YANG tidak TERHORMAT: korupt0r (5)

Rapat Konsultasi DPR - KPK Antiklimaks Senin, 03 Oktober 2011 | 21:50 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta - : Rapat konsultasi antara DPR, KPK, Polri dan Kejaksaan Agung, Senin 3 Oktober 2011 berakhir antiklimaks. Rapat dibiarkan mengambang, tanpa ada kesimpulan. Bahkan yang terjadi selama rapat konsultasi adalah aksi serangan para politisi DPR yakni para pimpinan komisi III bertubi-tubi mencecar pimpinan KPK. Substansi rapat yang seharusnya membahas soal penyamaan persepsi terkait pemeriksaan pimpinan Badan Anggaran melebar hingga memposisikan kelembagaan KPK. Terutama cara KPK menangani kasus korupsi hingga mencecar KPK yang tidak jelas menyelesaikan kasus Century dan kasus suap Wisma Atlet. Rapat konsultasi hari ini sebenarnya tindak lanjut rapat serupa pada hari Kamis pekan lalu yang tidak dihadiri pimpinan KPK. Rapat yang berlangsung selama hampir dua jam tadi dihadiri oleh seluruh pimpinan DPR, empat komisioner KPK kecuali Bibit Samad Rianto, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, seluruh pimpinan Komisi Hukum DPR, serta pimpinan dan perwakilan fraksi-fraksi yang ada di DPR. Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR Marzuki Alie, pimpinan KPK dihujani "serangan" dari pimpinan Komisi Hukum, yang mempertanyakan pemanggilan pimpinan Badan Anggaran oleh KPK, Selasa dua pekan lalu. "Kita setuju KPK butuh klarifikasi terhadap Banggar. Tapi apakah butuh klarifikasi sama artinya dengan menetapkan mereka sebagai saksi," ujar Ketua Komisi Hukum Benny Kabur Harman. Benny menyebut KPK sebagai institusi yang menebar ancaman menakutkan bagi DPR. Menurut Benny, menjadi dua hal yang sangat berbeda ketika empat pimpinan Badan Anggaran ditingkatkan statusnya sebagai saksi dalam kasus korupsi di kementerian tenaga Kerja dan Transmigrasi. "Saksi itu dia alami, lihat, dan dengar. Pemanggilan mereka dalam status sebagai saksi dan kapasitas mereka sebagai pimpinan Banggar itu beda," ujar politikus Partai Demokrat ini. Wakil Ketua Komisi Hukum Azis Syamsuddin melontarkan argumen yang mendukung pernyataan Benny. Menurut dia, berdasarkan hukum acara pidana, permintaan klarifikasi dan meminta keterangan sebagai saksi adalah dua hal berbeda. "Kalau bapak (Busyro) bilang sama itu berarti kita (Komisi Hukum) salah pilih. Mereka (pimpinan Banggar) belum tentu terima duit kok," ujar politikus Partai Golkar ini. Sebelumnya, Ketua KPK Busyro Muqoddas menyampaikan bahwa pemanggilan pimpinan Badan Anggaran adalah dalam konteks pemanggilan perorangan, bukan sebagai pimpinan badan atau lembaga negara. "Kemudian kenapa dipanggil bersama itu semata teknis penyidikan, karena kasus Kemenakertrans sudah status penyidikan. Tidak ada maksud apapun juga memanggil apalagi mengadili," ujar dia. Menanggapi tudingan Azis yang menilai penanganan kasus Kemenakertrans lebih lambat daripada kasus korupsi Wisma Atlet di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Busyro menyatakan bahwa proses penyidikan di kedua kasus tersebut berbeda. "Wisma atlet ini jauh lebih kompleks dari kasus yang kedua (Kemenakertrans). Semua itu berbasis pada data dan ada langkah proyustisia yang sudah kami lakukan, semua berdasarkan KUHAP," katanya. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menyatakan bahwa perselisihan yang masih muncul pasca rapat konsultasi soal pemanggilan pimpinan Badan Anggaran DPR oleh Komisi Pemberantasan Korupsi diselesaikan secara internal di Komisi Hukum. Pimpinan DPR memastikan tidak akan lagi menggelar rapat konsultasi serupa seperti hari ini. "Kita sudah jelaskan dan rapat konsultasi hari ini sudah selesai. Apapun yang mengganjal bisa diselesaikan langsung antara Komisi III dan DPR dalam RDP (rapat dengar pendapat), ini tidak diambil kesimpulan," kata Marzuki di akhir rapat konsultasi di ruang rapat pimpinan DPR. MAHARDIKA SATRIA HADI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN