JOKOW1 = ANTI GRATIFIKASI, sebuah JANJ#1 (2)




Jalan

JAKARTA, KOMPAS.com
 - Seorang warga dari Srengseng Sawah, Jagakarsa, bernama Siti Umiyah, datang seorang diri ke Rumah Lembang untuk bisa bertemu calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Siti menyampaikan dukungannya kepada Basuki atau Ahok.

"Saya muslim sejak kecil, tapi saya sangat sayang dengan Pak Ahok. Keluarga saya mendukung Pak Ahok," ujar Siti di Rumah Lembang, Menteng, Rabu (30/11/2016).
"Saat Bapak menjadi tersangka, kami sekeluarga menangis. Kami tidak ingin Pak Ahok ditahan, kami ingin Pak Ahok jadi gubernur kami," ucap Siti sambil terisak pelan.
Siti mengatakan, sebenarnya tujuannya datang ke Rumah Lembang sekaligus untuk membuktikan kepada teman-teman pengajiannya.
Siti mengatakan teman-temannya sempat meragukan bahwa orang biasa bisa berjumpa Ahok dengan mudah. Mereka meminta Siti untuk menunjukkan bukti berupa foto bersama Ahok.
Jika berhasil, mereka bersedia ikut Siti datang ke Rumah Lembang.
"Saya berusaha naik Uber dari pagi untuk ketemu Pak Ahok, kena macet, cucu saya sakit saya tinggal," ujar Siti.
Siti pun mendoakan Ahok agar selalu dilindungi Tuhan. Sebab, dia percaya Ahok merupakan orang bersih.

Ahok mengamini doa itu. Kemudian, Ahok menuruti permintaan Siti untuk berfoto bersama sebagai bukti untuk teman-temannya. Ahok bahkan merangkul Siti dalam foto itu.

Merdeka.com - Sekitar lima tahun silam, Basuki Tjahaja Purnama masih berkantor di Senayan sebagai anggota DPR dari Partai Golkar. Upayanya untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta lewat jalur perseorangan kandas konon karena batas minimal dukungan yang sulit dipenuhi.

Namun suratan takdir menggariskan lain. Basuki atau yang dikenal sebagai Ahok kemudian dipasangkan dengan Joko Widodo maju sebagai pasangan calon gubernur-wakil gubernur oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerindra. Ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, Ahok pun naik menjadi Gubernur Jakarta.

Perjalanan sejarah setelahnya sudah banyak diperbincangkan orang. Sejak awal, Ahok memang memposisikan diri dengan persona dan karakteristik yang berbeda setidaknya dengan Jokowi yang lebih santun dan suka blusukan. Kalimat-kalimatnya tajam, tidak heran jika kerap membekas-dalam pada diri lawan bicaranya. Terhadap anak buah, Ahok tak segan mengumbar kritikan secara terbuka. Dengan gayanya itu, tidaklah mengherankan jika lawan-politik selalu mencari dan menunggu celah kelemahan Ahok.

Setiap fase membawa konsekuensi politik yang harus ditanggung oleh Ahok. Ketika maju sebagai calon wakil gubenur, Ahok harus mundur dari Partai Golkar. Ketika kemudian ramai-ramai soal mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD ataukah secara langsung; Ahok membayar konsekuensi sikapnya dengan keluar dari Partai Gerindra. Bukan pengalaman pertama bagi Ahok mundur dari jabatan atau lembaga publik.

Perjalanan di dunia politik praktis ditandai dengan masuknya Ahok sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung hasil Pemilu 2004. Saat itu Ahok merupakan wakil Partai Perhimpunan Indonesia Baru. Setahun berselang. Ahok terpilih menjadi Bupati Belitung Timur. Capaian signifikan Ahok sebagai Bupati antara lain adalah pembebasan biaya kesehatan bagi seluruh warga Belitung Timur tanpa kecuali. Akan tetapi, belum tuntas lima tahun masa jabatannya, Ahok memutuskan mundur sebagai Bupati dan maju untuk bertarung dalam Pemilihan Gubernur Bangka Belitung pada tahun 2007. Sayangnya, Ahok kalah.

Persis yang disampaikan oleh Winston Churchill bahwa politik merupakan medan peperangan yang memungkinkan seseorang hidup dan mati berkali-kali. Politics is almost as exciting as war, and quite as dangerous. In war, you can only be killed once, but in politics many times."

Yang pasti, kondisi saat ini jelas berbeda dengan lima tahun silam. Di panggung politik ibukota negara lima tahunan lalu, nama Ahok mungkin tidak terlalu laku ketika disorongkan sebagai calon dari jalur perseorangan. Akan tetapi, kini para pendukung yang tergabung dalam Teman Ahok mendaku telah berhasil mengumpulkan 1 juta kartu tanda penduduk (KTP) yang melampaui batas minimal syarat calon perseorangan dalam Pilkada Jakarta 2017 mendatang.

Bukan hanya opsi maju lewat jalur perseorangan, jalan untuk diajukan lewat jalur partai politik pun masih terbuka. Setidaknya Partai Nasdem, Hanura, dan kemudian Partai Golkar sudah menyatakan mendukung Ahok. Akan tetapi, sampai seminggu usai Lebaran, Ahok belum juga memberikan keputusan untuk maju pilkada dengan menggunakan Mercy atau bus kota.

Belum genap lima tahun, dengan asumsi bahwa dukungan yang dihimpun para relawan tersebut valid, Ahok sudah berhasil mengubah persepsi sebagian masyarakat. Jika semula sebagian warga Jakarta enggan memberikan salinan KTP-nya untuk Ahok, kondisi saat ini terlihat berbeda. Dengan asumsi semua proses tersebut genuine dan didasari pertimbangan rasional, tentulah hal tersebut tidak serta-merta terjadi tanpa pertimbangan mengenai apa yang telah dilakukan oleh Ahok sejauh ini.

Hal tersebut memperlihatkan bahwa para pemegang otoritas senantiasa memiliki kesempatan untuk membuat perbedaan, menjadikan kondisi lebih baik siapapun dia orangnya. Jika didasari dengan niat baik dan pertimbangan rasional, menihilkan interest pribadi atau kelompok; kebijakan yang diambil tentulah (berpotensi) akan baik-baik saja. Bahwa kemudian ada kebijakan terlihat menjadi tidak baik dan tidak tepat, bisa jadi karena situasi, kondisi, dan konteks yang berbeda dengan saat kebijakan itu diformulasikan. Artinya, untuk itu diperlukan evaluasi secara berkesinambungan untuk memastikan bahwa kebijakan yang dijalankan benar-benar untuk kepentingan publik.

Harus diakui bahwa citra pejabat publik di Indonesia saat ini tidak sedang dalam posisi memuaskan. Masyarakat dengan banyak mata, setia mengawasi perilaku pejabat publik di panggung kekuasaan. Tentu saja bukan hal yang menyenangkan bagi para pejabat publik jika konstetasi yang telah dimenangi dengan pengerahan seluruh sumberdaya, justru menjadi awal dari kecaman olok-olok tak berkesudahan dari masyarakat yang diwakilinya entah akibat terjerat kasus korupsi, produk kebijakan yang melenceng, tutur kata yang lepas kendali, atau laku tak patut lainnya.
Yang pasti, yakinilah bahwa banyak figur bertalenta di negeri ini yang bisa membuat keadaan yang lebih baik. Petahana (incumbent) yang selama ini dianggap baik pun belum tentu lebih ciamik ketimbang kandidat lain. Selalu ada figur baru yang bisa jadi sekadar belum termunculkan atau terpublikasikan secara luas. Karenanya, pemikiran yang terpaku melulu hanya pada satu figur terkadang menjadi belenggu kemunculan figur-figur baru dengan pemikiran segar dan program yang lebih baik.

Yang mutlak diperlukan adalah kesempatan dan kepercayaan, dan kemudian juga pengawasan secara berkesinambungan. Kehadiran figur pemimpin penting, tetapi bukan berarti massa-pemilih bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja untuk menciptakan keadaan sesuai apa yang diharapkan bersama.

Yang harus diingat, setiap kontestasi adalah merupakan kesempatan untuk mendapatkan kekuasaan. Dan bukankah kekuasaan senantiasa menggendong lupa?


[war]
👳

JAKARTA, KOMPAS —
 Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, pelaksana tugas gubernur harus berkonsultasi dahulu dengan pihaknya sebelum mengambil kebijakan strategis. Selain itu, kebijakan strategis juga harus mendapatkan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Tjahjo di Jakarta, Selasa (29/11/2016), menegaskan, semua pelaksana tugas (Plt) kepala daerah harus mengikuti aturan perundangan dan aturan teknis yang berlaku. Bagi Plt bupati/wali kota harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan gubernur di atasnya, sementara Plt gubernur harus meminta nasihat Mendagri.

Seperti diberitakan sebelumnya, Plt Gubernur DKI Sumarsono telah mengambil sejumlah kebijakan strategis, seperti menunda lelang proyek yang dimulai sebelum penetapan Kebijakan Umum APBD-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, mencairkan dana hibah, membahas penataan organisasi perangkat daerah, serta membahas APBD.

"Plt Gubernur DKI tak mungkin melaksanakan keputusan atau kebijakan tanpa konsultasi dan izin tertulis Mendagri. Dan, Plt Gubernur selalu laporan kepada Mendagri dan konsultasi juga dengan Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi)," tutur Tjahjo.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 disebutkan, Plt gubernur, Plt bupati, dan Plt wali kota memiliki tugas dan wewenang menjalankan roda pemerintahan umum dan memelihara ketenteraman ketertiban masyarakat. Selain itu, mereka juga wajib memfasilitasi penyelenggaraan Pilkada.

Namun, karena Pilkada diselenggarakan pada Februari 2017 dan calon petahana harus cuti sejak Oktober 2016, yakni di masa pembahasan Rancangan APBD, Plt kepala daerah mendapat kewenangan menandatangani perda tentang APBD.

Tak hanya itu, untuk menyelesaikan penataan struktur organisasi tata kerja baru di daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Plt kepala daerah juga boleh menandatangani perda tentang perangkat daerah. Bahkan, Plt juga bertugas mengisi jabatan-jabatan di organisasi-organisasi yang dirampingkan tersebut.

Di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menggodok rencana perampingan birokrasi. Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana DKI Jakarta Danny Sukma, kemarin, mengatakan, secara total dalam seluruh level terdapat pengurangan 11 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dari 53 SKPD menjadi 42 SKPD.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD DKI Mohamad Taufik menyatakan, pihaknya akan meminta pendapat para ahli untuk memperkaya materi perda tentang perubahan perangkat daerah ini. Dia berharap perubahan struktur organisasi benar-benar efektif dan efisien serta tidak kontraproduktif terhadap rencana pembangunan daerah.

Sejumlah anggota Baleg juga meminta pendapat lebih rinci dari SKPD terkait. Sebab, selain pola kerja, perubahan organisasi bakal berdampak pada sistem penilaian kinerja, pemberian tunjangan, serta keuangan daerah secara umum. Karena itu, selain harus hati-hati, desain perubahan diharapkan lebih jelas arahnya.

Masih minim

Masih terkait dengan kinerja birokrasi, terungkap bahwa dari enam wilayah DKI Jakarta, serapan anggaran di Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu paling rendah, yaitu baru 46,9 persen hingga Selasa, jauh dari target 88 persen.

Alokasi anggaran untuk Kepulauan Seribu sendiri Rp 327 miliar. Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo tak menampik masih rendahnya realisasi anggaran ini. Sebab, ujarnya, masih ada sejumlah program yang belum selesai dengan nilai cukup besar. "Ada pengadaan kapal yang kami dilakukan, misalnya, yang masih berproses. Nilainya cukup besar. Juga ada perbaikan kantor dan sarana-prasarana umum. Jadi, di Desember realisasinya pasti berubah," ujar Budi, kemarin.

Menurut Budi, pihaknya optimistis realisasi anggaran bulan depan bisa jauh lebih besar. Sebab, pengadaan kapal saja nilainya mencapai Rp 13 miliar.

(INA/MKN/JAL)


JAKARTA, KOMPAS.com
 - Supriyati Ningsih, warga Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, merasa ada perubahan pelayanan saat Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjalani masa cuti kampanye jelang Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2017.

Supriyati hendak mengurus akta kelahiran anaknya, yang hilang. Ini merupakan pengalaman keduanya berurusan dengan birokrat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Yang pertama, saat Ahok belum cuti. Dia hendak mengurus kartu keluarga lantaran pindah dari Tangerang ke Tanah Kusir.
Proses pengurusan KK tak rumit dan cepat. Berbeda saat dia hendak mengurusi akta kelahiran anaknya.
Saat datang ke Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Selatan di Radio Dalam, Supriyati kaget.
Ada 15 warga lainnya, yang tengah menunggu, tapi baru satu dari enam pegawai yang melayani di sana, sekitar pukul 08.00 WIB.
"Cuma satu orang, pegawai yang baru datang juga tidak terlihat buru-buru, tapi santai-santai. Beda waktu di kelurahan (mengurus KK). Datang setengah delapan, itu sudah penuh pegawai dan melayani semangat. Bahkan, Lurahnya juga turun menyapa kami," ucap Supriyati saat dihubungi, Selasa (29/11/2016).
 "Pas saya pergi dari situ, jam setengah sembilan, baru ada tiga orang yang melayani," kata Supriyati.
Saat menunggu cukup lama, dirinya tak dilayani, hingga akhirnya berinisiatif untuk menerobos ruangan di Sudin Kependudukan Jaksel.
Setelahnya, Supriyati harus datang tiga kali untuk mengurus akta anak yang hilang.
Menurut petugas pelayanan di sana, kata Supriyati, berkasnya harus diurus ke Dinas Kependudukan tingkat provinsi. 
"Karena aku pindahan dari Tangerang. Tapi masnya itu mau bantu. Setelah dua Minggu, aku balik lagi ternyata berkas belum dilimpahkan. Baru jadi satu Minggu," kata Supriyati. (Dennis Destryawan)
💫
JAKARTA (Pos Kota) – Keluarga mantan gubernur DKI Jakarta Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang lebih dikenal dengan Henk Gantung menyatakan dukungan kepada calon gubernur nomor urut dua DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dukungan disampaikan saat keluarga  gubernur Jakarta ke tujuh ini menyambangi Rumah Lembang. Salah seorang dari mereka mengatakan semenjak kepemimpinan Jokowi-Ahok, keluarga mantan gubernur mendapat perhatian. Dengan perhatian yang diberikan itu, mereka merasa kemvali menjadi bagian dari sejarah Jakarta.
“Sejak Jokowi-Ahok, bantuan ke kami banyak sekali. Sebelumya, gubernur jaman dulu kayak gak diangap. Berkat Jokowi-Ahok, kami menikmati keterlibatan di Jakarta,” katanya di Rumah Lembang, Jalan Lembang No 27, Jakarta Pusat, Kamis (24/11/2016).
Keluarga Henk Ngantung yang banyak mendapat bantuan Ahok menyatakan sosok mantan Bupati Belitung Timur ini adalah sosok yang paling tepat untuk Jakarta.

“Secara pribadi Pak Ahok telah banyak membantu kami. Kami menghargai bantuan itu. Kami mendukung, semoga tetap sukses membangun Jakarta. Saya percaya, banyak gubernur baik, banyak pemimpin baik, tapi yang paling cocok pimpin Jakarta hanya Pak Ahok,” pungkasnya. (ikbal/win)
Liputan6.com, Jakarta - Calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat mengisi waktu kampanye dengan mendengar masukan dari warga di Rumah Lembang. Tak seperti biasanya, tempat itu begitu penuh sesak dengan warga.
Ahok sudah datang sejak pukul 08.30 WIB. Kedatangannya disambut lagu "Maju Tak Gentar" oleh para pendukung yang sudah memenuhi halaman belakang rumah.
Sejak tiba di panggung, Ahok langsung menerima pengaduan dari warga yang sudah mendaftar lebih dulu. Saking banyaknya warga, suasana rumah Lembang menjadi sangat riuh.
Awalnya, Ahok bisa menyampaikan beberapa pandangan dan kisah perjuangannya dengan nyaman. Sampai akhirnya, suasana semakin riuh karena pendukung yang datang lebih banyak dari kalangan perempuan yang berebut ingin naik ke panggung. Kondisi ini sempat membuat Ahok kesal.
"Ibu-ibu kalau saya lagi ngomong jangan ribut. Saya capek ngimbanginnya. Kan datang ke sini mau dialog," ujar Ahok.
"Saya enggak biasa kampanye di lapangan teriak-teriak. Jadi kalau saya lagi ngomong semuanya tenang," imbuh Ahok.

Mendengar keluhan Ahok itu warga sadar. Suasana sontak hening dan Ahok melanjutkan kisahnya.
👄
Jakarta - Satu lagi selebriti tanah air datang ke Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/11). Dengan perut mengandung selama 7,5 bulan, penyanyi Andien Aisyah datang memberikan dukungannya kepada Calon Gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama.
"Saya sudah pernah bilang ke Pak Ahok, setiap dengarkan Pak Ahok ngomong, bayi saya nendang-nendang terus dari dalam. Kayaknya dia lebih semangat," ujar Andien usai dikenakan kemeja kotak-kotak oleh Basuki.
Ia mengaku kagum dengan sosok Basuki yang menurutnya apa adanya dan bukan adanya apa. Ia juga menilai sosok Basuki yang sangat cerdas dan penuh strategi.
"Beliau sangat cerdas, benar-benar penuh strategi yang sangat jujur, manusiawi, yang benar-benar beliau tahu apa yang beliau lakukan," katanya.
Pada kesempatan itu, Andien menyanyikan tiga buah lagu untuk menghibur pengunjung Rumah Lembang dan Basuki sendiri. Ia menyanyikan lagu berjudul Gemilang dan lagu nasional berjudul Tanah Airku dan Maju Tak Gentar.
"Lagu saya yang juga doa untuk Pak Ahok dan seluruh yang ada di sini, untuk semua yang ada di sini, untuk pendukung dan Kota Jakarta yang saya yakin semakin lama semakin bisa maju," pungkasnya.


Deti Mega Purnamasari/FMB

Suara Pembaruan
Merdeka.com - Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama mendapatkan nasihat dari salah seorang warga yang melakukan pengaduan di Rumah Pemenangan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat. Mengingat saat ini dia tengah mengalami polemik karena pernyataannya terkait Surat Al-Maidah ayat 51 dan ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama.

Warga tersebut adalah Abdul Muis. Dengan mengenakan kemeja kotak-kotak dan kursi roda, Abdul mengharapkan adanya perubahan sikap terhadap Basuki atau akrab disapa Ahok itu. Sebab dia ingin mantan Bupati Belitung Timur itu kembali memimpin DKI.

"Harap sabar aja pak. (saya harap) Bapak terpilih lagi jadi Gubernur," kata Abdul di hadapan Ahok, Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/11).

Ahok yang mendapatkan nasihat itu mendengarkan dengan seksama. Dengan lirih mantan politisi Gerindra ini menuturkan sudah banyak yang mengingatkan dirinya untuk merubah sikapnya.

"Saya makasih pak. Memang saya akan memperbaiki sikap saya, sikap bicara yang dipakai. Jangan nantang-nantang orang juga pak. Saya sudah menyadari ini. Saya sudah sampaikan umat muslim perkataan saya itu melukai perasan. Dan saya enggak ada niat sama sekali melukai. Saya sudah (berubah), melalui peristiwa ini saya menyadari," kata Ahok.

Suami Veronica Tan ini mengharapkan dukungan seluruh warga agar mampu menjaga sikapnya ini hingga akhir hayat. Sehingga tubuh yang sehat bukan untuk berkonflik melainkan kerja.

"Kita dikasih fisik yang kuat yang baik, bukan buat nantang buat berantem juga. Saya juga lagi berusaha minta dukungan dan doanya. Ini selamanya bisa lebih baik. Doakan supaya saya punya sikap baik sampai meninggal," tutup Ahok.

🙏

JAKARTA, KOMPAS.com —
 Lebih dari 20.000 orang telah menandatangani petisi di change.org yang mendukung perlindungan hukum bagi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait tuduhan penistaan agama. Petisi tersebut ditargetkan akan ditandatangani oleh 25.000 orang.

"Terlebih lagi, Pak Ahok telah beberapa kali menyampaikan permohonan maafnya secara tulus sehingga dengan demikian, kedua ketentuan hukum tentang penistaan agama ini pun juga memberikan perlindungan hukum bagi Pak Ahok," tulis sang pembuat petisi, Nyoman Samuel Kurniawan, dari Denpasar, Bali.
Nyoman menilai, penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok terlalu dipaksakan. Ia memberikan sejumlah argumennya, antara lain masyarakat Kepulauan Seribu baik-baik saja saat Ahok melontarkan pernyataannya yang kemudian disebut telah menistakan agama.
Nyoman juga berpendapat bahwa penetapan status tersangka Ahok tidak tepat. Sebab, Perpres Nomor 1 Tahun 1965 mengatur penerapan Pasal 156 a KUHP yang menjerat Ahok menyebutkan perlunya ada tahap peringatan sebelum pemidanaan.
Nyoman mengatakan, Pasal 156 a KUHP baru bisa efektif setelah ada pembahasan oleh forum Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat dan Keagamaan (Bakor Pakem) yang terdiri dari Kementerian Agama, kejaksaan, kepolisian, Badan Intelijen Negara, serta tokoh masyarakat yang menetapkan suatu aliran dinyatakan sesat.
Bila belum masuk ke forum Bakor Pakem dan prosedur tersebut juga belum dijalankan, itu belum bisa masuk ke pasal penodaan agama.
"Dengan demikian, seandainya ucapan Pak Ahok saat itu dianggap telah menista agama (sekalipun), tetapi ucapan tersebut tidak dapat serta-merta mengakibatkan Pak Ahok dikenakan status tersangka. Karena, kedua ketentuan hukum tentang penistaan agama mensyaratkan bahwa harus ada tahapan peringatan terlebuh dahulu!" tulis Nyoman.
Nyoman mengajak netizen untuk mendandatangani petisi guna meyakinkan bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan.

Liputan6.com, Jakarta - Status tersangka terhadap Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, yang ditetapkan Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) pada Rabu (16/11/2016), tak berpotensi menggerus elektabilitas pasangan Djarot itu.

Namun, menurut Nona Evita dari Populi Center, penetapan itu akan membuat masyarakat mempertimbangkan memilih Ahok saat Pilkada 2017.
"Mereka (pemilih) akan menilai lagi apakah tepat memilih Ahok," kata Nona kepada Liputan6.com.
Lebih lanjut, berdasarkan survei Populi Center, kasus pidana yang melibatkan Ahok ini tak seberat pidana korupsi. 

"Masyarakat itu maunya tokoh yang enggak terlibat kasus hukum, khususnya yang berkaitan dengan korupsi dan rekam jejak buruk dari calon dalam hal pemberantasan korupsi. Ini kan bukan korupsi. Tentunya akan menggerus elektabilitas, tapi tidak signifikan," ujar dia.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Ari Dono Sukmanto, penetapan tersangka terhadap Ahok diambil berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pihaknya pada Selasa, 15 November 2016.

Dalam gelar perkara tersebut, Bareskrim melibatkan 29 orang saksi, baik dari pihak pelapor maupun dari terlapor, dan saksi lainnya yang mengetahui peristiwa Ahok mengucapkan kalimat yang dianggap menista tersebut.

Polisi juga mengundang 39 ahli dari delapan bidang keahlian. Saksi ahli ini berasal dari pelapor, terlapor, juga saksi dari pihak kepolisian.

Meski dalam gelar perkara terdapat perbedaan pendapat yang sangat tajam, penyidik memiliki kesimpulan akhir. Hasilnya, penyidik menaikkan status perkara tersebut ke penyelidikan.

Ahok, kata Ari, diduga menistakan, menghina, dan menodai agama Islam melalui ucapannya terkait surat Al-Maidah ayat 51 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 156a KUHP Jo Pasal 28 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

JAKARTA, KOMPAS.com
 - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memuji cepatnya berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pengalaman Rahmat didapat saat berkomunikasi dengan Ahok terkait pengelolaan TPST Bantargebang.

"Saya hubungi WhatsApp beliau (Ahok), dalam waktu singkat, responsnya luar biasa," kata Rahmat di Balai Kota, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Rahmat membandingkan respon komunikasi Ahok dengan beberapa gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Rahmat berpengalaman berhubungan dengan Pemprov DKI sejak 1999. Dari pengalamannya dengan Ahok, tiga bulan rapat soal sampah, diputuskan dalam waktu kurang lebih 10 menit.
"Kami mau ngomong soal sampah (dengan gubernur sebelum Ahok), dua tahun itu baru bisa bicara dengan gubernur. Sehingga komunikasi sangat cepat," kata Rahmat. (Baca: Ahok Minta Plt Gubernur DKI Tidak Ubah Anggaran untuk TPST Bantargebang)
Sementara itu, Ahok mengakui komunikasi sekarang jauh lebih cepat. Kecepatan itu didukung oleh adanya aplikasi obrolan di ponsel.

"Saya kira sekarang jauh lebih enak hubungannya. Sama-sama punya WhatsApp," kata Ahok.


TEMPO.COJakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok semringah mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pembelian Rumah Sakit Sumber Waras bersih dari dugaan korupsi. Hasil kajian KPK atas audit Badan Pemeriksa Keuangan itu disampaikan kepada Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Selasa, 14 Juni 2016.

"Saya berterima kasih, berarti KPK bekerja secara profesional,” kata Basuki di Balai Kota, Selasa ini. “Saya enggak punya salah kok.”

BACA: KPK: Tidak Ada Korupsi dalam Pembelian RS Sumber Waras

Ahok dipanggil beberapa kali oleh KPK saat penyelidikan. Menurut dia, tidak ada yang salah dalam pembelian lahan rumah sakit tersebut. Rumah sakit seluas 3,1 hektare itu dibeli pemerintah Jakarta pada 2014 seharga Rp 775 miliar. BPK menyatakan nilai tersebut terlalu mahal Rp 191 miliar dibanding harga yang diajukan Ciputra setahun sebelumnya.

BPK juga menyatakan tanah Sumber Waras berada di Jalan Tomang Utara dengan nilai jual Rp 7 juta. Sedangkan Ahok memakai harga tanah Rp 20 juta sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan di Jalan Kyai Tapa. “Yang menentukan posisi sertifikat bukan saya. Yang menentukan zonasi dan NJOP juga bukan saya. Peninggalan dari dulu itu," tuturnya.

BACA: Dokumen Ini Ungkap 4 Fakta Audit RS Sumber Waras

Ahok enggan mengomentari kinerja BPK Jakarta yang pernah mengumumkan hasil audit atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014 terkait dengan pembelian lahan tersebut. “Aku tak mau ribut sama orang kalau orang itu benar. Makanya aku enggak pernah ribut, santai aja," ucapnya.

LARISSA HUDA



sindonews: JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ‎terkait dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Pasalnya, sejauh ini penyidik KPK tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum dalam pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

"Data BPK belum cukup indikasi kerugian negara, jadi penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya, nah oleh karena itu jalan satu-satunya kita lebih baik mengundang BPK,‎" ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

‎Namun, dia belum bisa memastikan kapan KPK akan mengundang BPK guna membahas perkara itu. "Dalam waktu dekat inilah, apakah minggu depan atau minggu berikut, pokoknya sebelum Hari Raya Lebaran," tuturnya.

Dia membeberkan, sejauh ini KPK juga sudah meminta pendapat para ahli ‎dari Universitas Indonesia maupun Universitas Gadjah Mada. Data yang dimiliki para ahli itu disandingkan dengan hasil audit investigasi yang dilakukan BPK atas dugaan pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras itu.

"Nah tapi kami perlu hati-hati tidak semua saran kita putuskan iya. Makanya tadi saya bilang mau ketemu lagi dengan satu instansi, itu kita ingin undang BPK untuk ketemu dengan penyidik kita," ungkapnya.


Kabar24.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan penyelidikan perkara dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras akan dihentikan. Sebab, KPK menilai tidak ada temuan tindak pidana korupsi dalam perkara itu.  

"Kami sudah undang ahli dari Universitas Gadjah Mada dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi). Mereka tidak menemukan perbuatan melawan hukum," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/6/2016). 

Agus mengatakan pihaknya tidak menaikkan perkara Sumber Waras ke dalam penyidikan. Sebab, dia menilai para ahli yang telah dipanggil menyebutkan tidak ada kerugian yang dialami negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.   

Sementara itu, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Wenny Warouw, mengatakan pihaknya pada 19 April 2016 bertemu dengan para pimpinan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pertemuan itu, dia mengatakan salah satu pimpinan BPK menegaskan bahwa ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras. 

Wenny mengatakan apabila KPK memutuskan kasus Sumber Waras tidak ada indikasi korupsi, sama halnya menilai audit BPK tidak benar. Padahal, kata dia, hasil audit BPK sering digunakan KPK dalam menyelidiki kasus korupsi. "Kalaupun itu benar, data BPK tidak dipercaya," katanya.   

Dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras mulai dilirik KPK pada 20 Agustus 2015. Kasus mencuat dari hasil audit BPK Jakarta atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014.

BPK DKI menganggap prosedur pembelian lahan RS Sumber Waras menyalahi aturan. BPK menilai, lahan yang dibeli jauh lebih mahal, dan menimbulkan kerugian keuangan daerah hingga Rp 191 miliar. KPK meminta BPK melakukan audit ulang.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak luput diperiksa oleh BPK RI pada 23 November 2015. Hasil audit investigasi itu juga telah diserahkan kepada KPK pada 7 Desember 2015. 

Kabar24.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman mempertanyakan pernyataan Ketua KPK Agus Raharjo bahwa tidak ada pelanggaran hukum soal pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW).
Menurut Benny, pada 6 Agustus 2015 KPK menyuruh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terkait pembelian lahan Sumber Waras. Kemudian BPK melihat ada pelanggaran hukum yang sempurna.
"Disampaikan pelanggaran hukum sempurna. Lengkap dengan aturan yang dilanggar. Dan KPK benarkan kirim surat untuk dilakukan audit investigatif," kata Benny dalam rapat dengar pendapat dengan KPK di Gedung Nusantara II DPR, Selasa (14/6/2016).
Oleh karenanya, politisi Demokrat tersebut mempertanyakan sikap Ketua KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran hukum yang membuat tidak bisa diproses lebih lanjut dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
"Apakah penjelasan hukum satu-satunya untuk tentukan apakah korupsi atau bukan? Mengapa KPK merasa perlu kirim surat pada BPK untuk audit investigatif? Apa untuk kepentingan politik pribadi-pribadi di situ?," ujar Benny.

Bahkan Benny mempertanyakan apakah  KPK sudah “masuk angin” atau takut. Dia menilai tidak adanya pelanggaran hukum bukan satu-satunya kriteria untuk tetapkan perkara korupsi. Apakah tidak ada perbuatan melawan hukum maka tidak ada indikasi korupsi? Tidak," ujarnya.

Jakarta - Suara Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta tidak bulat dalam upaya memakzulkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari kursi Gubernur DKI melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Dari total 15 anggota DPRD DKI yang diusung Fraksi Gerindra, 14 anggota sudah menandatangani surat edaran HMP.
Namun, ada satu anggota yang menolak menandatangani HMP tersebut, yakni Aristo Purboadji Pariadji. Dalam penelusuran wartawan terkait surat HMP untuk memakzulkan Ahok yang mulai diedarkan pada pertengahan Mei 2016, satu anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Aristo Purboadji tidak menandatangani surat tersebut.
Saat dikonfirmasi, Aristo mengaku menolak ikut HMP karena langkah pemakzulan Ahok tidak tepat. Apalagi, alasan-alasan adanya HMP sama sekali tidak kuat, malah bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi seperti yang diusung Fraksi Gerindra.
Sejumlah alasan yang membuat Aristo enggan menandatangani HMP yakni, ormas yang menekan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik untuk menggulirkan HMP, tidak jelas. Ormas itu adalah Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU) dan Koalisi Tionghoa Antikorupsi.
“Tuntutan mereka juga tidak jelas. Salah satu tuntutannya, Pak Ahok harus dimakzulkan karena mempraktikan e-budgeting yang dianggap melanggar UU terkait anggaran. Ini saya tidak sepakat. Karena, menurut saya, kemajuan teknologi informasi harus dilibatkan dimanfaatkan dalam pemberantasan korupsi. Sebab, melalui sistem elektronik tersebut akan terjadi transparansi sehingga meminimalisasi praktik mark up (penggelembungan proyek), korupsi, dan sebagainya, " kata penulis buku “Demokrasi Kuat Mimpi Buruk Koruptor” ketika menjawab wartawan di Jakarta, Rabu (8/6).
Menurut dia, e-budgeting yang diterapkan Pemprov DKI patut diapresiasi. Dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa pengelolaan informasi daerah dikelola dalam suatu sistem pengelolaan informasi daerah. "Ini memberi ruang kreativitas bagi Pemda untuk menerapkan sistem keuangan yang lebih baik," tambahnya.
Aristo berpendapat, kemajuan teknologi ICT (Information and Communication Technology) yang sangat pesat patut disyukuri. Soalnya, kemajuan ICT dapat mempercepat bukan hanya dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, tetapi juga konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Alasan lain untuk pemakzulan Ahok yang diusung Fraksi Gerindra DPRD DKI adalah kasus Rumah Sakit Sumber Waras dan kasus reklamasi. Menurut dia, dua kasus itu tidak tepat menjadi alasan adanya HMP. Sebab, dua kasus itu merupakan kasus hukum, bukan politik. “Jadi, sebaiknya tunggu saja sampai kasus hukumnya selesai. Jangan sampai kita menghukum orang yang belum tentu bersalah,” tutur dia.

Pro-Antikorupsi

Aristo berani tidak sejalan dengan anggota DPRD DKI Fraksi Gerindra lainnya yang secara bersama-sama menandatangani HMP karena menurut Aristo HMP bukan perintah partai ataupun fraksi, melainkan sikap masing-masing individu yang sifatnya pribadi.
Ia juga tidak khawatir jika langkahnya itu malah membuatnya dijatuhi sanksi.
“Saya siap dengan segala konsekuensinya. Perlu saya jelaskan kalau saya bukan pro-Ahok, tapi saya pro-antikorupsi,” tambah mahasiswa S3 IPB ini.
Sikapnya ini dibuktikan ketika ia ikut menandatangani hak angket bersama anggota DPRD dari Fraksi Gerindra lainnya. "Saat hak angket diedarkan terkait anggaran siluman, saya ikut teken karena tujuannya untuk transparansi anggaran, bukan untuk memakzulkan," katanya.
Meski ada konsekuensi terkait sikapnya itu, Aristo mengaku siap. Namun, ia yakin bahwa partainya tidak akan menjatuhi sanksi hanya karena tidak ikut tanda tangan HMP. Alasannya, Gerindra dikenal sebagai partai yang mengusung visi antikorupsi. “Saya justru menjalankan komitmen, visi, dan misi partai yang antikorupsi. Saya memulai dan berharap bisa mengajak teman-teman di DPRD DKI untuk melakukan hal yang sama,” ujarnya.
Aristo mengaku pesimistis HMP bisa berhasil, apalagi dulu pernah gagal. Saat ini, sudah ada sekitar 20 orang yang menandatangani HMP. Selain Fraksi Gerindra, ada beberapa anggota DPRD DKI lainnya yang ikut seperti dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat.
Sebanyak 14 anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Gerindra yang sudah menandatangani surat edaran HMP yaitu Mohamad Taufik, Taufik Hadiawan, Abdul Ghoni, Iman Satria, Fajar Sidik, Nuraina, Prabowo Soenirman, Mohamad Arief, Endah Setia Dewi, Syarif, Seppalga Ahmad, Rani Mauliani, dan Rina Aditya Sartika. 

Asni Ovier/AO

BeritaSatu.com

INILAHCOM, Jakarta - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia diperkirakan ada 119 BUMN, 300 anak BUMN, dan 400 cucu BUMN. Total ada sekitar 800-an BUMN dari induk hingga anak dan cucunya. Dari jumlah itu, rata-rata ada 3 posisi komisaris dan 3 poisi direksi. Berarti total ada 4.800 posisi di BUMN dari induk hingga anak cucu.
"Nah kalau selama 1 tahun 8 bulan ini pergantian komisaris dan direksi baru menyentuh sekitar 400-an orang, maka masih ada sekitar 4.400 orang lama di dalam sana yang bisa jadi merupakan lawan politik atau minimal bukan pendukung Jokowi di Pilpres kemarin," kata Ketua Relawan Jokowi dari Batman, Immanuel Ebenezer, saat membuka diskusi "Revolusi Mental dan Bersih-bersih BUMN" di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2016).
Hadir dalam diskusi tersebut sebagai pembicara yakni Don K Marut (Pengawas Kebijakan Publik & Kerjasama Internasional), Emrus Sihombing (Pengamat Politik), Ray Rangkuti (Aktivis & Pengamat Politik), Agus Pambagio (Pengamat Kebijakan Publik), dan Adhie M Massardi (Koordinator Gerakan Indonesia Bersih)
Kenapa sekitar 4.400 komisaris dan direksi di identifikasikan sebagai lawan politik atau bukan pendukung Jokowi? Sederhananya, kata Immanuel, karena mereka bukan dari rekomendasi dari partai pendukung maupun kelompok-kelompok relawan pendukung Jokowi.
"Bisa dikatakan, dari 4.400 an nama itu sudah ditempatkan jauh waktu sebelum Jokowi menjadi Presiden. Dengan kata lain, mereka adalah orang pilihan pemerintahan sebelum Jokowi," ujarnya.
Dari hitungan kasar tersebut, kalau berandai-andai, jika gaji dari 4.400an orang itu rata-rata per bulan Rp20 juta saja, maka pemerintahan Jokowi menggaji "lawan politiknya" setiap bulan Rp88 miliar atau setara Rp1.056 triliun per tahun.
"Hitungan itu memang tidak akurat, tapi bisa untuk menjadi gambaran bagi kita bahwa pemilu 2019 nanti logistik dan
jaringan ada di tangan lawan-lawan Jokowi," ungkapnya.
Menurut Immanuel, mungkin bisa diperdebatkan bahwa posisi-posisi di BUMN, cucu dan anak BUMN itu boleh jadi diisi orang profesional. Namun, argumentasi itu tidak bisa dibenarkan karena hampir semua BUMN dan anak cucu BUMN selama ini merugi.
"Kerugian yang terjadi tiap tahun itu menjadi bukti bahwa 4.400 orang itu bukanlah orng-orang profesional di bidangnya," tukasnya.
"Pertanyaan kita, apakah Presiden Jokowi tahu hal ini atau tidak? Apa mungkin Jokowi hafal latar belakang 4.400-an orang itu? Kalau Jokowi tidak tahu maka siapa yang memanipulasi informasi ke Presiden? Apa tujuannya? Apakah sekedar bekerja, bisnis, atau bertujuan politis untuk Pemilu 3 tahun lagi?" tambah dia.
Immanuel mengungkapkan, memanipulasi informasi dan data, menyusupkan nama-nama orang dalam BUMN dan anak cucu BUMN tentu sangat mudah. Siapapun tahu bahwa di tengah kesibukan Jokowi membangun 10.000 km jalan, kereta api, 34 pelabuhan, 35.000 megawat pembangkit listrik, belasan bandara, pembangunan pasar-pasar, mengontrol harga, mendongkrak hasil pertanian, berkeliling negara-negara asing menarik investor, maka Jokowi tidak punya waktu memeriksa semua nama yang disodorkan padanya.
Hitungan lain, lanjut dia, jika dari 4.400-an orang itu bertanggungjawab masing-masing mencetak 10.000 kaos maka dari jumlah itu "lawan" politik Jokowi sudah dapal 44 juta kaso atau 30% dari total kebutuhan kaos untuk pemilih sekitar 130 juta orang.
"Jika ada 4.400 orang yang tidak mendukung Jokowi di BUMN, anak dan cucu BUMN, lalu masing-masing orang itu bercerita kepada 10 orang tentang hal-hal negatif pemerintahan Jokowi, maka dalam satu tahun hal hal negatif Jokowi tersebar secara masif ke 16.060.000 orang, atau dalam 3 tahun ke depan propaganda negatif tersebar ke 48 juta orang. Masif, terorganisir, dan sitematis tanpa sosmed, koran, atau televisi. Gerilya politik dari mulut ke mulut," bebernya.
Selaku relawan, dia mengingatkan, sisa waktu pemerintahan Jokowi hingga pemilu berikutnya tinggal 3 tahun 4 bulan lagi, alias sangat pendek. Dan jika Jokowi ingin memastikan pemerintah selama dua periode maka melakukan bersih-bersih seluruh BUMN dan anak cucu BUMN dari orang-orang yang menjadi lawan politiknya merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditolak.
"Jokowi adalah orang baik, bekerja keras, dan membawa perubahan melalui revolusi mental. Tapi, revolusi mental itu bisa gagal total jika tidak segera dilakukan revolusi posisi di berbagai tempat dan tingkat, mulai dirjen, sesmen, hingga BUMN berikut anak cucunya," pungkasnya.
Pengamat politik Emrus Sihombing meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap tegas terhadap kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno. Sebab Rini dinilai tidak mampu menjabarkan program pemerintah untuk membangun dari pinggiran melalui BUMN.
"Jokowi harus melakukan sesuatu, jabatan tinggal 3 tahun lagi, untuk mempercepat pembangunan, kecuali dengan mengoptimalkan semua resourches yang ada di BUMN," terangnya.
Diungkapkan Emrus, pucuk pimpinan BUMN semestinya memahami keinginan Jokowi. Yakni membangun dari pinggiran, maksudnya adalah dengan tidak memberlakukan sistem kerja kontrak atau outsourcing di lingkungan BUMN.
Selain itu, terkait dengan penempatan orang-orang yang tidak pro dengan visi dan misi pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla di lingkungan BUMN. Padahal, semestinya orang-orang yang mengisi jajaran direksi dan komisaris raturan BUMN adalah mereka yang sejalan dengan visi-misi Presiden Jokowi.
"Salah satu fungsi BUMN adalah menyerap tenaga kerja, Jokowi sampaikan membangun dari pinggiran, maksudnya kaum papa. Jangan tenaga kerja kontrak, itu bertentangan dengan membangun dari pinggiran," katanya.
"Siapa yang harus bertanggungjawab? Ya menterinya, karena tidak bisa menjabarkan keinginan Presiden Jokowi. Siapapun menterinya harus menjabarkan keinginan Presiden dengan baik," sambung Emrus.
Sebagai perpanjangan tangan untuk membantu kerja Presiden, lanjut dia, Menteri BUMN Rini Soemarno seharusnya mempedomani program besar Trisakti yang dijabarkan dalam Nawa Cita.
Emrus menyarankan Presiden Jokowi untuk membuat terobosan, misalnya dengan memberikan kewenangan kepada kementerian koordinator untuk mengelaborasi secara holistik agar jalannya pemerintahan ke depan lebih baik. [rok]
- See more at: http://nasional.inilah.com/read/detail/2298727/jokowi-gaji-lawan-politiknya-rp88-m-perbulan#sthash.1r0BN3Qh.dpuf




JAKARTA, KOMPAS.com — Wajah sungai Ibu Kota semakin hari semakin berubah. Sungai yang dulu berwarna hitam, berbau, dan dipenuhi banyak sampah perlahan-lahan mulai dibenahi untuk meninggalkan kesan kotor dan kumuh.
Salah satu sungai yang sudah meninggalkan kesan kumuh ialah aliran anak Sungai Ciliwung yang tepat berada di belakang Gedung Lindeteves Trade Centre (LTC) Glodok, Jakarta Barat. Sungai ini "disulap" bak sungai di pedesaan.
Warnanya jernih dan tak berbau. Walaupun sesekali aliran sungai yang cukup deras ini dilewati beberapa sampah yang dibuang oleh warga yang "nakal", pemandangan ini jauh berbeda dari sungai di Ibu Kota pada umumnya.
Anak-anak bahkan beramai-ramai bermain di bantaran sungai. Seperti anak pedesaan, mereka asyik bercanda dengan teman sebaya dan melakukan aksi salto ke depan dan salto ke belakang. Bahkan, semakin sore, jumlah anak-anak semakin banyak.


Anak-anak yang baru datang begitu saja melepas baju dan celana mereka, hanya menyisakan selembar celana kotok (celana dalam). Tanpa malu, mereka bergulat dengan aliran sungai yang cukup deras, melompat dari jembatan, berenang hingga ke hilir, lalu kembali lagi ke jembatan. Begitu seterusnya.
Bahkan, laki-laki dewasa tak segan ikut "nimbrung" dengan anak-anak tersebut. Wajah anak Sungai Ciliwung di daerah ini berubah bukan tanpa sebab. "Pasukan Oranye" atau petugas Pelayanan Prasarana dan Sarana Umum atau PPSU DKI sering membersihkan bantaran sungai ini.
Menurut warga sekitar, dulu sungai yang biasa dikenal dengan "sungai di belakang LTC Glodok" ini merupakan sungai yang kotor, kumuh, berwarna kehitaman, dan dangkal karena dasar sungai yang dipenuhi sampah.
Namun, kesan tersebut jauh berbeda dengan kondisi sungai saat ini. Sayang, "Pasukan Oranye" yang berjuang keras untuk membersihkan sungai jarang sekali dibantu oleh warga sekitar.
"Kan sudah ada petugasnya, kalau kami, ya lihat-lihat saja, Mas," ujar salah satu warga kepada Kompas.com, Senin (16/5/2016).
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berulang kali mengatakan bahwa dia ingin mengubah sungai Ibu Kota yang kumuh menjadi sungai yang memiliki kesan hijau dan asri.
Ahok bahkan bermimpi membuat Sungai Ciliwung memiliki nilai keekonomian, salah satunya dengan menjadikan Ciliwung sebagai obyek wisata.
Namun, Ahok sadar mimpinya itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai seperti pesulap yang membacakan mantera "simsalabim".

Ketidakpedulian masyarakat yang masih saja membuang sampah sembarangan serta personel PPSU dan dinas terkait yang terbatas membuat angan-angan Ahok ini harus dijalani dengan lebih keras.


JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak warga RW 05, Jalan Cilandak KKO, Ragunan, Jakarta Selatan, yang penasaran dengan bakal calon gubernur DKI Jakarta, Abraham Lunggana alias Lulung.
Misalnya, salah seorang ibu yang menetap di RT 10 RW 05. Wanita paruh baya yang enggan jika namanya disebutkan ini mengaku baru kali pertama melihat Lulung.
"Sebelumnya mah saya enggak pernah tahu. Tahunya Lulung cuma yang sering berantem sama Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) di TV," kata dia tertawa, di lokasi, Minggu (15/5/2016) petang.
Ia mengaku diminta oleh RT setempat untuk datang saat sosialisasi dan memasak besar untuk menjamu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta tersebut.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rokhim, seorang warga RT 11 RW 05. Dia mengaku diminta oleh ketua RT setempat untuk mendatangi tempat kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan Lulung.
"Saya belum kenal-kenal banget sama Lulung. Makanya kami datang ke sini pengin tahu programnya apa saja," kata Rokhim.
Rokhim yang sudah menetap di RT 11 sejak tahun 1990 itu mengaku tidak pernah merasa terancam oleh Pemprov DKI Jakarta. Meskipun daerah tempat tinggalnya itu merupakan kawasan langganan banjir, pemerintah setempat belum berkomunikasi untuk melakukan penertiban sehingga ia masih merasa aman dan nyaman menetap di tempat tinggalnya saat ini.
"Penginnya saya juga jangan diganti dulu gubernurnya (dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama), biar kebijakannya bisa terus dilanjutkan. Mulai dari ketertiban, lingkungan, pasukan oranye, pendidikan sekolah, pelayanan kelurahan sudah bagus," kata Rokhim.
Adapun dalam kegiatan sosialisasi itu, Lulung sempat tanya jawab dengan warga serta pengurus RT/RW setempat. Warga mengeluhkan mengenai akses jalan, lampu penerangan jalan umum, dan banjir.
Lulung juga sempat meninjau jalan yang dimungkinkan dapat menjadi akses baru bagi warga. Akses jalan itu menembus ke jalan Rumah Sakit Hewan Taman Margasatwa Ragunan.


Jakarta surabaya pagi- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mau masuk terlalu jauh dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras berawal dari terbitnya hasil audit BPK DKI Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014.

Anggota Komisioner KPK Saut Situmorang mengatakan KPK telah menerima bukti-bukti dari BPK. Namun, temuan tersebut tidak semuanya bisa dijadikan bukti. Potensi kerugian negara dari hasil audit BPK perlu dilengkapi bukti lainnya.

Sekilas, kata dia, mungkin karena salah prosedur atau Pemrpov DKI Jakarta terburu-buru memasukkan dalam anggaran APBD. Di sisi lain masih ada perdebatan soal perbedaan harga.

“Dari audit BPK memang ada kerugian, tapi apakah itu mengarah pada korupsi? Kami belum dapat menyimpulkan. Penyelidikan masih berjalan. Jika tidak, ya itu masuk ranah BPK,” kata dia, di sela-sela acara dialog bersama warga dan akademisi anti Korupsi di Malang, Jawa Timur, Rabu (27/4/2016).

Bisa jadi, seiring berjalannya waktu, tidak menutup kemungkinan adanya bukti-bukti baru kasus dugaan korupsi. Namun, jelas dia, sejauh ini KPK tidak menemukan adanya indikasi korupsi dalam proses pengadaan lahan RS Sumber Waras.

“Soal Komisi III memanggil mantan Ketua KPK, itu haknya DPR. Kami juga dijadwalkan akan dipanggil oleh mereka. Namun, secara mekanisme saya pastikan KPK sangat independen,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan BPK menganggap Pemprov DKI menyalahi aturan lantaran harga lahan jauh lebih mahal. Catatan BPK ada indikasi kerugian negara Rp191 miliar dalam pembelian lahan tersebut.

Pada Agustus tahun lalu, KPK menyelidiki dugaan korupsi ini dan meminta BPK mengaudit ulang. Audit investigasi sudah diserahkan BPK. Penyelidikan masih berlangsung. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama juga sudah diperiksa KPK pada Selasa, 12 April lalu.ro
Jakarta - Para mantan pimpinan KPK menolak untuk hadir memenuhi pemanggilan Komisi III DPR terkait kasus RS Sumber Waras (SW). Kepastian itu didapatkan setelah mantan Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki mengirim pesan singkat kepada Sekretariat Komisi III DPR menyatakan penolakan.
SMS dari Ruki itu dikabarkan oleh Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, Selasa (26/4). SMS diterima pada Senin (25/4) malam. Substansinya, para mantan pimpinan KPK tak mau menganggu independensi proses penyidikan KPK terkait kasus itu.
Berikut isi lengkap SMS Ruki seperti disampaikan Bambang Soesatyo.
"Yth.Sekertaris Komisi 3 DPRRI.
Dengan tidak bermaksud mengurangi rasa hormat kami kepada DPR untuk menjalankan fungsi pengawasannya, kami para Mantan Pimpinan KPK, masing masing Taufiequrachman Ruky, Adnan Pandu Praja, Zulkarnaen, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji, berpendapat bhhwa proses hukum oleh KPK terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah YSSW oleh Pemda DKI masih berjalan dan saat ini masih dalam tahapan penyelidikan.
Untuk menghindari kesan adanya destruksi independensi penanganan kasus maupun indepensi kelembagaan KPK, maka dengan segala hormat kami berhalangan utk menhadiri undangan dari Komisi 3 DPR RI.
Tentang dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi pada kasus diatas, kami berpendapat sebaiknya diserahkan sepenuhnya kpd KPK sesuai dengan SOP pada KPK,
Terimakasih.
Hormat kami,
Taufiequrachman Ruky.
Zulkarnain.
Adnan Pandupraja.
Johan Budi.
Indrianto Senoaji.‎"
Markus Junianto Sihaloho/PCN
BeritaSatu.com


JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas warga Jakarta tak percaya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terlibat kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Hal ini berdasarkan survei yang dirilis oleh Populi Center pada bulan April 2016. 

"Ini menarik ketika ditanyakan, apakah Ahok terlibat pada kasusSumber Waras? Banyak warga yang tidak percaya," kata peneliti Populi Center, Nona Evita, di Kantor Populi Center, Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat, Senin (25/4/2016). 

Sebanyak 27,2 persen warga yang menjadi responden lebih percaya Ahok terkait polemik kerugian negara akibat pembelian lahan RS Sumber Waras. Sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hanya mendapat kepercayaan dari 19 persen masyarakat DKI yang menjadi responden. 

Meski demikian, lanjut Nona, sebanyak 53,8 persen warga mengaku tidak mengetahui kasus tersebut dan memilih untuk tidak menjawab. 

"Ini artinya kasus yang bergulir tidak menyita perhatian masyarakat," kata Nona. 

Survei ini melibatkan 400 responden di enam wilayah di DKI Jakarta. Yakni Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu. 

Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka pada 15-21 April 2016. Responden survei ini dipilih secara acak bertingkat atau multistage random sampling, dengan margin of error lebih kurang 4,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.


Jakarta detik - Pemilihan Gubernur DKI Jakarta sering dianggap sebagai tolak ukur kesuksesan partai politik dalam menghadapi pemilihan presiden. Oleh karena itu, banyak hal yang akan dihitung oleh partai politik dalam memajukan calon untuk Pilgub DKI Jakarta.

Menurut Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto, ada 3 hal yang selalu menjadi skema politik partai politik menjelang pilkada maupun pilpres. Yang pertama adalah biaya pertarungan, apakah koalisi yanh dibentuk akan menguntungkan atau tidak. Kedua, keuntungan kekuasaan. Karena semua partai pasti mencari keuntungan dari calon yang mereka usung.

"Ketiga adalah probabilitas perolehan suara. Parpol pasti mencari calon yang diyakinin akan menang dalam pemilihan. Ini yang sering menjadi acara dalam menentukan calon yang mereka usung," ujarnya dalam acara 'Perlukah Mencari Lawan Ahok?' di Es Teller 77, Jalan Adityawarman No 61, Jakarta Selatan, Rabu (20/4/2016).

Dalam Pilkada DKI Jakarta, Gun Gun memperkirakan ada sedikitnya 3 pasang calon yang akan maju sebagai calon Gubernur. Perkiraan tersebut karena akan banyak manuver politik yang akan dilakukan partai politik untuk menjatuhkan Ahok. 

"Calon pertama adalah Ahok sendiri. Kedua dari PDIP yang akan memajukan calonnya sendiri. Ketiga, Gerindra yang menurut saya pasti memajukan calon. Dan kemungkinan akan ada calon dari partai-partai yang berkoalisi," katanya.

Untuk mengalahkan calon petahana, Gun Gun menyarankan jangan pernah menghajar dengan isu SARA. Karena hal tersebut tidak akan memberi dampak yang signifikan untuk menurunkan elektabilitas Ahok. Menurutnya Ahok saat ini masih menjadi calon terkuat untuk menjadi DKI 1 selanjutnya karena tingkat kepuasan warga Jakarta yang masih tinggi kepada Ahok.

"Ketika incumbent tingkat kepuasannya di bawah 50 persen, maka ada kemungkinan calon alternatif menang. Tapi bila incumbent di atas 60 persen tingkat kepuasannya maka agak sulit mengalahkan. Kecuali ada tindakan korupsi dan sejenisnya yang bisa merusak reputasinya," katanya.

"Saya melihat saat ini figur yang ada masih ada masalah karena tidak ada yang kompetitif. Apalagi mereka tidak memiliki nilai tawar," tutupnya. 
(hri/hri)

Jakarta detik - Persaingan menuju kursi DKI 1 dipanaskan dengan banyaknya figur dari berbagai latar belakang yang mencalonkan diri sebagai calon gubenur. Ada pengusaha seperti Sandiaga Uno sampai mantan menteri sekelas Yusril Izha Mahendra. Namun perhatian tetap tertuju pada calon pertahana Basuki Tjahja Purnama atau Ahok yang berani maju lewat jalur non partai politik atau jalur independen.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsuddin Harris, hal tersebut adalah sebuah fenomena unik karena Ahok berani maju lewat jalur independen di waktu yang terbilang sangat singkat menjelang Pilkada. Bahkan menurutnya, pembukaan pendaftaran calon gubernur yang dilakukan partai politik sebagai sebuah kebingungan dan kepanikan untuk melawan Ahok.

"Saya pikir fenomena Ahok itu unik. Beliau meninggalkan parpol menjelang pilkada dan menyatakan maju secara independen. Saya pikir parpol bukan semata-mata bingung tapi juga panik, sebab parpol tidak memiliki kader yg dianggap layak. Maka yang dilakukan PDIP, itu fenomena yang unik juga dengan membuka pendaftaran calon," katanya dalam acara 'Perlukah Mencari Lawan Ahok?' di Es Teller 77, Jalan Adityawarman No 61, Jakarta Selatan, Rabu (20/4/2016).

Para calon yang ada  dalam pandangan Syamsuddin tidak ada yang layak bahkan tidak memiliki nilai jual untuk melawan Ahok. Oleh karena itu, langkah partai politik membuka pendaftaran calon gubernur hanya upaya balas dendam kepada Ahok. 

"Pembukaan calon sebenarnya kepanikan dari parpol karena tidak ada imajinasi melahirkan pemimpin dari kader internal. Momentum Pilkada bukan cuma pengadilan bagi parpol tapi juga ke politik itu sendiri. Saat ini Ahok sedang melawan politik topeng yang sedang dimainkan oleh parpol. Di depan bilang mau berbakti untuk rakyat, padahal di belakangnya ingin mencuri uang rakyat," ujarnya.

Apabila nantinya Ahok gagal saat tahap verifikasi oleh KPU, menurut Syamsuddin, sangat mungkin ada konspirasi dari partai politik, apalagi Ahok sudah dianggap musuh bersama. Karenanya, penting adanya pengawasan publik untuk mengantisipasi konspirasi tersebut.

Kasus RS Sumber Waras yang saat ini mengganggu Ahok diyakini Syamsuddin tidak akan banyak berpengaruh. Elektabilitas Ahok diyakini tetap tinggi.

"Bagi saya, yang penting adalah mengawal rasionalitas pilkada. Bila dalam 10 bulan ke depan tidak ada calon yang menonjol, belum ada pesaing untuk ahok. Oleh sebab itu, parpol jangan maksa mencari lawan Ahok," tutupnya. 
(hri/hri)


JAKARTA, KOMPAS.com - Basis relawan pendukung Ahok-Heru, "Teman Ahok" berencana membuat materi untuk klarifikasi isu terkait kebijakan Ahok. Hal ini dilakukan setelah mereka mengadakan polling di Twitter akhir pekan lalu.
Dalam polling tersebut, mereka menanyakan info apa yang paling dibutuhkan dari update via Whatsapp. Pilihan jawabannya antara lain update jumlah KTP, klarifikasi isu, bahan sosialisasi, dan berita seputar Ahok.
"Ternyata permintaan klarifikasi tinggi," kata Juru Bicara "TemanAhok" Singgih Widiyastomo kepada Kompas.com, Rabu (20/4/2016).
Mereka pun saat ini sedang mengumpulkan materi untuk klarifikasi isu. Klarifikasi yang akan disampaikan pun berdasarkan fakta yang terverifikasi dan bisa diakses publik.
"Ahok bilang kalau kalian cari Sumber Waras juga 24 jam ada terus, dibaca nggak habis-habis. Kita juga bakal baca peraturan misalnya soal reklamasi, apa yang salah, apa yang nggak boleh," ujar Singgih.
Singgih mengatakan dukungan mereka untuk Ahok akan tetap kritis dan tidak membabi buta.
"Kita juga pasti mikir lah ada alasannya, nggak semua dipercaya," kata Singgih.

"Teman Ahok" meluncurkan layanan update informasi kegiatan mereka. Warga cukup mengirimkan SMS ke 08128834873 berisi nama, domisili, dan official update "Teman Ahok". (Baca: "Teman Ahok" Enggan Komentari Polemik Kebijakan Ahok)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN