan. Penangkapan Patek menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana buron teroris nomor wahid itu bisa lolos melintasi tapal batas sejumlah negara?
Apalagi, di Pakistan, pria campuran Jawa-Arab ini diduga sedang merencanakan aksi teror besar. Bersama sejumlah pentolan jaringan teroris dunia, Al Qaeda, Patek diyakini sedang merencanakan aksi teror untuk memperingati 10 tahun tragedi menara kembar World Trade Centre pada 11 September mendatang.
Di dunia intelijen terorisme, Patek bukan nama sembarangan. Rekam jejaknya di dunia teror terbentang cukup panjang, dari tahun 1980 hingga 1990. Selama itu, dia bersama sekelompok orang dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina bepergian ke Afghanistan dan Pakistan untuk mengikuti berbagai pelatihan tempur.
Saat kembali ke Asia Tenggara, mereka membentuk Jemaah Islamiyah yang dituding berada di belakang serangkaian aksi bom bunuh diri yang menyerang klub malam, restoran, hotel, dan kedutaan di Indonesia--yang menewaskan sedikitnya 260 orang.
Jamestown Foundation, institut kebijakan keamanan nasional yang berbasis di Washington, D.C. bahkan menyebut Patek sebagai salah satu "komandan senior terakhir Jemaah Islamiyah", yang memiliki pengalaman panjang di kamp Al Qaeda di Afganistan.
Sejauh ini, setidaknya empat negara telah menetapkannya sebagai buron: Indonesia, Filipina, Australia, dan Amerika Serikat. Bahkan, Paman Sam menawarkan uang sebesar US$1 juta bagi siapapun yang bisa menangkap Patek--meski besaran hadiah itu masih lebih murah dari kepala Dulmatin yang dihargai US$10 juta.
Perang Maluku
Di Indonesia, sepak terjang pria kelahiran 1970 ini diawali dari konflik Maluku di tahun 2000. Nama Patek menjadi begitu terkenal setelah dia disebut-sebut sebagai salah satu otak aksi teror terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni Bom Bali I tahun 2002. Saat itu, dia diyakini menjadi wakil komandan lapangan. Tugasnya, meracik dan merangkai bom, memantau situasi lapangan, menggambar denah lokasi, serta mencocokkan waktu dan tempat.
Darah tak ayal tumpah di Bali malam itu, 12 Oktober 2002. Sebanyak 202 orang tewas. Yang selamat terluka parah, bahkan cacat seumur hidup.
Setelah melancarkan aksi laknatnya, Patek melarikan diri ke Jakarta, lalu ke Filipina. Di negeri ini, pada 2005 dia membentuk jaringan baru yang terpisah dari kelompoknya di Indonesia. Ia diketahui bersembunyi di Filipina Selatan, menjadi pelatih teroris, bergabung dengan Front Pembebasan Moro, kemudian masuk kelompok Abu Sayyaf. Pada Maret 2010, Patek diyakini berada di Provinsi Sulu di Filipina Selatan.
Sempat tenggelam, nama Patek belakangan kembali jadi pemberitaan. Dia diduga terlibat pendirian kamp teroris di Nangroe Aceh Darussalam. "Menurut fakta-faktanya, dia adalah pelatih di sana juga," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi beberapa waktu lalu.
Di mana diadili
Meski beberapa media menyebut bahwa informasi penangkapan Patek berasal dari intelijen Indonesia, saat dikonfirmasi, Markas Besar Kepolisian mengaku baru tahu berita penangkapan itu dari media.
Polri butuh kepastian. Untuk itulah, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakadst Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ketut Untung Yoga Ana, sebuah tim akan segera diberangkatkan ke Pakistan. Untuk membuktikan benarkah orang yang ditangkap itu adalah Umar Patek, tim akan melakukan Cek fisik. “Yang paling kenal dia (Umar Patek) kan kami," kata Untung Yoga Ana di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2011.
Kapan cek fisik akan dilakukan, belum dipastikan. Menurut Yoga, itu akan dilakukan setelah berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian Luar Negeri. Koordinasi selanjutnya akan dilakukan dengan pemerintah Pakistan.
Soal di mana Patek akan diadili, Mabes Polri menyerahkannya kepada pemerintah Pakistan. "Kalau toh memang yang bersangkutan adalah dia [Umar Patek], kami lihat dulu apakah dia melakukan tindak pidana di negara itu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Anton Bahrul Alam di Mabes Polri, Jakarta. "Yang paling berkompeten kan negara yang bersangkutan itu [Pakistan] di mana kejahatan itu berlangsung. Mereka juga bisa melakukan proses hukum di sana."
Menurut Anton, Polri hanya bisa berkoordinasi dalam rangka penyidikan. Meski demikian, pemerintah Indonesia berharap Patek bisa diseret ke meja hijau di Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski demikian, itu tergantung dari "apa yang dilakukannya di negara lain, kalau dia [Patek] melakukan kejahatan di negara lain, mereka punya hak."
Sebelumnya, teroris Bom Bali I lainnya yang juga warga negara Indonesia, Hambali alias Riduan Isamuddin yang ditangkap di Ayutthaya, Thailand pada 13 Agustus 2003, lalu diciduk pemerintah Amerika Serikat. Dia sempat ditahan di penjara khusus AS di Guantanamo, Kuba, dan diadili di AS. Guantanamo saat ini tinggal sejarah. Presiden AS Barack Obama telah menutupnya.
Mengenai rute pelarian Patek hingga Pakistan, Kepala Badan Reserse dan Kriminal, Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan ada indikasi kuat buron itu berangkat dari Jakarta menggunakan paspor palsu. Dia sempat transit di Bangkok, Thailand, lalu menuju Pakistan.
Tokoh kunci
Berita penangkapan Umar Patek disambut gembira aparat Filipina. Juru bicara militer Filipina Letnan Kolonel Arnulfo Burgos mengakui pihaknya telah mendapatkan informasi penting ini langsung dari otoritas Pakistan.
Juru bicara militer Filipina yang lain, Miguel Jose, mengatakan penahanan Patek adalah pukulan telak bagi Jemaah Islamiyah dan juga Abu Sayyaf. Dua organisasi ini diyakini menjalin aliansi taktis. “Banyak orang menghela nafas lega mendengar dia telah ditangkap,” kata Jose seperti dikabarkan AP, 30 Maret 2011.
Salah satu pemimpin angkatan bersenjata Filipina, Mayor Jenderal Francisco Cruz, melihat penangkapan Patek “membuat ancaman Jemaah Islamiyah di Mindanao berkurang”.
Patek telah lama diburu aparat Filipina. Dia pernah dilaporkan tewas tertembak pada 14 September 2006 di Sulu, Filipina. Namun, informasi itu tak pernah berhasil dikonfirmasi.
Pada 31 Januari 2008, dia kembali dikabarkan terluka dalam sebuah bentrok senjata antara pihak pemberontak dan tentara Filipina di Tawi-Tawi. Saat itu, Dulmatin dan pemimpin Abu Sayyaf, Wahab Opao, diberitakan tewas tertembak.
Namun, belakangan dipastikan Dulmatin tewas di tangan Densus 88 Antiteror dalam sebuah penggerebekan di sebuah warnet di Pamulang, Tangerang, pada 9 Maret 2011.
Yang juga bungah dengan penangkapan Patek adalah Direktur International Crisis Group (ICG) Asia Tenggara, Sidney Jones. Dia melihat ini adalah penangkapan penting karena Patek merupakan tokoh utama di sebuah jaringan teror penting dan luas.
"Kalau benar, maka itu penangkapan yang luar biasa penting. Umar Patek bisa menjelaskan keterkaitan jaringan teror Indonesia dengan jaringan di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata Jones kepada VIVAnews.
Patek, masih kata Jones, adalah juga orang yang bisa menjelaskan strategi jaringan teroris di Indonesia dan Asia Tenggara dalam hubungannya dengan jaringan internasional. Termasuk soal pendanaan dan secanggih apa jaringan itu bekerja. Dia juga bisa memberi informasi apakah ada teroris-teroris Indonesia lain di Pakistan atau Afghanistan.
"Walau kita belum tahu persis bersama kelompok apa dia saat ditangkap di Pakistan, kita mesti mendapat info tambahan sedang apa dia di Pakistan," kata Jones.
Soal hubungan Patek dengan kamp pelatihan teroris di Aceh, Jones mengaku belum tahu. Termasuk, ada tidaknya benang merah sepak terjang dia dengan Abu Bakar Ba'asyir yang saat ini tengah diadili.
Sebelum ini, Jones mengaku pernah mengaku mendapat informasi dari sumber terpercaya bahwa Umar Patek terlihat di Yaman. “Ini sangat berbahaya,” kata Jones kepada Sydney Morning Herald, 2 Maret lalu.“Patek ada di Timur Tengah. Ini akan sangat berbahaya karena ia punya akses lebih luas ke orang Indonesia."
Jones sedang merujuk kepada sekitar 2.000 mahasiswa Indonesia yang kuliah di Yaman. (kd)
• VIVAnews
JUM'AT, 01 APRIL 2011 | 11:04 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemimpin Al Qaidah di Asia Tenggara yang juga warga Indonesia, Para Wijayanto, tengah diburu di Thailand. Perburuan ini dipicu oleh informasi dari CIA, badan intelijen Amerika Serikat, bahwa Para yang mengurus semua dokumen untuk pelarian Umar Patek dari Thailand ke Pakistan.
"CIA mendapat informasi ini dari Umar Patek,” kata Direktur Direktur Lembaga Studi Intelijen dan Keamanan Nasional (Siknal) Dynno Chressbon kepada Tempo pada Rabu 30 Maret 2011 lalu.
Para Wijayanto bukan orang sembarangan. Menurut Dynno, pria itu dikenal sebagai koordinator "Tim Hambali" di Asia Tenggara.
Hambali adalah warga Cianjur, Jawa Barat, dedengkot Al Qaidah yang dicokok di Thailand lalu ditahan di Guantanamo, penjara Amerika Serikat di Teluk Kuba. Ia dituduh terlibat penyerangan terhadap Amerika pada 11 September 2001. Adiknya, Gun Gun, pernah dipenjara karena membantu memasukkan dana dari Al Qaidah ke Indonesia ketika kuliah Pakistan.
Umar Patek ditangkap di Pakistan pada awal Maret lalu. Patek dicokok bersama Istrinya. Pemerintah Indonesia sedang berupaya memulangkan tokoh peledakan bom bali I pada 2002 itu. Aparat Pakistan menyebut Patek datang untuk sebuah acara Al Qaidah dalam memperingati 10 tahun penyerangan terhadap Amerika tadi.
JOBPIE SUGIHARTO
Dibekuk: Umar Patek, Teroris Berbahaya Asia
Sidney Jones: "Kalau benar, maka itu penangkapan yang luar biasa penting."
RABU, 30 MARET 2011, 22:27 WIB Elin Yunita Kristanti, Eko Huda S, Bayu Galih
VIVAnews – Sebuah kabar mengejutkan datang dari Pakistan. Gembong teroris Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab ditangkap aparat keamanan negara itu sejak 2 Maret 2011 lalu. Begitu diungkapkan sumber-sumber intelijen Indonesia dan Filipina.
Kabar ini mengagetkan, sebab Pakistan merupakan wilayah yang selama ini tak disangka-sangka aparat dijadikan tempat persembunyian teroris itu. Selama ini, aparat menduga Patek bersembunyi di suatu tempat di Indonesia atau Filipina Selatan. Penangkapan Patek menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana buron teroris nomor wahid itu bisa lolos melintasi tapal batas sejumlah negara?
Apalagi, di Pakistan, pria campuran Jawa-Arab ini diduga sedang merencanakan aksi teror besar. Bersama sejumlah pentolan jaringan teroris dunia, Al Qaeda, Patek diyakini sedang merencanakan aksi teror untuk memperingati 10 tahun tragedi menara kembar World Trade Centre pada 11 September mendatang.
Di dunia intelijen terorisme, Patek bukan nama sembarangan. Rekam jejaknya di dunia teror terbentang cukup panjang, dari tahun 1980 hingga 1990. Selama itu, dia bersama sekelompok orang dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina bepergian ke Afghanistan dan Pakistan untuk mengikuti berbagai pelatihan tempur.
Saat kembali ke Asia Tenggara, mereka membentuk Jemaah Islamiyah yang dituding berada di belakang serangkaian aksi bom bunuh diri yang menyerang klub malam, restoran, hotel, dan kedutaan di Indonesia--yang menewaskan sedikitnya 260 orang.
Jamestown Foundation, institut kebijakan keamanan nasional yang berbasis di Washington, D.C. bahkan menyebut Patek sebagai salah satu "komandan senior terakhir Jemaah Islamiyah", yang memiliki pengalaman panjang di kamp Al Qaeda di Afganistan.
Sejauh ini, setidaknya empat negara telah menetapkannya sebagai buron: Indonesia, Filipina, Australia, dan Amerika Serikat. Bahkan, Paman Sam menawarkan uang sebesar US$1 juta bagi siapapun yang bisa menangkap Patek--meski besaran hadiah itu masih lebih murah dari kepala Dulmatin yang dihargai US$10 juta.
Perang Maluku
Di Indonesia, sepak terjang pria kelahiran 1970 ini diawali dari konflik Maluku di tahun 2000. Nama Patek menjadi begitu terkenal setelah dia disebut-sebut sebagai salah satu otak aksi teror terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni Bom Bali I tahun 2002. Saat itu, dia diyakini menjadi wakil komandan lapangan. Tugasnya, meracik dan merangkai bom, memantau situasi lapangan, menggambar denah lokasi, serta mencocokkan waktu dan tempat.
Darah tak ayal tumpah di Bali malam itu, 12 Oktober 2002. Sebanyak 202 orang tewas. Yang selamat terluka parah, bahkan cacat seumur hidup.
Setelah melancarkan aksi laknatnya, Patek melarikan diri ke Jakarta, lalu ke Filipina. Di negeri ini, pada 2005 dia membentuk jaringan baru yang terpisah dari kelompoknya di Indonesia. Ia diketahui bersembunyi di Filipina Selatan, menjadi pelatih teroris, bergabung dengan Front Pembebasan Moro, kemudian masuk kelompok Abu Sayyaf. Pada Maret 2010, Patek diyakini berada di Provinsi Sulu di Filipina Selatan.
Sempat tenggelam, nama Patek belakangan kembali jadi pemberitaan. Dia diduga terlibat pendirian kamp teroris di Nangroe Aceh Darussalam. "Menurut fakta-faktanya, dia adalah pelatih di sana juga," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi beberapa waktu lalu.
Di mana diadili
Meski beberapa media menyebut bahwa informasi penangkapan Patek berasal dari intelijen Indonesia, saat dikonfirmasi, Markas Besar Kepolisian mengaku baru tahu berita penangkapan itu dari media.
Polri butuh kepastian. Untuk itulah, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakadst Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ketut Untung Yoga Ana, sebuah tim akan segera diberangkatkan ke Pakistan. Untuk membuktikan benarkah orang yang ditangkap itu adalah Umar Patek, tim akan melakukan Cek fisik. “Yang paling kenal dia (Umar Patek) kan kami," kata Untung Yoga Ana di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2011.
Kapan cek fisik akan dilakukan, belum dipastikan. Menurut Yoga, itu akan dilakukan setelah berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian Luar Negeri. Koordinasi selanjutnya akan dilakukan dengan pemerintah Pakistan.
Soal di mana Patek akan diadili, Mabes Polri menyerahkannya kepada pemerintah Pakistan. "Kalau toh memang yang bersangkutan adalah dia [Umar Patek], kami lihat dulu apakah dia melakukan tindak pidana di negara itu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Anton Bahrul Alam di Mabes Polri, Jakarta. "Yang paling berkompeten kan negara yang bersangkutan itu [Pakistan] di mana kejahatan itu berlangsung. Mereka juga bisa melakukan proses hukum di sana."
Menurut Anton, Polri hanya bisa berkoordinasi dalam rangka penyidikan. Meski demikian, pemerintah Indonesia berharap Patek bisa diseret ke meja hijau di Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski demikian, itu tergantung dari "apa yang dilakukannya di negara lain, kalau dia [Patek] melakukan kejahatan di negara lain, mereka punya hak."
Sebelumnya, teroris Bom Bali I lainnya yang juga warga negara Indonesia, Hambali alias Riduan Isamuddin yang ditangkap di Ayutthaya, Thailand pada 13 Agustus 2003, lalu diciduk pemerintah Amerika Serikat. Dia sempat ditahan di penjara khusus AS di Guantanamo, Kuba, dan diadili di AS. Guantanamo saat ini tinggal sejarah. Presiden AS Barack Obama telah menutupnya.
Mengenai rute pelarian Patek hingga Pakistan, Kepala Badan Reserse dan Kriminal, Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan ada indikasi kuat buron itu berangkat dari Jakarta menggunakan paspor palsu. Dia sempat transit di Bangkok, Thailand, lalu menuju Pakistan.
Tokoh kunci
Berita penangkapan Umar Patek disambut gembira aparat Filipina. Juru bicara militer Filipina Letnan Kolonel Arnulfo Burgos mengakui pihaknya telah mendapatkan informasi penting ini langsung dari otoritas Pakistan.
Juru bicara militer Filipina yang lain, Miguel Jose, mengatakan penahanan Patek adalah pukulan telak bagi Jemaah Islamiyah dan juga Abu Sayyaf. Dua organisasi ini diyakini menjalin aliansi taktis. “Banyak orang menghela nafas lega mendengar dia telah ditangkap,” kata Jose seperti dikabarkan AP, 30 Maret 2011.
Salah satu pemimpin angkatan bersenjata Filipina, Mayor Jenderal Francisco Cruz, melihat penangkapan Patek “membuat ancaman Jemaah Islamiyah di Mindanao berkurang”.
Patek telah lama diburu aparat Filipina. Dia pernah dilaporkan tewas tertembak pada 14 September 2006 di Sulu, Filipina. Namun, informasi itu tak pernah berhasil dikonfirmasi.
Pada 31 Januari 2008, dia kembali dikabarkan terluka dalam sebuah bentrok senjata antara pihak pemberontak dan tentara Filipina di Tawi-Tawi. Saat itu, Dulmatin dan pemimpin Abu Sayyaf, Wahab Opao, diberitakan tewas tertembak.
Namun, belakangan dipastikan Dulmatin tewas di tangan Densus 88 Antiteror dalam sebuah penggerebekan di sebuah warnet di Pamulang, Tangerang, pada 9 Maret 2011.
Yang juga bungah dengan penangkapan Patek adalah Direktur International Crisis Group (ICG) Asia Tenggara, Sidney Jones. Dia melihat ini adalah penangkapan penting karena Patek merupakan tokoh utama di sebuah jaringan teror penting dan luas.
"Kalau benar, maka itu penangkapan yang luar biasa penting. Umar Patek bisa menjelaskan keterkaitan jaringan teror Indonesia dengan jaringan di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata Jones kepada VIVAnews.
Patek, masih kata Jones, adalah juga orang yang bisa menjelaskan strategi jaringan teroris di Indonesia dan Asia Tenggara dalam hubungannya dengan jaringan internasional. Termasuk soal pendanaan dan secanggih apa jaringan itu bekerja. Dia juga bisa memberi informasi apakah ada teroris-teroris Indonesia lain di Pakistan atau Afghanistan.
"Walau kita belum tahu persis bersama kelompok apa dia saat ditangkap di Pakistan, kita mesti mendapat info tambahan sedang apa dia di Pakistan," kata Jones.
Soal hubungan Patek dengan kamp pelatihan teroris di Aceh, Jones mengaku belum tahu. Termasuk, ada tidaknya benang merah sepak terjang dia dengan Abu Bakar Ba'asyir yang saat ini tengah diadili.
Sebelum ini, Jones mengaku pernah mengaku mendapat informasi dari sumber terpercaya bahwa Umar Patek terlihat di Yaman. “Ini sangat berbahaya,” kata Jones kepada Sydney Morning Herald, 2 Maret lalu.“Patek ada di Timur Tengah. Ini akan sangat berbahaya karena ia punya akses lebih luas ke orang Indonesia."
Jones sedang merujuk kepada sekitar 2.000 mahasiswa Indonesia yang kuliah di Yaman. (kd)
• VIVAnews
Komentar
Posting Komentar