jangan ABAI, pastikan TANGKAL terorisme dan kekerasan (147)
Wawancara Soal Umar Patek? Wani Piro...
Kamis, 11 Agustus 2011 | 13:07 WIB
TEMPO Interaktif, Pemalang - Informasi seputar kehidupan Umar Patek di Pemalang dijadikan lahan bisnis oleh sanak keluarganya. Mereka meminta uang untuk memberikan informasi dan komentar terkait Umar Patek. "Mau minta komentar terkait Umar? Berani bayar berapa?"
Komentar di atas acap tercetus warga Jalan Semeru, Kelurahan Mulyoharjo, Pemalang, saat Tempo mencoba meminta komentar sanak keluarga Umar Patek atau Hisyam yang kembali ke Tanah Air, Rabu malam, 10 Agustus 2011.
Informasi Umar Patek bagi warga Jalan Semeru yang mayoritas teman sepermainan dan satu klan dengannya dalam keluarga besar Bawasir sangatlah mahal. Tak tanggung-tanggung mereka berani menentukan harga seiring lama penawaran.
"Cepek dulu untuk komentar saya yang saudara jauh, kalau ketemu Said atau Syarif (saudara kandung Hisyam) tambah lagi. Ini biaya pulsa," ujar Farid Bawazir, salah seorang teman kecil dan saudara Umar Patek saat masih tinggal di Jalan Semeru dulu. "Situ kerja, saya juga cari duit," ujar Farid menambahkan.
Bak seorang broker, Farid pun masih menawar harga lebih tinggi dengan ketentuan semakin lama proses wawancara dan sumber yang jelas. "Ini baru ngobrol dengan Said, itu belum Syarif, kakak Hisyam, yang lebih tahu kehidupannya," katanya.
Farid memang memegang kendali dalam proses pencarian informasi. Ia merupakan satu-satunya warga Jalan Semeru yang masih menyimpan nomor kontak dan alamat keluarga Umar Patek yang sekarang tinggal di Jawa Timur. Ia pun membuktikan saat menelepon salah seorang adik Umar Patek, Said, dan pembuktian pengakuan.
Bagi Farid, nilai informasi yang ia tawarkan tak lepas dari pengalaman Azam Ba'abut, kakak kandung Dulmatin, yang pernah mendapatkan sejumlah uang saat diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi nasional. Kondisi ini sengaja dimanfaatkan oleh Farid yang enggan mengakui pekerjaan kesehariannya.
Meski masih mengharap imbalan, Farid memberikan sedikit komentar terkait penahanan Umar Patek di Jakarta oleh kepolisian. "Saya enggan menjenguk, urusannya bisa ribet, ada cek DNA dan lain sebagainya, apa lagi saya saudara jauh," katanya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang Renjani Puspo Sari menilai fenomena penjualan informasi dari narasumber ini aneh, apalagi untuk wawancara berita hard news dan perlu diketahui publik. Menurut Renjani, fenomena membayar narasumber ini terjadi pada media TV untuk talk show. "Itu pun ada standar nominal dan ketentuan-ketentuan khusus," ujar Renjani.
Bahkan untuk narasumber tertentu seperti pejabat publik, misalnya, mereka biasanya tidak dibayar karena tugas mereka menyiarkan kepentingan publik. Namun bila narasumber adalah warga miskin, beberapa media menyebutnya sebagai ongkos transport dengan nilai yang rasional
"Tapi bila semakin besar, apalagi bila sampai terjadi tawar-menawar justru akan mempengaruhi independensi berita," katanya.
Renjani menilai jika ada media yang melakukan praktek membiasakan membayar narasumber, bahkan dengan jumlah uang tak rasional, sama artinya dia menutup akses informasi dari media lain sehingga publik tidak bisa mendapatkan informasi yang berimbang.
EDI FAISOL
Lemhanas: Penanganan Terorisme Secara Lebih Persuasif
Kamis, 11 Agustus 2011 | 16:20
investor daily
JAKARTA- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji berharap, penanganan teroris di Indonesia ke depan lebih mengutamakan langkah-langkah persuasif pasca pemulangan gembong teroris Umar Patek.
Usai penutupan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII di Jakarta, Kamis (11/8) ia mengatakan pendekatan persuasif sekaligus melihat peta jaringan terorisme yang ada.
"Yang direkomendasikan oleh PPSA adalah 'soft power' untuk melihat anatomi dari jaringannya seperti apa, itu penting sekali," ujar Budi.
Ia mengemukakan, dengan kepulangan Umar Patek Polri diharapkan dapat melakukan pengembangan jaringan teroris yang selama ini ada.
"Harapan saya agar semuanya lebih terungkap, jaringannya lebih terungkap," kata Budi menambahkan.
Salah seorang otak bom Bali I Umar Patek telah tiba di Indonesia.
Ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis ia mengatakan teroris asal Pemalang, Jawa Tengah itu dibawa dari Pakistan dengan pengawalan ketat tim Detasemen Khusus Antiteror 88.
Umar Patek menjadi buronan internasional dan ditangkap aparat keamanan Pakistan pada Maret 2011 .
Teroris yang memiliki nama alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab salah seorang otak pelaku bom bali I pada 2002 yang sampai saat ini belum tersentuh hukum.
Umar Patek juga disebut sebagai salah seorang buronan teroris berbahaya sehingga pemerintah Amerika Serikat pun menghargai kepalanya sebesar satu juta dolar AS.
Umar Patek kabur dari Indonesia pada 2003 lalu dengan bantuan Abdullah Sonata dan organisasi Kompak pimpinannya.
Ia sempat bergabung dengan Front Pembebasan Islam Moro, Filipina (MILF).(ant/hrb)
Kamis, 11/08/2011 09:30 WIB
Polri Langsung Proses Umar Patek
Aprizal Rahmatullah - detikNews
Jakarta - Buronan teroris Umar Patek telah tiba di Indonesia dan ditahan di Rutan Mako Brimob. Polri selanjutnya akan memproses Patek terkait kasus-kasus terorisme yang melilitnya.
"Sepertinya kita langsung memproses yang bersangkutan (Patek)," ujar Kadivhumas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam saat dihubungi detikcom, Kamis (11/8/2011).
Anton mengatakan, Patek tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur sekitar pukul 07.00 WIB. Dengan pengawalan ketat, Patek dibawa ke Mako Brimob.
"Nanti kita proses kasus-kasus yang terkait," imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai juga membenarkan Patek telah tiba di Indonesia. Pemulangan Patek cukup lama setelah tertangkap otoritas Pakistan.
"Betul," ujar Ansyaad saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (11/8/2011) tentang kedatangan Umar Patek.
Umar Patek dikenal sebagai ahli merakit bom. Setelah meledaknya bom Bali 2002, pergerakan Umar Patek banyak tercium di luar negeri. Oleh karenanya, pemerintah ingin membuktikan juga pendanaan Umar Patek berasal dari luar negeri.
"Umar Patek masuk dalam UN Consolidation List. Jadi dia itu buronan internasional," ujar Ansyaad beberapa waktu lalu.
Umar Patek ditangkap polisi Pakistan awal Maret 2011. Pemerintah Indonesia mengaku memerlukan pria kelahiran 1970 itu untuk membongkar sisa jaringan yang lain.
(ape/rdf)
Kamis, 11 Agustus 2011 | 13:07 WIB
TEMPO Interaktif, Pemalang - Informasi seputar kehidupan Umar Patek di Pemalang dijadikan lahan bisnis oleh sanak keluarganya. Mereka meminta uang untuk memberikan informasi dan komentar terkait Umar Patek. "Mau minta komentar terkait Umar? Berani bayar berapa?"
Komentar di atas acap tercetus warga Jalan Semeru, Kelurahan Mulyoharjo, Pemalang, saat Tempo mencoba meminta komentar sanak keluarga Umar Patek atau Hisyam yang kembali ke Tanah Air, Rabu malam, 10 Agustus 2011.
Informasi Umar Patek bagi warga Jalan Semeru yang mayoritas teman sepermainan dan satu klan dengannya dalam keluarga besar Bawasir sangatlah mahal. Tak tanggung-tanggung mereka berani menentukan harga seiring lama penawaran.
"Cepek dulu untuk komentar saya yang saudara jauh, kalau ketemu Said atau Syarif (saudara kandung Hisyam) tambah lagi. Ini biaya pulsa," ujar Farid Bawazir, salah seorang teman kecil dan saudara Umar Patek saat masih tinggal di Jalan Semeru dulu. "Situ kerja, saya juga cari duit," ujar Farid menambahkan.
Bak seorang broker, Farid pun masih menawar harga lebih tinggi dengan ketentuan semakin lama proses wawancara dan sumber yang jelas. "Ini baru ngobrol dengan Said, itu belum Syarif, kakak Hisyam, yang lebih tahu kehidupannya," katanya.
Farid memang memegang kendali dalam proses pencarian informasi. Ia merupakan satu-satunya warga Jalan Semeru yang masih menyimpan nomor kontak dan alamat keluarga Umar Patek yang sekarang tinggal di Jawa Timur. Ia pun membuktikan saat menelepon salah seorang adik Umar Patek, Said, dan pembuktian pengakuan.
Bagi Farid, nilai informasi yang ia tawarkan tak lepas dari pengalaman Azam Ba'abut, kakak kandung Dulmatin, yang pernah mendapatkan sejumlah uang saat diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi nasional. Kondisi ini sengaja dimanfaatkan oleh Farid yang enggan mengakui pekerjaan kesehariannya.
Meski masih mengharap imbalan, Farid memberikan sedikit komentar terkait penahanan Umar Patek di Jakarta oleh kepolisian. "Saya enggan menjenguk, urusannya bisa ribet, ada cek DNA dan lain sebagainya, apa lagi saya saudara jauh," katanya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang Renjani Puspo Sari menilai fenomena penjualan informasi dari narasumber ini aneh, apalagi untuk wawancara berita hard news dan perlu diketahui publik. Menurut Renjani, fenomena membayar narasumber ini terjadi pada media TV untuk talk show. "Itu pun ada standar nominal dan ketentuan-ketentuan khusus," ujar Renjani.
Bahkan untuk narasumber tertentu seperti pejabat publik, misalnya, mereka biasanya tidak dibayar karena tugas mereka menyiarkan kepentingan publik. Namun bila narasumber adalah warga miskin, beberapa media menyebutnya sebagai ongkos transport dengan nilai yang rasional
"Tapi bila semakin besar, apalagi bila sampai terjadi tawar-menawar justru akan mempengaruhi independensi berita," katanya.
Renjani menilai jika ada media yang melakukan praktek membiasakan membayar narasumber, bahkan dengan jumlah uang tak rasional, sama artinya dia menutup akses informasi dari media lain sehingga publik tidak bisa mendapatkan informasi yang berimbang.
EDI FAISOL
Lemhanas: Penanganan Terorisme Secara Lebih Persuasif
Kamis, 11 Agustus 2011 | 16:20
investor daily
JAKARTA- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji berharap, penanganan teroris di Indonesia ke depan lebih mengutamakan langkah-langkah persuasif pasca pemulangan gembong teroris Umar Patek.
Usai penutupan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII di Jakarta, Kamis (11/8) ia mengatakan pendekatan persuasif sekaligus melihat peta jaringan terorisme yang ada.
"Yang direkomendasikan oleh PPSA adalah 'soft power' untuk melihat anatomi dari jaringannya seperti apa, itu penting sekali," ujar Budi.
Ia mengemukakan, dengan kepulangan Umar Patek Polri diharapkan dapat melakukan pengembangan jaringan teroris yang selama ini ada.
"Harapan saya agar semuanya lebih terungkap, jaringannya lebih terungkap," kata Budi menambahkan.
Salah seorang otak bom Bali I Umar Patek telah tiba di Indonesia.
Ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis ia mengatakan teroris asal Pemalang, Jawa Tengah itu dibawa dari Pakistan dengan pengawalan ketat tim Detasemen Khusus Antiteror 88.
Umar Patek menjadi buronan internasional dan ditangkap aparat keamanan Pakistan pada Maret 2011 .
Teroris yang memiliki nama alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab salah seorang otak pelaku bom bali I pada 2002 yang sampai saat ini belum tersentuh hukum.
Umar Patek juga disebut sebagai salah seorang buronan teroris berbahaya sehingga pemerintah Amerika Serikat pun menghargai kepalanya sebesar satu juta dolar AS.
Umar Patek kabur dari Indonesia pada 2003 lalu dengan bantuan Abdullah Sonata dan organisasi Kompak pimpinannya.
Ia sempat bergabung dengan Front Pembebasan Islam Moro, Filipina (MILF).(ant/hrb)
Kamis, 11/08/2011 09:30 WIB
Polri Langsung Proses Umar Patek
Aprizal Rahmatullah - detikNews
Jakarta - Buronan teroris Umar Patek telah tiba di Indonesia dan ditahan di Rutan Mako Brimob. Polri selanjutnya akan memproses Patek terkait kasus-kasus terorisme yang melilitnya.
"Sepertinya kita langsung memproses yang bersangkutan (Patek)," ujar Kadivhumas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam saat dihubungi detikcom, Kamis (11/8/2011).
Anton mengatakan, Patek tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur sekitar pukul 07.00 WIB. Dengan pengawalan ketat, Patek dibawa ke Mako Brimob.
"Nanti kita proses kasus-kasus yang terkait," imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai juga membenarkan Patek telah tiba di Indonesia. Pemulangan Patek cukup lama setelah tertangkap otoritas Pakistan.
"Betul," ujar Ansyaad saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (11/8/2011) tentang kedatangan Umar Patek.
Umar Patek dikenal sebagai ahli merakit bom. Setelah meledaknya bom Bali 2002, pergerakan Umar Patek banyak tercium di luar negeri. Oleh karenanya, pemerintah ingin membuktikan juga pendanaan Umar Patek berasal dari luar negeri.
"Umar Patek masuk dalam UN Consolidation List. Jadi dia itu buronan internasional," ujar Ansyaad beberapa waktu lalu.
Umar Patek ditangkap polisi Pakistan awal Maret 2011. Pemerintah Indonesia mengaku memerlukan pria kelahiran 1970 itu untuk membongkar sisa jaringan yang lain.
(ape/rdf)
Komentar
Posting Komentar