jangan LENGAH, waspadai teologi radikal dan pro-kekerasan (146)

Abrori Tersangka Terorisme
Kistyarini | Rabu, 20 Juli 2011 | 16:22 WIB




MATARAM, KOMPAS.com - Penyidik Polda Nusa Tenggara Barat menetapkan Ustadz Abrori, pimpinan Pondok Pesantren Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, sebagai tersangka tindak pidana terorisme.
Kini Abrori berstatus tersangka pelaku terorisme, yang dikenakan pasal 6, 7, 9 dan 13 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
-- AKP Lalu Wirajaya, Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda NTB

Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penerangan Masyarakat (Penmas) Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) AKP Lalu Wirajaya, di Mataram, Rabu (20/7/2011), mengatakan, Ustadz Abrori ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana terorisme setelah diperiksa secara intensif di Mapolda NTB selama lima hari, sejak Sabtu (16/7/2011).

"Kini Abrori berstatus tersangka pelaku terorisme, yang dikenakan pasal 6, 7, 9 dan 13 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," ujarnya.

Pasal 13 B Undang Undang (UU) Terorisme itu, misalnya, menyebutkan bahwa seseorang menyebarkan kebencian yang dapat mendorong orang, memengaruhi orang atau merangsang terjadinya terorisme dapat dikenakan dipidanakan paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

Penyidik Polda NTB juga menjerat Sa’ban Arahman (18), tersangka pembunuh anggota polisi di Polsek Bolo, Kabupaten Bima, 30 Juni lalu, dengan UU Terorisme.

Kedua tersangka pelaku tindak pidana terorisme itu semula diperiksa penyidik Polres Bima, kemudian diambil alih penyidik Polda NTB.
Bom Terurai Ditemukan di Dalam Ponpes
Sandro Gatra | Glori K. Wadrianto | Rabu, 13 Juli 2011 | 18:39 WIB




JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian menemukan beberapa bom rakitan yang telah diurai ketika menggeledah Pondok Pesantren Umar Bin Khattab di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Rabu (13/7/2011). "Kami menyita beberapa bom yang telah didisposal. Jumlahnya saya belum dapat informasi," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, ketika dihubungi, Rabu (13/7/2011).

Anton membantah ditemukannya senjata api di ponpes. Dikatakan Anton pula, tidak ada santri atau pengurus ponpes yang ditangkap ketika pihaknya masuk ke dalam ponpes. Polisi mengambil langkah represif setelah mendapat masukan dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam rapat dengan Kepala Polda Brigjen (Pol) Arief W di bandara NTB. Sebelumnya, selama dua hari polisi memilih bernegosiasi dengan pihak ponpes.

Anton melanjutkan, tujuh orang yang sempat diamankan telah dilepas karena tidak terlibat. Adapun enam orang lain masih diperiksa karena diduga mengetahui peristiwa meledaknya bom rakitan yang menewaskan ustaz sekaligus bendahara ponpes, yakni Abdullah alias Firdaus.

Seperti diberitakan, bom rakitan itu diduga akan digunakan untuk menyerang kepolisian. Sebelumnya, Polda NTB menahan Sa'ban Abdurrahman (18), santri ponpes itu, karena membunuh Brigadir Rokhmat Saefudin, yang tengah tugas piket di Polsek Bolo, Bima. Menurut Polri, Sa'ban mengaku diperintah Tuhan untuk membunuh karena polisi menjalankan undang-undang yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Rabu, 13/07/2011 19:32 WIB
Polisi Masuk ke Ponpes Umar Bin Khattab Bima, Ledakan Kembali Terjadi
Kusmayadi - detikNews



Mataram - Negosiasi aparat kepolisian dengan perantara tokoh agama dan tokoh masyarakat Bima akhirnya membuahkan hasil. Setelah menunggu 48 jam, tadi sore polisi akhirnya bisa memasuki area Ponpes Umar Bin Khattab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Bima, NTB. Belum ada yang ditangkap dalam penggeledahan itu, karena Ponpes dalam keadaan kosong.

M Yusrin, saksi mata di lokasi kejadian yang dihubungi detikcom Rabu (13/7/2011) petang mengatakan, area ponpes disisir dan di geledah aparat Densus 88 dan satuan Brimob.

Yusrin mengatakan, mendengar delapan kali ledakan saat penyisiran. Namun belakangan diketahui ledakan itu berasal dari bom asap yang dilepas aparat Densus 88.

Namun ledakan keras justru terjadi, setelah tim Densus 88 selesai menggelar penyisiran dan berada di titik aman, sekitar 150 meter dari area pesantren. Asap mengepul membubung ke udara, terlihat dari radius 150 meter. Belum diketahui apakah itu bom atau tidak.

Densus 88 menyisir seluruh bangunan pesantren, baik ruang kelas hingga perpustakaan. Rumah pimpinan ponpes, yang berada dalam satu kompleks pesantren juga tak luput dari penggeledahan.

Dari luar pesantren, ledakan terlihat bersumber dari kompleks perumahan para pengurus pesantren, bukan dari ruang kelas dan ruang perpustakaan. Namun saat penggeledahan, Yusrin mengaku tak melihat perlawanan dari santri di lokasi pesantren. Pesantren rupanya sudah kosong, para pemimpin pesantren juga tak terlihat.

Dalam penyisiran itu, polisi menemukan anak panah, delapan bom molotov dan satu pucuk senapan angin. Namun tak ada santri yang ditangkap.

Penjagaan saat penggeledahan sangat ketat sekali. Warga yang bermukim di dekat ponpes diminta menjauh dari area hingga radius 200 meter. Penggeledahan dipimpin langsung Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito.

Usai penyisiran dan penggeledahan, Kapolda NTB, Brigjen Polisi Arief Wachyunadi didampingi Wakil Bupati Bima Syafruddin HM Nur, meninjau lokasi pesantren.

(her/her)
Polisi Isolasi Area Ponpes Umar bin Khattab
Rizka Diputra - Okezone
Rabu, 13 Juli 2011 16:42 wib


JAKARTA - Polisi masih berupaya melakukan negosiasi dengan pihak Pondok Pesantren Umar bin Khattab untuk memasuki area pesantren pascaledakan yang menewaskan Firdaus. Polisi pun kini mengisolasi kawasan tersebut.

"Aparat gabungan masih standby, seperti informasi sebelumnya, polisi masih mengisolasi," ujar Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein saat dihubungi wartawan, Rabu (13/7/2011).

"Lokasi masih dijaga oleh pasukan dari Polres Bima, Polresta Bima, Brimob dan bantuan Polda NTB," katanya lagi.

Sejak ledakan, ponpes dijaga ketat oleh para santri dan warga sehingga polisi tidak bisa memasuki lokasi. Rencana olah TKP pada Senin malam gagal dilakukan karena dihalangi santri.

Upaya negosiasi tetap dilakukan untuk menghindari bentrokan hingga polisi memasuki lokasi pada pagi tadi setelah ponpes sepi.
(hri)

Mataram, Indonesia, July 13, 2011 (AFP)
Indonesian police were locked in a tense stand off with armed students at an Islamic boarding school for a third day on Wednesday, after a bomb blast there killed a suspected terrorist.

Police say the school is linked to radical cleric Abu Bakar Bashir, who was jailed for 15 years last month for funding a terrorist group that was planning attacks against Westerners and political leaders.

Security forces arrived at the school at Bima town, West Nusa Tenggara province, late Monday after a home-made bomb exploded in one of the rooms, killing a man suspected of being a Philippine-trained bomb expert.

Local media have quoted police as saying the unidentified man was suspected of instructing students on how to make bombs when one of the devices exploded.

After the blast, hundreds of students and teachers armed with knives and swords blocked the entrance, preventing police and soldiers from investigating the incident.

"We've been trying to enter the school to carry out our investigations by being persuasive, but the students are still blocking us," provincial police spokesman Sukarman Husein told AFP.

"If persuasion doesn't work we'll have to enter the school with full force some time later today."

He said about 200 police and troops were deployed around the school but were keeping their distance so as not to aggravate the students, who were armed with traditional swords.

Eight people were in custody in connection to the incident, Husein said.

National police spokesman Anton Bachrul Alam said protesters had blocked a road in the nearby division of Dompu around midnight, demanding the return of the body of the suspected terrorist, who lived in the area.

Alam said that while negotiating, the people threw stones at police.

"The Dompu police chief and several police members were hurt. Three civilians were hurt. We suspected one of them was shot by a police member but it was not fatal," he said.

Alam said the negotiation by the Dompu police chief was successful and the crowd eventually dispersed.

Religious Affairs Minister Suryadharma Ali said the police had to take strong action if the school was linked to extremist groups.

"If anyone related to the bomb blasts is found to be a member of a radical group, then the boarding school must be closed and the students must be re-guided," the Jakarta Globe newspaper quoted Suryadharma as saying.

He said the school had resisted government attempts to moderate its teachings in the past.

Police are understood to be wary of triggering a violent Islamist backlash if they crack down too heavily on the school, despite its apparent involvement in bomb-making and religious extremism.

One of the school's leaders was reportedly arrested last year in connection with the terror group Bashir was convicted of funding.

And a student called Saban Arohmah was arrested last month for killing a police officer with a sword slash to the neck, according to the Kompas news website.

"From his testimony, the student admitted that the premeditated murder was part of a jihad (holy war) mission," Kompas quoted Husein as saying.

The killer reportedly belonged to Bashir's Jamaah Ansharut Tauhid, an extremist group campaigning to bring Indonesia, the world's most populous Muslim-majority state, under strict Islamic law.

Indonesia is a pluralist democracy and most of its 200 million Muslims are moderates.

But it has struggled to deal with a radical fringe of Islamist jihadis who have carried out numerous bloody attacks including the 2002 Bali bombings that killed more than 200 people.

Selasa, 12/07/2011 11:57 WIB
Seorang Tewas Akibat Bom di Pesantren Bima, Polisi Tetap Tak Boleh Masuk
Kusmayadi - detikNews



Mataram - Polisi masih belum bisa melakukan olah tempat kejadian perkara terkait dugaan ledakan bom rakitan di sebuah ruangan Pondok Pesantren Umar Bin Khattab, Desa Sanolo, Kecamatan Sila, Kabupaten Bima, NTB. Padahal, ledakan ini telah menewaskan satu orang.

Ledakan terjadi Senin (11/7) pukul 15.30 Wita kemarin. "Ledakan itu diduga berasal dari bom rakitan. Ledakannya sangat besar dan asapnya tebal," kata Kepala Urusan Penerangan Umum Polda NTB AKP R Sudjoko Aman, di Mataram, Selasa (12/7/2011) siang.

Djoko - panggilan Sudjoko - menjelaskan, bom telah menewaskan satu orang bernama Firdaus, yang diidentifikasi sebagai bendahara di Ponpes itu. Jenazah Firdaus diambil langsung oleh pihak keluarga ke dalam ponpes.

"Jenazahnya telah diambil pihak keluarga. Korban berasal dari Kabupaten Dompu," ujar Djoko.

Menurut Djoko, bom meledak di sebuah ruangan dalam kompleks Ponpes. "Jadi bukan di halaman, tapi dalam ruangan," kata Djoko.

Polda NTB telah menerjunkan satu peleton Brimob, didukung Densus 88 Anti Teror dan Tim Gegana. Namun sayang, sudah hampir 24 jam menunggu, mereka tetap tidak diperbolehkan masuk ke dalam pesantren itu. Mereka dihadang para santri.

"Sejak kemarin hingga sekarang, polisi belum bisa melakukan olah TKP karena dihadang santri ponpes. Santri bersenjatakan pedang. Polisi tertahan di 150 meter dari area pesantren," kata Djoko.

Pekan lalu, Saaban Abdurrahman (18), santri pesantren Umar Bin Khattab, ditahan Polda NTB. Saaban telah membunuh seorang polisi karena dianggap kafir dan pantas dibunuh. Saban dibawa ke Mataram dengan pengawalan ketat.

(fay/asy)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019