YUK nonton, ya (26 Oktober 2011)

Korban bom bikin film ‘Ramadhan untuk Sakinah’ Oleh Stefanus Arief Setiaji Selasa, 25 Oktober 2011 | 19:38 WIB bisnis indonesia JAKARTA: Asosiasi Korban Bom Terorisme Indonesia (Askobi) bekerjasama dengan produser & sutradara film Damien Dematra akan meluncurkan film layar lebar berjudul ‘Ramadhan untuk Sakinah’ paling lambat 2011 ini {pada Juli 2011?}. Ketua Umum Askobi Wahyu Adiartono mengatakan film ini diangkat dari sebuah buku yang berjudul sama dengan film tersebut dengan kisah cerita tentang kekuatan untuk memaafkan dari seorang korban ledakan bom di Jakarta. “Kita ingin membawa pesan bahwa kekerasan tidak harus selalu dibalas dengan kekerasan. Melalui media film ini pulalah kami ingi mengkampanyekan gerakan cinta damai serta membekali generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh paham kekerasan,” ujarnya di sela press confrence pembuatan film, hari ini. Sebagai organisasi yang beranggotakan tak kurang 900 anggota korban bom terorisme, Askobi menilai pesan damai harus terus digaungkan untuk menciptakan kedamaian di bumi pertiwi mengingat ancaman kekerasan masih bisa terjadi. Sutradara film Ramadhan untuk Sakinah Damien Dematra menambahkan target utama penonton film ini adalah generasi muda, karena merekalah yang akan menjadi pilar menopang kehidupan bangsa masa depan. “Terus terang saya pribadi prihatin, kenapa anak muda sekarang mudah sekali tersulut emosi dan mudah dipengaruhi. Lewat film inilah, semoga generasi muda sadar bahwa korban kekerasan lebih banyak saudara kita sendiri,” tuturnya. Rencananya proses produksi film ini akan dimulai pada Januari 2012 dengan target penayangan di gedung bioskop saat musim.(api) 2 Asuransi siap gabung ke konsorsium risiko terorisme Oleh Anggi Oktarinda Rabu, 19 Oktober 2011 | 17:11 WIB bisnis indonesia JAKARTA: Dua perusahaan asuransi umum sedang dalam proses untuk masuk ke dalam konsorsium asuransi terorisme dan sabotase yang saat ini diketuai oleh PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein). Robby Loho, Direktur Utama Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein), mengatakan kedua perusahaan asuransi umum tersebut berencana masuk ke bisnis proteksi asuransi terorisme dan sabotase sehingga bergabung dengan konsorsium. Saat ini, lanjutnya, jumlah perusahaan yang tergabung dalam konsorsium asuransi terorisme dan sabotase mencapai 55 perusahaan. Dengan penambahan dua perusahaan tersebut, maka jumlah perusahaan asuransi yang tergabung dalam konsorsium akan meningkat menjadi 57 perusahaan. Dengan demikian, masih ada 18 perusahaan dari total 85 perusahaan asuransi umum yang belum tergabung ke dalam konsorsium. “Seluruhnya perusahaan asuransi umum. Melalui konsorsium ini, kapasitas penjaminan mampu menanggung kerugian hingga US$8 juta atau setara dengan Rp80 miliar,” katanya, hari ini. Sejauh ini, lanjutnya, permintaan produk asuransi terorisme dan sabotase umumnya berasal dari pelaku industri perhotelan. Selain itu, permintaan proteksi terhadap aksi terorisme dan sabotase berasal dari pabrik dan pusat perbelanjaan. “Tempat ibadah juga sebetulnya bisa diikutsertakan dalam proteksi terorisme dan sabotase. Tapi sejauh ini umumnya berupa proteksi terhadap kerusuhan,” ujarnya. Beberapa perusahaan asuransi umum yang menjadi anggota konsorsium asuransi terorisme dan sabotase pada saat ini antara lain PT Asuransi Adira Dinamika, PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), PT Asuransi Ramayana, PT Asuransi Tri Pakarta, dan PT Asuransi Wahana Tata. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak mengatakan pelaku industri telah bahu membahu melakukan upaya pemulihan aksi teror. Hanya saja, sampai dengan saat ini konsorsium terorisme dan sabotase berjalan sendiri. Hal itu, lanjutnya, karena dampak resiko terorisme masih dianggap bersifat lokal, berbeda dengan dampak resiko gempa dan bencana yang dapat menyerang suatu wilayah yang luas dengan jumlah korban yang banyak. Andi Widjayanto, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, mengatakan aksi terorisme adalah ancaman nyata. Dia memaparkan telah terjadi sebanyak 69 peristiwa teror bom di Indonesia sejak 1981 sampai dengan akhir September 2011. Menurut dia, penanganan aksi terorisme dilakukan melalui tiga strategi yaitu pencegahan, penindakan, dan pemulihan. Dia mengatakan konsentrasi pemerintah saat ini baru pada tahap kedua yaitu penindakan. “Kalaupun terjadi upaya pemulihan, fokus pemerintah masih untuk menindak pelaku kejahatan, bukan fokus kepada korban teror. Tindakan pemulihan terhadap korban ini dapat menjadi peluang bagi pelaku industri,” katanya.(faa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019