indonesian gangsters
Geng Motor yang Beraksi di 7-Eleven & Jl Pramuka Diduga Oknum TNI AL
Nurvita Indarini,Chazizah Gusnita - detikNews
Jumat, 13/04/2012 15:20 WIB
Jakarta Sekelompok pria bermotor yang beraksi di toko 7-Eleven, Jl Salemba Raya, Paseban, Jakarta Pusat, dan di Jl Pramuka, diduga dari anggota TNI AL. 200-an Anggota TNI AL ini mencari anggota geng motor yang telah membunuh salah satu teman mereka, Kelasi Arifin, yang bertugas di kantor staf khusus Panglima Armada RI Bagian Barat (Armabar).
"Ada indikasi ke arah TNI AL (pelakunya). Mereka apel di Monas terus ke Salemba dan Jl Pramuka sampai ada yang tewas," ujar seorang sumber terpercaya detikcom, Jumat (13/4/2012).
Aksi brutal kelompok pria ini semakin menjadi-jadi ketika mereka mendapat isu seorang anggota TNI AD juga menjadi korban dari geng motor. Hingga akhirnya dua pria yang sedang berada di pinggir Jl Pramuka Raya menjadi korban. Bahkan seorang di antaranya, Anggi Darmawan (19) meninggal setelah sempat dirawat di RS Islam, Cempaka Putih.
"Padahal itu hanya isu saja (kabar meninggalnya TNI AD)," jelasnya.
Sementara itu, Kapen Kostrad Letkol Albiner Sitompul mengaku tidak mengetahui dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus tersebut.
"Kita belum tahu. Pendalaman belum bisa," ucapnya.
Kapuspen TNI Laksda Iskandar Sitompul yang dikonfirmasi soal peristiwa itu pun enggan berkomentar. "Konfirmasi ke Kadispen TNI AL saja," kata Iskandar.
Sedang Dan Pomdam Jaya Kolonel Deddy yang dikonfirmasi juga enggan berkomentar. "Silakan hubungi yang lain," terangnya.
(gus/ndr)
Polisi Selidiki Misteri Makna Pita Kuning di Baju Geng Motor
E Mei Amelia R - detikNews
Jumat, 13/04/2012 16:31 WIB
Jakarta Pita kuning disematkan di lengan baju gerombolan geng motor yang mengamuk di 7 lokasi di Jakarta. Polisi masih mendalami arti makna di balik pita kuning itu.
"Dari keterangan beberapa saksi di lapangan, ada yang menggunakan pita kuning sebagai tanda. Ini kita dalami lagi maksudnya apa dan maknanya apa," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto kepada detikcom di kantornya, Jakarta, Jumat (13/4/2012).
Rikwanto belum bisa memastikan pita tersebut sebagai tanda yang mengacu pada identitas kelompok tertentu atau bukan.
"Kita dalami lagi melekatnya seperti apa. Apakah untuk memastikan ini ciri dari sebuah kelompok sebagai pengenal kelompok itu atau lainnya," paparnya.
Berdasarkan keterangan saksi, kata dia, tidak semua anggota geng motor itu mengenakan pita kuning di lengan baju bagian kiri.
"Ada beberapa yang pakai. Beberapa lainnya tidak pakai (pita kuning)," kata Rikwanto.
Geng motor pita kuning melakukan aksi sweeping di 7 lokasi di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat dengan cara berkonvoi. Dalam aksi tersebut, seorang warga bernama Angi Dermawan akhirnya meninggal dunia setelah mengalami gegar otak. Sedangkan lainnya mengalami luka bacok.
(mei/aan)
John Kei dan Fenomena Gangster Jakarta
Monday, 20 February 2012 07:37
Ada berita yang menghebohkan jagat preman ibukota Jakarta pada Jumat (17/2/2012) lalu. Seorang gembong preman bernana John Refra Kei ditangkap oleh aparat gabungan Subdit Umum dan Subdit Resmob Polda Metro Jaya di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur sekitar pukul 20.00 WIB.
Ia digelandang dengan luka tembak di kaki oleh sejumlah polisi. Tak tanggung-tanggung, sekitar seratus polisi dikerahkan untuk membekuk sang preman. Menurut beberapa saksi mata, John Kei sempat melawan sebelumpuhkan dengan timah panas.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (18/2/2012), penangkapan John Kei dilakukan terkait kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung alias Tan Hari Tantono. Dalam penangkapan itu disita barang bukti 1 handphone merk Vertu warna silver, 1 Samsung notebook warna hitam dan dompet berwarna hitam cokelat dan uang Rp 5.250.000.
John Kei adalah seorang gembong merupakan preman yang paling disegani di Jakarta. Dia dikenal sebagai bos para penagih utang dan pembunuh bayaran yang sangat sadis. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Jamil, dengan tertangkapnya John Kei, diharapkan premanisme bisa disapu bersih di Jakarta dan seluruh kota di Indonesia. "Polisi bertanggung jawab membersihkan preman yang meresahkan masyarakat. Jangan ada lagi premanisme di Jakarta dan seluruh kota di Indonesia," ujarnya.
Nasir menyitir presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika memerintahkan Kapolri untuk menindak setiap kejahatan. "Negara tidak boleh kalah dengan kejahatan. Kapolri harus punya strategi jitu untuk menyingkirkan premanisme di Indonesia," ungkap Nasir.
Siapakah John Kei? Pria berumur 40 tahun itu adalah seerang tokoh asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Sebelum 'manggung' di jakarta, John Kei didapuk menjadi pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara.
Mereka berhimpun pasca-kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei (AMKei) dengan John Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim bahwa anggota AMKei mencapai 12 ribu orang.
Nama John Kei berkibar di Jakarta setelah tokoh pemuda yang juga asal Maluku Utara, Basri Sangaji, meninggal dalam suatu pembunuhan sadis di hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pada 12 Oktober 2004 silam. Sebelumnya, kedua tokoh pemuda itu seakan saling bersaing demi mendapatkan nama besar di dunia gangster Jakarta.
Dengan kematian Basri, nama John Kei pun melesat bak meteor. Ia bersama kelompoknya terus menjadi momok menakutkan bagi warga di Jakarta. Pada Juni 2007, misalnya, John Kei terlibat bentrokan yang terjadi di depan kantor DPD PDI Perjuangan Jalan Tebet Raya No.46 Jaksel.
Kabarnya, bentrokan itu terkait penagihan utang yang dilakukan kelompok John Kei terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Bukan itu saja, di tahun yang sama kelompok ini juga pernah mengamuk di depan Diskotik Hailai Jakut hingga memecahkan kaca-kaca di sana tanpa sebab yang jelas.
Dalam ’dunia premanisme’ Ibukota, khususnya terkait bisnis debt collector, kerap terjadi baku serang antar gangster. Sebagai contoh, pernah terjadi bentrokan berdarah di kawasan Jalan Kemang IV Jaksel pada pertengahan Mei 2002 silam, dimana kelompok Basri Sangaji saat itu sedang menagih seorang pengusaha di kawasan Kemang.
Mendadak sang pengusaha menghubungi Hercules yang biasa ’dipakainya’ untuk menagih utang pula. Akibatnya kedua kelompok itu berhadap
[John Kei saat ditangkap polisi]
John Kei saat ditangkap polisi
an di Jalan Kemang IV itu sehingga terjadi bentrokan dan pembunuhan.
Hercules sempat ditembak beberapa kali, tapi dia hanya luka-luka saja dan bibirnya terluka karena terserempet peluru. Dia menjalani perawatan cukup lama di sebuah rumah sakit di kawasan Kebon Jeruk, Jakbar. Beberapa anak buah Hercules juga terluka. Tapi, seorang anak buah Sangaji terbunuh, dan beberapa orang terluka.
Selain jasa penagihan utang, para gangster ibukota itu juga bergerak di bidang jasa pengawalan lahan dan tempat. Kelompok John Kei , misalnya, pernah mendapat ’order’ untuk menjaga lahan kosong di kawasan perumahan Permata Buana, Kembangan Jakarta Barat.
Namun dalam menjalankan tugas, kelompok ini pernah mendapat serbuan dari kelompok Pendekar Banten yang merupakan bagian dari Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI). Markas dan wilayah kerja PPPSBBI sebetulnya di Serang dan areal Provinsi Banten. Kepergian ratusan pendekar Banten itu ke Jakarta itu sengaja untuk menyerbu kelompok John Kei pada 29 Mei 2005.
Sayangnya, kelompok penyerbu itu belum mengenal seluk-beluk Ibukota. Akibatnya, seorang anggota Pendekar Banten bernama Jauhari tewas terbunuh dalam bentrokan itu. Selain itu sembilan anggota Pendekar Banten terluka dan 13 mobil dirusak. tiga SSK Brimob PMJ dibantu aparat Polres Jakarta Barat berhasil mengusir kedua kelompok yang bertikai dari areal lahan seluas 5.500 meter persegi di Perum Permata Buana Blok L/4, Kembangan Utara Jakbar.
Namun buntut dari kasus ini, John Kei hanya dimintai keterangan saja. Sedangkan beberapa anak buah John yang harus menjalani proses hukum dan mendekam di sel tahanan Polda Metro Jaya hingga kasusnya dilimpahkan ke kantor Kejati DKI beberapa bulan berikutnya.
Sebuah sumber dari kalangan ini mengatakan bahwa kelompok penjaga lahan seperti kelompok John Kei biasanya menempatkan anggotanya di lahan yang dipersengketakan. Besarnya honor disesuaikan dengan luasnya lahan, siapa pemiliknya, dan siapa lawan yang akan dihadapinya. Semakin kuat lawan itu, semakin besar pula biaya pengamanannya.
Kisaran nominal upahnya, bisa mencapai milyaran rupiah. Perjanjian honor atau upah dibuat antara pemilik lahan atau pihak yang mengklaim lahan itu milikya dengan pihak pengaman. Perjanjian itu bisa termasuk ongkos operasi sehari-hari bisa juga di luarnya.
Misalnya untuk sebuah lahan sengketa diperlukan 50 orang penjaga maka untuk logistik diperlukan Rp 100 ribu per orang per hari, maka harus disediakan Rp 5 juta/hari atau langsung Rp 150 juta untuk sebulan. Yang jelas upah untuk kepala rombongan atau komandannya lebih besar dari anggota biasa. Dana operasi itu di luar upah kesuksesan kerja atau succes fee yang biasanya dibayarkan ketika sengketa dimenangkan pihak pengorder.
Selain pengamanan lahan sengketa, ada pula pengamanan asset yang diincar pihak lain maupun menjaga lokasi hiburan malam dari ancaman pengunjung yang membikin onar maupun ancaman pemerasan dengan dalih ’jasa pengamanan’ oleh kelompok lain. Walau begitu tapi tetap saja mekanisme kerja dan pembayarannya sama dengan pengamanan lahan sengketa.
Begitulah potret dunia ganster, yang selalu mengganggu keamana ibukota negara. Tertangkapnya John Kei mestinya menjadi momentum untuk memberantas premanisne di kota-kota besar. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? (HP, dari berbagai sumber)
Kisah Pembunuhan Basri Sangaji
Monday, 20 February 2012 07:31
John Kei mengelola bisnis debt collector alias penagih utang Lewat Angkatan Muda Kei (AMKEI). Usaha jasa penagihan utangnya semakin laris ketika kelompok penagih utang yang lain, yang ditengarai dipimpin oleh Basri Sangaji, tercerai berai lantaran sang pemimpin tewas terbunuh. Para ’klien’ kelompok Basri Sangaji pun mengalihkan ordernya ke kelompok John Kei.
Aroma menyengat yang timbul di belakang pembunuhan itu adalah persaingan antara dua kelompok penagih utang. Tudingan semakin menguat ketika di pengadilan terbukti pelaku pembunuhan itu tak lain adalah beberapa anak buah Jonn Kei.
Bahkan pertumpahan darah besar-besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, celurit saling berhadapan di Jalan Ampera Jaksel, persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Maret 2005 lalu. Saat itu sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri Sangaji. Beruntung 8 SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan itu.
Sebenarnya pembunuhan terhadap Basri ini bukan tanpa pangkal. Konon, pembunuhan ini bermula dari bentrokan antara kelompok Basri dan kelompok John Kei di sebuah Diskotik Stadium di kawasan Taman Sari Jakarta Barat pada 2 Maret 2004 lalu.
Saat itu kelompok Basri mendapat ’order’ untuk menjaga diskotik tersebut. Namun mendadak diserbu puluhan anak buah John Kei. Dalam aksi penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas security di diskotik tersebut tewas dan belasan terluka.
Polisi bertindak cepat, beberapa pelaku pembunuhan ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun pada 8 Juni, di tahun yang sama saat sidang mendengarkan saksi-saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan John Kei, meletus bentrokan.
Seorang anggota John Kei yang bernama Walterus Refra Kei alias Semmy Kei terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Korban yang terbunuh itu justru kakak kandung John Kei. Itualh mengapa banayk yang menilai bahwa pembunuhan terhadap Basri, selain karena persaingan bisnis, juga diwarnai dendam pribadi. (HP)
Komentar
Posting Komentar