jangan lengah (radikalisme dan kekerasan WAJIB diwaspadai) (100)
Minggu, 20/03/2011 16:54 WIB
HTI: Serampangan Tuduh Islam Radikal di Balik Paket Bom
Adi Lazuardi - detikNews
Jakarta - Maraknya paket bom satu minggu ini membuat praduga mengarah kepada jaringan teroris yang identik dengan kelompok Islam radikal. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menegaskan tuduhan yang mengarah pada Islam radikal itu serampangan.
"Saya kira tuduhan ini sangat serampangan. Karena sampai sekarang, tidak ada bukti apapun kecuali ada barang, ada paket lalu ada bom yang beberapa itu memang terbukti. Tapi beberapa lainnya juga tidak terbukti bom. Tapi mengapa kok buru-buru dialamatkan kepada apa yang disebut Islam radikal," ujar juru bicara HTI Ismail Yusanto ketika ditanya tentang praduga Islam radikal di balik maraknya paket bom.
Hal tersebut disampaikan Ismail di sela-sela diskusi HTI di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (20/3/2011).
"Jadi sekali lagi, ini tuduhan yang sangat serampangan, mestinya pemerintah melalui intelijen dan polisi-polisi itu betul-betul segera meneliti atau siapa ini pengirimnya," jelas dia.
Ismail menambahkan, sangat tidak elok jika sedikit-sedikit ada peristiwa paket bom, praduga selalu diarahkan pada kelompok Islam.
"Sebab kalau diberlakukan maka bisa saja orang juga menuduh bahwa ini sebenarnya dibikin sama pemerintah sendiri untuk menutupi kasus-kasus yang ada misalnya, tudingan dari WikiLeaks, kasus rekening gendut polisi dan sebagainya. Itu sampai sekarang tidak ada tindak lanjut apa-apa," tegas dia.
"Itu menurut saya kepolisian segera ungkap siapa pelakunya. Dan itu akan menghentikan seluruh spekulasi. Lagi pula apa kepentingannya kelompok garis keras itu menebarkan bom semacam itu, dari sisi sasarannya juga tidak jelas kan?" jelasnya.
(nwk/fay)
Gegana Jangan Main Ledakkan Paket Misterius
Muhammad Saifullah - Okezone
Minggu, 20 Maret 2011 09:43 wib
JAKARTA - Kebijakan tim gegana langsung meledakkan paket mencurigakan di beberapa tempat menuai kritik. Tidak semestinya mereka gegabah dan langsung meledakkan paket tersebut.
“Sebelum diledakkan, ada baiknya dideteksi dulu, sidik jarinya diidentifikasi kemudian dicari karwakter dari bom itu,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada okezone di Jakarta, Minggu (20/3/2011).
Pendapat serupa juga disampaikan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar. Kebijakan tim gegana meledakkan paket yang belum tentu mengandung bahan peledak hanya akan membuat publik semakin takut. Apalagi peledakan paket dilakukan di tempat terbuka dan bisa diekspos media.
“Protapnya memang harus diatasi, tapi kalau ditampilkan di media itu tidak ada, hal yang seperti ini disebarluaskan kan malah membuat orang jadi takut,” ungkapnya.
Bambang berharap agar aparat juga memperhatikan psikologi publik. Yaitu dengan cara memfilter informasi tertentu yang belum perlu disampaikan.
“Tidak perlu show, karena ini akan memberikan efek ke masyarkat. Itu kan jadi question tag? Kalau ada peristiwa yang mengerikan harus dijaga, jangan sampai di cover secara telanjang,” tandasnya.
(ful)
Minggu, 20/03/2011 10:59 WIB
Pelaku Bom Buku Diduga Jaringan Cimanggis Depok
Chazizah Gusnita - detikNews
Jakarta - Masih ingat dengan 9 tersangka peledakan bom di Cimanggis, Depok tahun 2004 silam? 9 Tersangka ini masih punya jaringan di luar. Jaringan Cimanggis inilah diduga menjadi otak teror bom buku yang dalam seminggu ini telah meresahkan masyarakat.
"Dulu tahun 2004 ada bom di rumah salah satu kontrakan di Cimanggis, Depok. Nah orang-orangnya itu ditangkap. Ya jaringannya mereka itu," kata mantan kombatan Afghanistan Farihin saat dihubungi detikcom, Minggu (20/3/2011).
Farihin mengatakan, memang jaringan ini merakit beberapa jenis bom yakni bom baterai, bom termos, bom mainan, dan bom buku. "Metodenya itu sama. Kalau ditarik ada rangkaiannya," ujarnya.
Darimana bisa diketahui kalau pelaku bom buku adalah jaringan Cimanggis? Menurut Farihin, hal itu bisa dilihat dari motif dan jenis bomnya. Motif jaringan ini hanya sekedar menyebarkan teror saja. Sedangkan jenis bomnya yakni bom buku memang jenis bom yang masuk dalam rakitan mereka.
"Ya menebar teror saja. Ternyata ditanggapi, ya sudah senang mereka. Bomnya juga bom buku itu yang mereka rakit juga," ungkapnya.
Sebelumnya 9 tersangka ini kemudian diadili dan divonis 7 tahun penjara. 9 orang ini merupakan murid dari Ustad Haji Oman Rochman alias Aman Abdurachman bin Ade Sudarma (32), yang juga sudah ditangkap dan dibui di LP Sukamiskin.
Oman juga divonis Pengadilan Cibinong selama 7 tahun penjara pada 2 Mei 2005. Oman dengan orang-orang pengajiannya melakukan latihan-latihan fisik dan mengadakan pelatihan merakit bom serta pelatihan bongkar pasang senjata api jenis FN.
(gus/fay)
Irjen Mbai: Polisi Sudah Tahu Penerornya
Penulis: Icha Rastika | Editor: yuli
Sabtu, 19 Maret 2011 | 16:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai akhirnya mengeluarkan juga pernyataan soal kelompok yang dicurigai sebagai pelaku serangkaian teror belakangan ini.
Bisa Jemaah Islamiyah, Negara Islam Indonesia, ada Mujahidin Kompak, dan banyak lagi. Soal nama tidak terlalu penting. Yang penting itu terorisme bersumber ideologi radikal.
Menurut dia, kepolisian sudah membaca pelaku adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki pemahaman serupa dengan pengebom lainnya yang mulai muncul sejak 1998.
”Ini memang ada jaringan lama. Indikasinya lihat jenis bom dan metode mereka buat bom. Lihat tujuan dari bukti yang dikirimkan itu, persis kaitan dari tujuan mereka,” katanya seusai menghadiri diskusi bertajuk ”Setelah Bom Buku Terbitlah Isu” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/3/2011).
Menurut Mbai, aksi teror dengan modus berupa pengiriman paket tersebut pernah terjadi di Poso pada 2006. ”Persis seperti itu, tapi kemasannya beda. Sekarang buku. Kalau dulu senter yang diletakkan di depan pintu, dipencet meledak,” ujarnya.
Pelakunya, menurut Mbai, merupakan pecahan dari kelompok aksi teror Bom Bali I. ”Setelah ditangkap, mereka terpencar ke banyak kelompok, orang-orangnya (yang lain) bisa saja baru direkrut,” ucap Mbai.
Hanya saja, cara pelaku menimbulkan kepanikan masyarakat kali ini berbeda. Sekarang pola aksi teror lebih ditujukan pada perorangan seperti bom paket buku buat aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla.
Meskipun demikian, lanjut Mbai, masih terlihat benang merah yang menunjukkan peneror bom buku adalah pemain lama.
”Targetnya masih orang-orang yang dikategorikan musuh. Siapa? Yang tidak sependapat dengan mereka. Orang-orang yang dianggap menghambat tujuan mereka, Barat, Yahudi, dan yang dianggap kolabolator Barat. Jadi tidak jauh, secara dasar tidak berubah,” tutur Mbai.
Bahkan, kata Mbai, pihak kepolisian pun menjadi sasaran mereka. ”Polisi itu thogut (setan), termasuk pemerintah juga musuh bagi mereka. Pemerintah itu bagi mereka kafir,” ujarnya.
Soal nama kelompok pelaku teror, kata Mbai, bukan persoalan penting. Meskipun tiap kelompok menamakan dirinya berbeda-beda, pada suatu titik kelompok-kelompok yang berideologi sama tersebut dapat bersatu dalam aksi.
”Bisa Jamaah Islamiyah (JI), Negara Islam Indonesia (NII), ada Mujahidin Kompak, dan banyak lagi. Soal nama tidak terlalu penting. Yang penting itu terorisme bersumber ideologi radikal,” ujarnya.
Sebelumnya, saat diskusi di tempat yang sama, Mbai terkesan hati-hati soal arah bidikan polisi. Ia justru mengingatkan bahwa para peneror tidak hanya ingin menunjukkan kelemahan pemerintah.
Mereka, katanya, juga sengaja menimbulkan konflik horizontal antarwarga. Mereka membuat terjadinya saling tuding dan saling tuduh dalam masyarakat. ”Nah, ini sudah hampir tercapai tujuan kedua,” katanya.
HTI: Serampangan Tuduh Islam Radikal di Balik Paket Bom
Adi Lazuardi - detikNews
Jakarta - Maraknya paket bom satu minggu ini membuat praduga mengarah kepada jaringan teroris yang identik dengan kelompok Islam radikal. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menegaskan tuduhan yang mengarah pada Islam radikal itu serampangan.
"Saya kira tuduhan ini sangat serampangan. Karena sampai sekarang, tidak ada bukti apapun kecuali ada barang, ada paket lalu ada bom yang beberapa itu memang terbukti. Tapi beberapa lainnya juga tidak terbukti bom. Tapi mengapa kok buru-buru dialamatkan kepada apa yang disebut Islam radikal," ujar juru bicara HTI Ismail Yusanto ketika ditanya tentang praduga Islam radikal di balik maraknya paket bom.
Hal tersebut disampaikan Ismail di sela-sela diskusi HTI di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (20/3/2011).
"Jadi sekali lagi, ini tuduhan yang sangat serampangan, mestinya pemerintah melalui intelijen dan polisi-polisi itu betul-betul segera meneliti atau siapa ini pengirimnya," jelas dia.
Ismail menambahkan, sangat tidak elok jika sedikit-sedikit ada peristiwa paket bom, praduga selalu diarahkan pada kelompok Islam.
"Sebab kalau diberlakukan maka bisa saja orang juga menuduh bahwa ini sebenarnya dibikin sama pemerintah sendiri untuk menutupi kasus-kasus yang ada misalnya, tudingan dari WikiLeaks, kasus rekening gendut polisi dan sebagainya. Itu sampai sekarang tidak ada tindak lanjut apa-apa," tegas dia.
"Itu menurut saya kepolisian segera ungkap siapa pelakunya. Dan itu akan menghentikan seluruh spekulasi. Lagi pula apa kepentingannya kelompok garis keras itu menebarkan bom semacam itu, dari sisi sasarannya juga tidak jelas kan?" jelasnya.
(nwk/fay)
Gegana Jangan Main Ledakkan Paket Misterius
Muhammad Saifullah - Okezone
Minggu, 20 Maret 2011 09:43 wib
JAKARTA - Kebijakan tim gegana langsung meledakkan paket mencurigakan di beberapa tempat menuai kritik. Tidak semestinya mereka gegabah dan langsung meledakkan paket tersebut.
“Sebelum diledakkan, ada baiknya dideteksi dulu, sidik jarinya diidentifikasi kemudian dicari karwakter dari bom itu,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada okezone di Jakarta, Minggu (20/3/2011).
Pendapat serupa juga disampaikan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar. Kebijakan tim gegana meledakkan paket yang belum tentu mengandung bahan peledak hanya akan membuat publik semakin takut. Apalagi peledakan paket dilakukan di tempat terbuka dan bisa diekspos media.
“Protapnya memang harus diatasi, tapi kalau ditampilkan di media itu tidak ada, hal yang seperti ini disebarluaskan kan malah membuat orang jadi takut,” ungkapnya.
Bambang berharap agar aparat juga memperhatikan psikologi publik. Yaitu dengan cara memfilter informasi tertentu yang belum perlu disampaikan.
“Tidak perlu show, karena ini akan memberikan efek ke masyarkat. Itu kan jadi question tag? Kalau ada peristiwa yang mengerikan harus dijaga, jangan sampai di cover secara telanjang,” tandasnya.
(ful)
Minggu, 20/03/2011 10:59 WIB
Pelaku Bom Buku Diduga Jaringan Cimanggis Depok
Chazizah Gusnita - detikNews
Jakarta - Masih ingat dengan 9 tersangka peledakan bom di Cimanggis, Depok tahun 2004 silam? 9 Tersangka ini masih punya jaringan di luar. Jaringan Cimanggis inilah diduga menjadi otak teror bom buku yang dalam seminggu ini telah meresahkan masyarakat.
"Dulu tahun 2004 ada bom di rumah salah satu kontrakan di Cimanggis, Depok. Nah orang-orangnya itu ditangkap. Ya jaringannya mereka itu," kata mantan kombatan Afghanistan Farihin saat dihubungi detikcom, Minggu (20/3/2011).
Farihin mengatakan, memang jaringan ini merakit beberapa jenis bom yakni bom baterai, bom termos, bom mainan, dan bom buku. "Metodenya itu sama. Kalau ditarik ada rangkaiannya," ujarnya.
Darimana bisa diketahui kalau pelaku bom buku adalah jaringan Cimanggis? Menurut Farihin, hal itu bisa dilihat dari motif dan jenis bomnya. Motif jaringan ini hanya sekedar menyebarkan teror saja. Sedangkan jenis bomnya yakni bom buku memang jenis bom yang masuk dalam rakitan mereka.
"Ya menebar teror saja. Ternyata ditanggapi, ya sudah senang mereka. Bomnya juga bom buku itu yang mereka rakit juga," ungkapnya.
Sebelumnya 9 tersangka ini kemudian diadili dan divonis 7 tahun penjara. 9 orang ini merupakan murid dari Ustad Haji Oman Rochman alias Aman Abdurachman bin Ade Sudarma (32), yang juga sudah ditangkap dan dibui di LP Sukamiskin.
Oman juga divonis Pengadilan Cibinong selama 7 tahun penjara pada 2 Mei 2005. Oman dengan orang-orang pengajiannya melakukan latihan-latihan fisik dan mengadakan pelatihan merakit bom serta pelatihan bongkar pasang senjata api jenis FN.
(gus/fay)
Irjen Mbai: Polisi Sudah Tahu Penerornya
Penulis: Icha Rastika | Editor: yuli
Sabtu, 19 Maret 2011 | 16:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai akhirnya mengeluarkan juga pernyataan soal kelompok yang dicurigai sebagai pelaku serangkaian teror belakangan ini.
Bisa Jemaah Islamiyah, Negara Islam Indonesia, ada Mujahidin Kompak, dan banyak lagi. Soal nama tidak terlalu penting. Yang penting itu terorisme bersumber ideologi radikal.
Menurut dia, kepolisian sudah membaca pelaku adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki pemahaman serupa dengan pengebom lainnya yang mulai muncul sejak 1998.
”Ini memang ada jaringan lama. Indikasinya lihat jenis bom dan metode mereka buat bom. Lihat tujuan dari bukti yang dikirimkan itu, persis kaitan dari tujuan mereka,” katanya seusai menghadiri diskusi bertajuk ”Setelah Bom Buku Terbitlah Isu” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/3/2011).
Menurut Mbai, aksi teror dengan modus berupa pengiriman paket tersebut pernah terjadi di Poso pada 2006. ”Persis seperti itu, tapi kemasannya beda. Sekarang buku. Kalau dulu senter yang diletakkan di depan pintu, dipencet meledak,” ujarnya.
Pelakunya, menurut Mbai, merupakan pecahan dari kelompok aksi teror Bom Bali I. ”Setelah ditangkap, mereka terpencar ke banyak kelompok, orang-orangnya (yang lain) bisa saja baru direkrut,” ucap Mbai.
Hanya saja, cara pelaku menimbulkan kepanikan masyarakat kali ini berbeda. Sekarang pola aksi teror lebih ditujukan pada perorangan seperti bom paket buku buat aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla.
Meskipun demikian, lanjut Mbai, masih terlihat benang merah yang menunjukkan peneror bom buku adalah pemain lama.
”Targetnya masih orang-orang yang dikategorikan musuh. Siapa? Yang tidak sependapat dengan mereka. Orang-orang yang dianggap menghambat tujuan mereka, Barat, Yahudi, dan yang dianggap kolabolator Barat. Jadi tidak jauh, secara dasar tidak berubah,” tutur Mbai.
Bahkan, kata Mbai, pihak kepolisian pun menjadi sasaran mereka. ”Polisi itu thogut (setan), termasuk pemerintah juga musuh bagi mereka. Pemerintah itu bagi mereka kafir,” ujarnya.
Soal nama kelompok pelaku teror, kata Mbai, bukan persoalan penting. Meskipun tiap kelompok menamakan dirinya berbeda-beda, pada suatu titik kelompok-kelompok yang berideologi sama tersebut dapat bersatu dalam aksi.
”Bisa Jamaah Islamiyah (JI), Negara Islam Indonesia (NII), ada Mujahidin Kompak, dan banyak lagi. Soal nama tidak terlalu penting. Yang penting itu terorisme bersumber ideologi radikal,” ujarnya.
Sebelumnya, saat diskusi di tempat yang sama, Mbai terkesan hati-hati soal arah bidikan polisi. Ia justru mengingatkan bahwa para peneror tidak hanya ingin menunjukkan kelemahan pemerintah.
Mereka, katanya, juga sengaja menimbulkan konflik horizontal antarwarga. Mereka membuat terjadinya saling tuding dan saling tuduh dalam masyarakat. ”Nah, ini sudah hampir tercapai tujuan kedua,” katanya.
Komentar
Posting Komentar