penggerebekan saat riuh nazril irham

Rabu, 23/06/2010 21:37 WIB
Penggerebekan Teroris di Klaten
Polisi Tangkap Abdullah Sunata, Sogir dan Agus Mahmudi
Ramadhian Fadillah - detikNews

Jakarta - Polisi menembak mati 1 orang teroris dan menangkap 3 orang lainnya dalam penggerebekan di Klaten. Salah satu yang ditangkap adalah Abdullah Sunata. Pria ini diduga salah satu pimpinan jaringan Pamulang-Aceh.

Informasi yang dikumpulkan detikcom Rabu (23/6/2010), dari pihak kepolisian, pria yang tewas dalam penyergapan sore tadi adalah Yuli Karsono. Pria ini disebut-sebut terlibat dalam penembakkan polisi di Purworejo, beberapa waktu lalu.

Seorang lagi yang ditangkap bernama Sogir. Pria ini adalah residivis bom Kedubes Australia, dan pernah belajar ke Dr Azahari.

Sedangkan yang terakhir bernama Agus Mahmudi. Belum diketahu data tentang pria ini.
(rdf/asp)
Abdullah Sonata, Mujahiddin Freelance Yang Berpengaruh
RABU, 23 JUNI 2010 | 20:26 WIB
Besar Kecil Normal
Abdullah Sonata. TEMPO/Yosep Arkian

TEMPO Interaktif, Jakarta - Densus 88 sore tadi kembali menggerebek sejumlah orang yang diduga teroris di Dusun Cungkrungan, Desa Blang Wetan, Kecamatan Klaten Utara, Jawa Tengah. Dari penggerebekan itu satu orang tewas dan dua luka. Dari tiga orang itu salah satunya diduga adalah Abdullah Sonata. Siapakah Abdullah Sonata? Abdullah Sonata pernah diringkus polisi pada Juli 2005 saat ia menunggui istri tercintanya yang hendak melahirkan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

Naas, saat itu polisi langsung meringkus Sonata. Ia langsung digelandang ke ruang tahanan Polda Metro Jaya.

Saat itu ia dituduh menyembunyikan informasi mengenai Noordin M. Top dan menyimpan dua pucuk senjata api. Noordin M. Top dan Dr Azahari adalah dua tersangka nomor wahid pelbagai kasus pengeboman di Tanah Air.

Belum cukup. Sonata juga dituding melakukan pengiriman para pemuda ke Filipina untuk pelatihan militer atas pesanan Umar Patek alias Daud. "Sonata memang mengakui telah mengirimkan orang-orangnya berlatih militer ke Filipina," kata Muanas dari Tim Pengacara Muslim. Sonata sendiri, dia melanjutkan, tak pernah menyetujui aksi bom bunuh diri.

Siapakah Sonata? Polisi membawa warga Cipayung, Jakarta Timur, itu ke Bali untuk mengenali tiga pelaku bom bunuh diri yang beraksi pada awal Oktober lalu. Hanya saja Muanas memastikan bahwa Sonata menyatakan tak mengenal tiga orang tersebut.

Dari berkas pemeriksaan, terlihat satu-satunya yang menghubungkan keduanya hanyalah dua nama, yakni Umar Patek dan Dul Matin. Kedua "veteran" Bom Bali I yang kini berada di Filipina itu pernah meminta Sonata mengirim pemuda guna dilatih kemiliteran di sana. Kepada dua orang itu pula Sonata mengirimkan sejumlah uang dan handycam.

Sonata juga diketahui pernah berhubungan dengan Noordin M. Top, tapi tak lama. Ia memilih segera memutuskan hubungan sebab Sonata tak setuju dengan aksi bom bunuh diri yang selama ini dirancang Noordin dan Azahari.

Menurut kalangan eks aktivis JI yang ditemui Tempo, Sonata memang tak pernah jadi anggota kelompok itu. Namun, dalam berbagai operasi, Sonata diketahui menjalin hubungan dengan orang-orang eks JI. "Hubungan itu berdasarkan kontak pribadi, namun tidak secara organisatoris," katanya. Ia dikategorikan dalam mujahiddin freelance.

Sonata tampaknya figur yang berpengaruh di kalangan mujahid tak terikat itu. Terbukti dalam kisaran lima tahun dia sudah berhasil membangun kelompok sendiri. Jalur yang dia gunakan adalah dengan merekrut anak muda yang pernah menceburkan diri dalam konflik horizontal di Ambon dan Poso.

Dalam dokumen pemeriksaan terungkap bahwa kebanyakan anak muda itu dikirim ke wilayah konflik oleh sebuah organisasi penanggulangan krisis yang berbasis di Solo, Jawa Tengah.

Sonata adalah perwakilan organisasi tersebut yang beroperasi di Ambon. Sepanjang 1999 hingga 2004, dia bolak-balik Jakarta-Solo-Ambon untuk melakukan kegiatan sosial-kemanusiaan di sana. Ia aktif di organisasi itu menyambut ajakan tokoh yang dikenal sebagai Aris Munandar (Abu Miqdat).

Di sepanjang era itulah dia berhasil merekrut, antara lain, Muhammad Yusuf Faiz, Purnama Putra (Ipung), Iqbal Husiani (Ramli), dan Dhany Candra (Yusuf). Dengan beberapa dari mereka, Sonata sudah menjalin pertemanan sejak sebelum era konflik di Ambon. Ramli, misalnya, sudah didekatinya sejak ia memberikan pengajian di sebuah masjid kawasan Cipayung pada 2001.

Beberapa nama lain, seperti Ipung, dikenalnya di Solo ketika dia mengunjungi kantor organisasi yang dipimpin Aris Munandar pada 1999. Dengan Aris yang jebolan UGM dia semakin dekat terutama ketika berangkat ke Ambon pada 2002. Ipung sendiri bergabung dengan Aris Munandar sejak 1999 dengan mengikuti pengajiannya setiap Kamis. Hal serupa terjadi pada Faiz yang dikenalnya sejak 2002 di Solo. Mereka juga semakin dekat ketika menggelar kegiatan kemanusiaan di Ambon pada 2002

Adapun Dhany Chandra sudah dikenalnya sejak di Ambon pada 1999. Saat itu Dhany ke Ambon atas perintah Aris Munandar dengan membawa bantuan sosial dan kemanusiaan. Sebelumnya, Dhany sudah belajar ilmu agama pada Aris sejak 1999.

Dalam berkas pemeriksaan disebutkan bahwa kebijakan resmi organisasi adalah melakukan kegiatan kemanusiaan dengan membantu kaum muslimin Ambon. Apabila ada yang menceburkan diri langsung ikut dalam pertempuran, hal itu di luar garis organisasi.

Garis di luar organisasi itulah tampaknya yang kemudian dilakoni Sonata dengan memerintahkan anggotanya berlatih militer. Ipung dimintanya berlatih di Pulau Buru dengan instruktur Zubair (nama samaran Dr Azahari) dan Aiman (Noordin M. Top). Sedangkan Ramli diperintahkan berlatih di Pulau Seram. Salah satu materi pelatihan adalah membuat rangkaian bom.

Ketika periode Ambon berakhir, kontak antarpersonel tersebut masih terjalin, meski organisasi yang dipimpin Aris sudah bubar pada 2002. Sejak itu pula keberadaan Aris tak diketahui sama sekali. Konfirmasi kepadanya tak bisa dilakukan. Walau demikian, Sonata tetap menjadi figur yang disegani dalam kelompok ini.

Sonata juga mengirim beberapa pemuda ke Filipina untuk pelatihan militer dan bergabung pada Moro Islamic Liberation Front (MILF), gerakan bersenjata menentang pemerintah Filipina di Mindanao Selatan. Berkaitan dengan program inilah Faiz kemudian tertangkap di Zamboanga, Desember 2004. Sebenarnya, ini kedatangan Faiz yang kedua, karena pada 2003 ia sudah pernah bergabung dengan MILF bersama 15 orang lainnya asal Indonesia-dua di antaranya adalah Umar Patek dan Dul Matin.

Kepada polisi, Sonata mengaku mengirimkan 10 kader ke Filipina atas permintaan Umar Patek. Pengakuan itu diungkapkan asisten juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Saut Usman Nasution, kepada wartawan, dua bulan silam.

Kelompok Sonata kemudian benar-benar rubuh ketika polisi mengendus aksi mereka pada Desember 2004. Ketika itu polisi berhasil menangkap Dhany Chandra yang menyimpan empat bom rakitan di kediamannya di Wonogiri. Bom tersebut dirakit oleh Ramli dan diantarkan ke Wonogiri oleh Faiz dan Ipung. Dalam berkas pemeriksaan Ipung terungkap bahwa bom selanjutnya akan diserahkan kepada Sonata. Namun, mereka tak tahu waktu dan tempat peledakan. Sejak itulah satu per satu anggota kelompok Sonata "dipetik" aparat keamanan.

ABDULLAH SONATA (27 tahun)
- Tamatan STM dan mengajar di sebuah TPA di Jakarta Timur (1999).
- Ikut berjihad di Ambon (1999-2003).
- Pengurus sebuah organisasi penanggulangan krisis (2000-2003).
- Mengajar pengajian di Cipayung, Jakarta Timur (2003)
- Sonata ditahan polisi karena dituding mengirimkan sejumlah pemuda ke Filipina untuk berlatih militer. Pengiriman itu berdasar pesanan Umar Patek, buron bom Bali I.

Pendidikan
1997 : Sekolah Teknik Menengah (STM) Cijantung
2000-2001 : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Al-Manar, Utan Kayu
1997-1999 : Guru TPA di Masjid Nurul Hidayah, Cipayung
1999-2003 : Ketua Kompak Ambon dan Poso

Mei 2006
Divonis 7 tahun, terbukti menguasai senjata api untuk terorisme dan menyembunyikan keberadaan Noor Din M. Top.
Sunata hanya menjalani empat tahun delapan bulan di bui

Peran lain:

- Merekrut pejuang untuk konflik Ambon dan Poso
- bersama laskarnya berhasil menyabot gudang senjata Brimob di Tantui, Ambon, pada 2000
- Setelah Bom Bali I tahun 2002 Dulmatin dan Umar Patek menemui Sunata di Jakarta. Mereka meminta Sunata membantu menemui jaringan pejuang Ambon untuk membantu membuka kamp pelatihan di Mindanao. Sunata menolak ajakan ikutke Filipina, baru pada tahun 2003 sunata pergi ke Filipina bersama Maulana (yang tewas kemarin).
- Sunata tahun 2004 pernah meminta Umar Patek mengirimkan senjata untuk konflik Ambon
- April 2004 Sunata menyiapkan dan mendanai kamp pelatihan Olas, Seram Barat. Tujuannya mengkader pejuang untuk konflik Ambon.
- Teman seangkatan Asep Jaja
- Kurir penyandang dana dari Timur Tengah untuk pejuang Filipina
- Di dalam penjara, Sunata diangkat sebagai pemimpin pengajian Attawabin, menggantikan Abu Tholut, bekas narapidana
kasus bom Atrium.

ADE S | FAJAR (Sumber Majalah TEMPO)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu ITU PALING AROGAN, tidak ada yang lebih arogan

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02