TEETHLESS TIG3RS

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengapresiasi kinerja satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut Ruhut, Jokowi sudah bekerja maksimal.
Ia membandingkan kerja pemerintah dibanding kinerja DPR yang terus diwarnai keribuatan.
"Selama enam bulan DPR berantem terus antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, tapi Pak Jokowi tetap fokus bekerja," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Padahal, kata Ruhut, kegaduhan yang ada di DPR sebenarnya secara langsung atau tidak langsung bisa mengganggu kinerja pemerintah. (baca: Survei Poltracking: 48,6 Persen Responden Tak Puas Kinerja Jokowi)
Sebab, DPR bermitra dengan pemerintah untuk membahas mengenai anggaran dan berbagai kebijakan.
"Banyak agenda-agenda pemerintah terganggu apapun itu judulnya, tapi beliau bisa bekerja dengan baik," ucap Ruhut.
Jika memang ada yang perlu dibenahi dalam pemerintah, menurut Jokowi, adalah kinerja pembantu Jokowi di kabinet kerja. (baca:Misbakhun Nilai Jokowi Telah Berani Ambil Kebijakan yang Tepat)
Ruhut melihat sejumlah menteri masih lambat dalam menjalankan instruksi Jokowi. Di bidang ekonomi, kata dia, reshuffle Jilid I lalu memang sudah berhasil mengangkat dan memperbaiki ekonomi Indonesia.
Namun, Anggota Komisi III DPR ini masih menyoroti masalah penegakan hukum yang belum maksimal. Ruhut menyarankan agar Jokowi tak perlu ragu jika hendak melakukan reshuffle jilid II.
"Pak Jokowi sudah bagus, nilainya 8, bahkan 9. Tapi kinerja menterinya ini, beberapa ada yang nilainya 5 dan 6," ucap Ruhut.

Liputan6.com, Jakarta - Tak sampai 24 jam berselang setelah presiden terpilih Jokowi dan cawapres lawan, Hatta Rajasa bertemu semalam, pertemuan lain digelar pagi ini.
Presiden SBY dijadwalkan menerima kunjungan dari para petinggi parpol di Koalisi Merah Putih pengusung Prabowo-Hatta. Sementara hari ini, Tim Transisi Jokowi-JK juga bakal menemui Wapres Boediono.

Adakah kaitan antara pertemuan-pertemuan yang terjadi susul-menyusul itu? Apa benang merahnya?

"Saya kira ada (hubungan). SBY masih jadi presiden. Jadi dia punya kewajiban untuk bisa merangkul semua elemen parpol yang belakangan ini terbelah," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (2/9/2014).

"Saya kira SBY akan mengajak mereka untuk mengakhiri persoalan Pilpres karena MK (Mahkamah Konstitusi) sudah memutuskan," imbuh dia.

Indria menuturkan, meski masih belum bisa diterima pihak tertentu, namun karena Indonesia adalah negara hukum maka seharusnya putusan MK diterima dan dihargai. Karena itu, dia berharap, SBY akan mengajak Koalisi Merah Putih untuk berbesar hati.

"Saya harap SBY mengajak Koalisi Merah Putih untuk kembali memikirkan masalah bangsa, bukan masalah kelompok," ujar dia.
Pelan-pelan

Dan hal ini sudah diawali dengan pertemuan Hatta Rajasa dengan Jokowi di kediaman Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh Senin malam 1 September 2014 kemarin. Menurut dia, pertemuan kedua peserta Pilpres itu bisa menjembatani hubungan antara kubu Jokowi-JK dan juga Prabowo-Hatta.

"(Kedatangan) Hatta untuk menjembatani, karena bagaimanapun juga Hatta orang kedua di koalisi (Merah Putih) itu. Kalau dia sudah datang, bisa menetralisir suasana dengan Jokowi," tutur Indria.

Lalu bagaimana dengan Prabowo? "Pelan-pelan. Hatta saja dulu, baru nanti yang lain-lain. Prabowo kan lama-lama rasional," tandas Indria.


TEMPO.CO , Depok:Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menganggap wajar berbagai gugatan yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atas hasil pemilu presiden 2014. Menurut Jimly, berbagai gugatan itu merupakan cara untuk meredam kemarahan dan kekecewaan yang dirasakan kubu Prabowo. (Video: Tembakan Gas Air Mata Bubarkan Pendukung Prabowo 

"Ini kan sekedar untuk menyalurkan emosi. Jadi, ya, tidak apa-apa," kata Jimly, di Pesantren Al Hikam, Beji, Depok, Jawa Barat, Sabtu, 30 Agustus 2014. Menurut dia, kubu Prabowo juga sebenarnya menyadari bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan hasil pemilu presiden adalah final dan mengikat. (Baca: Tim Prabowo-Hatta Gulirkan Pansus Hari Ini.)

Meski begitu, Jimly melanjutkan, berbagai gugatan yang diajukan kubu Prabowo juga memiliki manfaat, yakni menjaga solidaritas koalisi yang menyokong Prabowo, terutama di parlemen nanti. "Itu penting untuk menjaga kekuatan penyeimbang di parlemen," ujar Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini.

Setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatan hasil pemilu presiden, kubu Prabowo kemudian menggugat keabsahan Joko Widodo sebagai calon presiden ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Prabowo juga menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun gugatan ini ditolak PTUN. Tak hanya ke PTUN, Prabowo juga berencana menggugat ke Kepolisian dan Mahkamah Agung.

PRIHANDOKO


JAKARTA(BangsaOnline)Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tidak menerima gugatan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Majelis hakim menyebut perkara itu tidak termasuk dalam kewenangan PTUN.

"Menetapkan dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. PTUN Jakarta tidak berwenang untuk pemeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara nomor 164/G/2014/PTUN," kata ketua majelis hakim Hendro Puspito dalam persidangan di PTUN Jakarta, Jl Sentra Timur, Jakarta Timur, Kamis (28/8/2014).

"Gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenang absolut pengadilan PTUN," imbuhnya.

Hendro mempersilakan pihak penggugat untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bila tak puas dengan putusan hakim. Kubu Prabowo menggugat Surat Ketua KPU nomor 959/UND/8/2014 tertanggal 21 Juli 2014 soal undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.

"Bila ada yang tidak sependapat silahkan lakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka dangan ini sidang selesai dan ditutup," katanya.

Kuasa hukum Prabowo sempat mengajukan keberatan pada putusan itu. Dia menyatakan timnya tidak mempersoalkan hasil Pilpres dan Prosesnya.

"Mohon maaf Pak Ketua, sebelum bubar kami ingin klarifikasi ojek tuntuan bukan hasil, tapi prosesnya. Kami mengerti ada jeda waktu 14 hari pada kami untuk mengajukan pengadilan tinggi sebagiamana hak kami. Tapi bukan hasil melainkan proses," katanya.

"Ya silahkan keberatan itu diajukan ke Pengadian Tinggi," pinta hakim Hendro.
Sementara kiai pendukung Prabowo menyarankan presiden terpilih Joko Widodo membuka komunikasi dengan Prabowo. Hal ini untuk mencairkan kebekuan hubungan di antara mereka agar tak berdampak pada masyarakat bawah.

Saran ini disampaikan KHi Anwar Iskandar, tokoh Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Ngasinan, Kediri. Gus War, panggilan Anwar Iskandar, sebelumnya juga menggalang dukungan para kiai untuk Prabowo pada pemilihan presiden 9 Juli lalu. Dia menyarankan Jokowi untuk mendatangi Prabowo guna membicarakan langkah-langkah selanjutnya dalam menata pemerintahan ke depan.

"Jangan ada gengsi. Jokowi yang harus datang kepada Prabowo untuk dirangkul," kata Gus War

Sebagai pihak yang menang, Jokowi secara moral memiliki kewajiban memperbaiki hubungan dengan rivalnya. Bahkan, kalaupun Jokowi cukup keberatan dengan saran itu, setidaknya ada pihak ketiga yang memediasi mereka dan mewakili Jokowi.

Kiai Anwar khawatir jika komunikasi politik ini tidak dilakukan, maka akan mengulang preseden buruk hubungan Presiden SBY dengan mantan presiden Megawati. Akibat kerasnya konflik mereka saat pemilihan presiden, Megawati sampai tak pernah mau menginjakkan kaki di Istana Negara dalam berbagai acara. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada psikologis pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Demokrat.
Situasi seperti itu, menurut Kiai Anwar, tidak akan menutup kemungkinan terulang pada massa pendukung Gerindra dan PDIP mendatang. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat mendesak bagi Jokowi untuk melakukan langkah-langkah rekonsiliasi yang berasal dari dirinya. "Jangan mengulang kasusnya Mega dengan SBY," katanya.

Kiai Anwar Iskandar, yang sedang sakit dan menderita patah lengan itu, mengaku prihatin dengan langkah politik yang dilakukan Jokowi. Salah satunya adalah membuat pertemuan khusus dengan SBY di Bali untuk membahas anggaran ke depan. Menurut Kiai Anwar, hal itu seharusnya cukup dilakukan para menteri dengan Tim Transisi. Adapun Jokowi sendiri lebih baik melakukan upaya rekonsiliasi nasional yang jauh lebih penting.

Selain memberi nasihat kepada Jokowi, Kiai Anwar juga mengkritik sikap Partai Persatuan Pembangunan yang belum melakukan upaya nyata untuk menyelesaikan konflik internalnya. Posisi Ketua Umum PPP Suryadharma Ali yang berstatus tersangka akan menjadi batu sandungan jika tidak segera dituntaskan. "Sebelum persoalan internal PPP tuntas, jangan dulu bicara koalisi dengan Jokowi," katanya.
sumber : detik.com


TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden Prabowo Subianto disebut sempat melampiaskan amarah kepada para petinggi partai yang menyokong dia dan Hatta Rajasa dalam pemilu presiden lalu. Kemarahan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya itu memuncak ketika dia membaca draf pidato para elite partai penyokong seusai putusan Mahkamah Konstitusi. (Baca: Hatta ke Prabowo: Mau Sampai Kapan Begini Terus)

"Kalian berkhianat? Dapat apa dari Jokowi?" katanya dengan suara tinggi seperti dimuat di majalah Tempo edisi 25-31 Agustus 2014. (Baca Laporan Utama Majalah Tempo, Rencana Baru Koalisi Sang Jenderal)

Ketika itu MK sedang membacakan putusan sengketa hasil pemilihan umum presiden. Melalui televisi, Hatta dan Prabowo menyimak siaran langsung putusan tersebut bersama sejumlah petinggi partai, yaitu Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali. (Baca: Ada Ketegangan Selama Prabowo Menonton Putusan MK)

Semua menyaksikan kemarahan Prabowo di lantai 26 Hotel Grand Hyatt Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2014. (Baca: Prabowo Ditemani Tokoh Ini Saat Putusan MK)

Tudingan Prabowo keluar setelah dia membaca draf pidato guna menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi. Isinya, antara lain, menerima putusan bila Mahkamah menolak gugatan mereka sekaligus mengukuhkan kemenangan kubu pesaing, Joko Widodo-Jusuf Kalla. (Baca: Gugatan Pilpres Pasca-Putusan MK Tergolong Makar)

Awalnya, tak ada yang menukas Prabowo. Dia kemudian ngeloyor meninggalkan ruangan dan kembali seraya tetap bersungut-sungut menolak putusan Mahkamah.

Prabowo juga membuat suasana jadi tegang. Hal itu diakui Akbar Tandjung, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golongan Karya. "Ada suasana yang agak keras, tapi saya tak mau mendetailkan," ujarnya, Jumat, 22 Agustus 2014.

Orang dekat Prabowo yang juga politikus Gerindra, Andre Rosiade, menyanggah kabar bahwa suasana sempat memanas lantaran Prabowo murka. "Saya hadir di situ. Tak ada marah-marah. Suasana tenang, bahkan Pak Prabowo ketawa-ketawa," katanya.

TIM TEMPO

sindonews JAKARTA - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menegaskan, situasi Jakarta cukup kondusif. Buktinya tidak ada bentrokan yang cukup besar kendati sempat terjadi gesekan antara petugas pengamanan dengan demonstran. "Situasi terkendali, aktivitas masyarakat yang bekerja, belanja, sekolah, berdagang semua normal, masih berjalan seperti biasa," katanya saat ditemui di Bunderan HI, Kamis (21/8/2014). Rikwanto mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam melakukan aktivitasnya. Polisi memastikan situasi keamanan di Jakarta terjaga sepenuhnya. Sementara situasi arus lalulintas terjadi kemacetan di sekitar Bundaran HI dan Thamrin karena adanya massa pendemo. "Tapi secara keseluruhan jakarta cukup lancar," tukasnya. Sementara itu, petugas Traffic Management Centre (TMC) Bripka Erwan menegaskan, situasi jalan di Ibu Kota memang cukup lengang. Sempat terjadi kepadatan di sekitar Monas, Medan Merdeka dan Tanah Abang. Namun, situasi kembali lancar setelah adanya petugas. "Seluruh jalan di Ibu Kota cukup lengang, tidak ada kemacetan. Kepadatan hanya terjadi di sekitar Harmoni, Medan Merdeka, dan Tanah Abang," tegasnya. Petugas juga telah ditempatkan dibeberapa jalur alternatif yang digunakan akibat ditutupnya ruas jalan Medan Merdeka. Dia menjelaskan, lancarnya Jakarta diperkirakan banyaknya warga yang meninggalkan kendaraannya di rumah dan lebih memilih naik angkutan umum. (ysw)



http://www.netanimations.net/animated-crying-screaming-baby.gif



 JAKARTA, KOMPAS.com — Ratusan pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dari Gerakan Rakyat Dukung (Gardu) Prabowo berdesak-desakkan saat jam makan siang. Mereka meminta logistik makanan nasi kotak yang disediakan panitia.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, Jumat (15/8/2014), tepat di pagar pintu masuk Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, massa mengantre untuk mendapatkan makanan berupa nasi kotak dari panitia.

Kotak nasi berwarna putih itu jadi incaran pendukung yang mengaku sudah berpanas-panasan dan ikut berorasi sejak pagi hari. Mereka terlihat berdesak-desakan dan saling mendorong untuk mendapatkan makanan itu.

Panitia yang memberi makanan pun akhirnya menertibkan dan mereka diberi syarat untuk mengantre. Para pendukung calon presiden nomor urut satu ini pun menuruti. Mereka diperingatkan hanya boleh menerima satu kotak nasi.

"Antre, nanti kami kasih," ucap perwakilan panitia kepada massa.

Namun, banyaknya pendukung Prabowo membuat persediaan nasi kotak habis. Hal ini sempat diucapkan pendukung lain yang mengantre. Mereka mengeluhkan keberadaan panitia yang tidak memberi nasi kotak.

"Dari pagi kita dibeginiin. Ini nasi kotak habis. Pengurusnya gimana sih, emang?" ucap seorang ibu sambil mengantre.

"Lapar ini. Nasi kotaknya kok enggak ada?" ucap seorang lainnya.


Penulis: Adysta Pravitra Restu
Editor : Ana Shofiana Syatiri
JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam orasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014), pendukung Prabowo Subianto bernama Akbar Husein dari Gardu Prabowo mengajak pendukungnya untuk membakar kantor Metro TV.

Massa Prabowo ini datang untuk memberi dukungan dalam sidang lanjutan gugatan hasil pilpres, di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau perlu, Senin besok kita serbu kantor Metro TV, kita bakar kantornya," ujar Akbar saat berorasi di atas mobil bak terbuka, dalam unjuk rasa di depan Gedung MK.

Dalam orasinya, Akbar mengatakan bahwa Metro TV terus-menerus menyiarkan pemberitaan yang merugikan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Selama ini perjuangan kita selalu dibuat dalam berita yang miring di Metro TV. Apa kalian siap menyerbu Metro TV, kawan-kawan?" ujar pria yang mengenakan peci hitam dan berseragam coklat tersebut.

Bahkan, dalam orasi itu, Akbar sempat mengucapkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada pemilik Metro TV.


JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik kini sedang hangat-hangatnya menjadi perbincangan di publik. Berbagai aksi dilakukannya demi memperjuangkan kemenangan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014. Mulai dari berorasi di depan Gedung MK meminta polisi menangkap Ketua KPU Husni Kamil Manik hingga melaporkan Husni ke Bareskrim Polri.

Siapakah sosok Taufik ini? Kepada Kompas.com, Taufik M Taufik blakblakan berbicara terkait pengalaman politisnya hingga kini menjadi anggota DPRD DKI terpilih 2014-2019, termasuk ketika terjerat kasus hukum saat menjadi Ketua KPU DKI Jakarta.

"Jadi sebelum saya jadi Ketua KPU DKI, tahun 1999 saya sudah mendirikan lembaga kajian Pusat Pengkajian Jakarta. Semua mengaku-ngaku yang pertama. Menurut saya, ini lembaga pertama yang concern tentang Jakarta," klaim Taufik, di kawasan Tanah Abang, Selasa (12/8/2014) malam.

Menurut dia, lembaga yang didirikannya itu bertujuan mengontrol kebijakan dan program-program unggulan Pemprov DKI saat itu. ‎Beberapa tahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 2003, Taufik melebarkan sayapnya menjadi Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta.

Saat menceritakan pengalamannya menjadi Ketua KPU DKI, raut muka Taufik berubah menjadi masam. Berulang kali ia mengisap cerutu yang ada di meja dan memantik korek api pada cerutunya. Saat ia menjabat sebagai Ketua KPU DKI itulah, Taufik tersandung hukum. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004. Ia kemudian divonis selama 18 bulan pada 27 April 2004 lalu karena merugikan negara sebesar Rp 488 juta.

"Enggak jelas itu tuduhannya. Saya dibilang korupsi Rp 200 juta pengadaan whiteboard yang panjangnya kurang 2 cm, buat dibagi-bagi ke TPS. Masalahnya, pas itu saya Ketua KPU-nya, saya yang tanda tangan, saya penanggungjawabnya, ya saya yang kena. Setahun saya mendekam (di penjara) oleh Kejati DKI, tahun 2005 keluar (dari penjara)," cerita kakak Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Mohammad Sanusi itu.

Pada tahun 2008 atau saat berdirinya Partai Gerindra, Taufik langsung bergabung dengan partai berlambang burung garuda itu. Taufik ikut mendirikan Partai Gerindra di DKI Jakarta dan langsung ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra DKI Jakarta hingga sekarang. Kemudian, Taufik mencoba peruntungannya ikut bertarung dalam Pileg DPRD DKI 2014-2019.

Memiliki predikat sebagai mantan narapidana, Taufik mengaku tidak takut bersaing menjadi politisi Kebon Sirih. Taufik terdaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) dapil 3 Jakarta Utara (Tanjung Priok, Pademangan, dan Penjaringan). Bahkan, ia kini digadang-gadang menjadi salah satu dari lima pimpinan DPRD DKI Jakarta.

"Buktinya, saya bisa tuh sekarang jadi wakil rakyat. Kalau ada warga yang tanya saya soal kasus kemarin (korupsi), ya saya jelasin. Akan tetapi, enggak ada yang tanya ke saya. Belasan ribu warga tiga kecamatan coblos langsung nama saya pas pileg kemarin. Saya pikir, Ahok (Wagub DKI) juga pasti pilih saya kemarin pas pileg," kata anak sulung dari sepuluh bersaudara itu.

Setelah pernah mendekam di balik jeruji, kini Taufik kembali terancam ‎pidana. Pasalnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik balik melaporkan Taufik ke Bareskrim Polri karena merasa terancam.

Sesuai Pasal 336 KUHP, Taufik terancam kurungan penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Husni merasa terancam karena seruan Taufik untuk menangkap Ketua KPU. Seruan itu disampaikannya saat memberikan orasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (8/8/2014) dan Minggu (10/8/2014).

Taufik menganggap, Husni sebagai penyelenggara pemilu telah curang karena mengeluarkan surat edaran membuka kotak suara. ‎Selasa siang kemarin, Taufik melalui kuasa hukum tim advokat Merah Putih, Eggy Sudjana, melaporkan balik Husni ke Bareskrim Polri atas tuduhan fitnah. Menurut dia, tuduhan Husni bahwa ia akan diculik Taufik tidaklah benar.

"Kata-kata diculik itu dipelintir sama media-media. Saya enggak pernah perintah culik Husni. Laporan ke polisi jadi bentuk kekesalan saya sama Husni, masak sebar surat edaran minta anak buahnya buka kotak suara," pungkas Taufik.


Penulis: Kurnia Sari Aziza
Editor : Ana Shofiana Syatiri











Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menarik diri dari proses pemilu ternyata berpengaruh pada dukungan terhadap pasangan ini. Dukungan masyarakat kepada Prabowo-Hatta menurun drastis.

Sebaliknya, berdasarkan hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dukungan terhadap pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla melesat jauh meninggalkan Prabowo-Hatta.

"Hasil survei kami dukungan kepada Jokowi-JK meningkat menjadi 57,06%. Sedangkan, Prabowo-Hatta menurun drastis sampai 30,39%," kata peneliti LSI Ade Mulyana di kantornya, Kamis (7/8/2014).

Ade mengatakan, dalam survei yang diselenggarakan pada 4-6 Agustus 2014 dengan melibatkan 1.200 responden, ada juga responden yang tidak mau mengungkapkan jawabannya, yakni 12,55%. Jika presentasi itu dibagi dua ke masing-masing pasangan, dukungan untuk pasangan Jokowi-JK tetap tinggi.

"Hasilnya 65,25% untuk Jokowi-JK dan 34,75% untuk pasangan Prabowo-Hatta," lanjut Ade.

Survei ini dilakukan setelah penetapan pemenang pilpres oleh KPU. Metodenya menggunakan multistage random sampling dengan margin error plus minus 2,9%. (Mut)


Metrotvnews.com, Jakarta: Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa terpuruk elektabilitasnya akibat respon berlebihan, tidak legowo dan malah menggugat hasil Pemilu Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, jika MK memerintahkan pemilihan suara ulang maka pasangan nomor urut satu itu diperkirakan akan kalah telak.

"Masyarakat tidak mengharapkan perselisihan suara oleh Prabowo-Hatta di MK. Masyarakat menilai seharusnya itu tidak terjadi. Pihak yang kalah seharusnya mengakui pasangan yang menang, Jokowi-Jusuf Kalla," jelas peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Ade Mulyana, pada peluncuran hasil survei pascakeputusan KPU bertajuk "Head to Head Dukungan Prabowo-Jokowi Pasca Keputusan Resmi KPU di Jakarta, Kamis (7/8/2014).

Aji Al Farabi, peneliti lain LSI, menjelaskan pasangan nomor urut satu itu mendapatkan respons negatif dengan menggugat hasil Pemilu Presiden dan penetapan KPU. Ditambah harapan masyarakat pascapilpres ada perubahan berarti atas pembangunan.

"Masyarakat menilai sejatinya Pilpres telah usai dengan penetapan pemenang oleh KPU. Oleh sebab itu masyarakat lebih cenderung menolak gugatan yang dilakukan Prabowo-Hatta. Hal itu didasari bahwa masyarakat lebih percaya kepada hasil rekap KPU dan tidak mengharapkan perselisihan apapun antar elit dan kedua pasangan," papar Aji.

Menurut dia, respons negatif menghampiri pasangan Prabowo-Hatta dengan langkah hukum yang diambilnya. "Hasil survei LSI menyebutkan bahwa 78,11 persen responden meminta Prabowo-Hatta mengakui atas kemenangan Jokowi-JK. Dengan itu juga mereka meminta untuk mengakui rekapitulasi dan penetapan pemenangan Pilpres," ujar Aji.

Hanya 14,59 persen masyarakat yang setujui langkah hukum Prabowo-Hatta. Dari data itu, jelas Aji, sebagian besar pendukung Prabowo-Hatta juga menolak gugatan tokoh yang didukungnya. "Hanya 14,59 persen masyarakat yang mendukung langkah hukum di MK oleh Prabowo-Hatta. Itu turun dari dukungan pada Pilpres lalu: 46,85 persen," ungkapnya.

Selain itu, kata Aji, masyarakat lebih mempercayai rekapitulasi KPU dibandingkan sumber lain, termasuk sumber rekapitulasi Prabowo-Hatta. "Karena 67,49 persen masyarakat percaya atas hasil rekapitulasi KPU dan percaya pasangan Jokowi-JK pemenangnya. Kemudian hanya 18,52 persen yang tidak percaya atas keduanya," kata Aji.

Menurut Aji, melihat respons masyarakat membuktikan bahwa pasangan Jokowi-JK merupakan pasangan pemenang Pilpres. "Juga masyarakat saat ini atau pascapilpres mayoritas mendukung pasangan pemenang Pilpres, Jokowi-JK, dengan persentase 57,06 persen. Prabowo-Hatta hanya meraih elektabilitasnya 30,39 persen," kata Aji.

Reaksi berlebihan Prabowo-Hatta membuat persepsi masyarakat menurun. Hal itu karena reaksi berlebihan menunjukan tidak legowo dalam merespons hasil resmi KPU. Di sisi lain, sikap Jokowi-JK yang santun dan elegan merespons penetapan KPU juga dalam menanggapi tudingan dan gugatan Prabowo-Hatta mendulang dukungan masyarakat.

Survei LSI dilakukan 4-6 Agustus 2014 di tujuh kota besar dengan 1200 responden. Metode yang digunakan adalah quickpoll dan menggunakan multistage random sampling dengan margin of error sekitar 2,9 persen. Selain survei, LSI melengkapi dan memperkuat analisis dengan data kualitatif melalui metode in depth interview, diskusi, dan analisis media. Survei dibiayai mandiri oleh LSI.
(Dor)
radar online:
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta keterangan sejumlah saksi dari kubu Prabowo-Hatta dalam sidang lanjutan di Gedung MK. Salah satu saksi mengungkap adanya pemilih yang mencoblos 2 kali.
Saksi bernama Yudi membeberkan adanya 2 pemilih yang mencoblos 2 kali di 2 TPS berbeda di Sidoarjo. “Saat itu saya nyoblos di TPS 1 tapi tugas jadi saksi di TPS 2. Saya laporkan mereka di TPS 2,” ujar dia di ruang sidang MK, Jakarta, Jumat (8/8/2014) kemarin.
Salah satu Hakim MK Patrialis Akbar pun bertanya apakah saksi melihat langsung kedua orang itu mencoblos 2 kali, Yudi terdiam. “Apakah anda lihat langsung? Anda harus jujur, Anda sudah disumpah,” cecar Patrialis.
Setelah terdiam sejenak, Yudi pun mengaku tidak melihatnya. “Tidak yang mulia,” jawab Yudi.
Sementara itu, dalam sidang yang sama sebelumnya, salah satu hakim MK Fadlil Jumadi menyebut salah seorang saksi Prabowo-Hatta main-main dan tidak serius. Karena saksi tersebut menyatakan adanya dugaan kecurangan, tapi tidak ingat apakah ada saksi di TPS yang dimaksud.
“Ah ini mah main-main saja ini. Saudara ditanya perolehan pengetahuan saudara darimana, kalau saksi saja nggak tahu?” tanya Fadlil dal persidangan itu.
Saksi lain malah nyaris diusir Ketua MK Hamdan Zoelva. Kejadian itu saat saksi bernama Rahmatullah Lilalamin asal Surabaya menyampaikan soal rekapitulasi suara di Kota Surabaya, Jawa Timur yang diduga ada kecurangan. Namun pria berkepala plontos itu terus memberikan keterangannya meski Hakim Ketua Hamdan Zoelva telah berkali-kali memintanya berhenti.
“Saya ingatkan Anda, kalau saya bilang cukup ya cukup, nanti saya keluarkan Anda,” tegas Hamdan dalam persidangan.
Sidang akan dilanjutkan pecan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi. (Lp/Rihard BP)


JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai, kesaksian yang diberikan oleh koordinator saksi kubu Prabowo-Hatta dari Provinsi Papua Dadi Waluyo bersifat de auditu (keterangan orang lain).

“Keterangan yang diberikan oleh saksi Dadi bersifat de auditu. Dia memberikan kesaksian berdasarkan kesaksian atau laporan dari orang lain. Dia tidak alami sendiri,” ungkap Hamdan saat memimpin sidang keempat perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang digelar Selasa (12/8) di Ruang Sidang Pleno dengan agenda pembuktian.

Sebelumnya, dalam laporannya, Dadi mengungkapkan terjadi persoalan di dua distrik di Kabupaten Dogiyai, Papua, yakni distrik Mapia Barat dan Distrik Mapia Tengah.“Tidak ada tahapan di tingkat desa, tak ada proses kearifan lokal untuk musyawarah mufakat (noken), tetapi rekapitulasinya langsung di tingkat kabupaten” kata Dadi.

Menurutnya, jumlah DPT di Distrik Mapia Barat adalah 6.828 orang, sementara DPT di Distrik Mapia Tengah mencapai 11.194 orang. Dari jumlah tersebut, suara 100% diperoleh untuk pasangan Jokowi-JK. Dadi juga menyatakan bahwa persoalan serupa terjadi Distrik waboga kabupaten Nabire

Baca selengkapnya di Investor Daily versi cetak di http://www.investor.co.id/pages/investordailyku/paidsubscription.php
Jakarta Globe. The Constitutional Court is expected to reject a lawsuit filed by losing presidential candidate Prabowo Subianto based on a shortage of evidence to support his allegation of massive cheating — while a new survey suggests that the former Army general would in any case lose in an election rerun.
Masykurudin Hafidz, deputy coordinator for the People’s Voter Education Network (JPRR), said the justices’ comments during the first day of the hearing into the case indicated that Prabowo’s lawsuit largely fails to substantiate its claims.
On Wednesday the full panel of nine justices gave Prabowo’s legal team a day to fix numerous errors in their claim, saying the document lacked “substantial and convincing” arguments and relevant evidence, and contained a string of spelling errors.
“Yesterday’s hearing indicates that the lawsuit is not strong enough to result in a finding of systematic, massive and structured [election] violations,” Masykurudin said in Jakarta on Thursday.
He said it wasn’t likely that the court would rule based on assumptions, let alone order revoting in eight provinces — North Sumatra, Jakarta, Central Java, East Java, Bali, North Maluku, Papua and West Papua — as Prabowo’s team has demanded.
The revotes, if granted, would affect around 32 million votes, inconsistent with the Prabowo team’s allegations of 24 million “problematic” votes across 52,000 poll stations as a result of “structured, systematic and massive” cheating by General Elections Commission (KPU) officials in favor of the winning pair Joko Widodo-Jusuf Kalla.
The vote gap according to the official KPU result, meanwhile, stands at 8.4 million votes, with Joko leading over Prabowo with 53.15 percent of the total 133.6 million valid votes.
The number of eligible voters who did not cast a valid ballot reached around 30 percent, or 56 million voters.
“It’s a small possibility that the court will consider revotes,” Maskurudin said.
A gathering calling itself the Coalition of Advocates for Democracy called on the Constitutional Court to reject outright the legal challenge filed by the Prabowo camp – saying it was flawed both in substance and procedure.
“We suggest [the court] not accept the request of presidential candidate No. 1 [Prabowo],” said prominent jurist Todung Mulya Lubis, a member of the coalition.
He expressed his concern that some justices’ past affiliations with political parties might affect their decision on the case — chief justice Hamdan Zoelva and justice Patrialis Akbar are former politicians from the Crescent Star Party (PBB) and the National Mandate Party (PAN), members of Prabowo’s political coalition.
“The court should not turn this trial of the presidential election dispute into a political stage. Their investigation of the dispute will be a test for the court, with its reputation at stake,” said Todung.
Separately, Trimedya Panjaitan, the head of the legal team for Joko-Kalla, expressed confidence that the court would not order a revote as long as it was unlikely to alter the election result.
“If that’s not likely, then there’s no use [revoting],” Trimedya said, “That is, if the court is being consistent with its handling of previous cases.”
Meanwhile, Prabowo’s legal team members said they had revised their written statement of claim ahead of the Thursday midday deadline imposed by the court.
“We’ve completed the documents — as suggested by the nine constitutional justices yesterday,” lawyer Alamsyah Hanafiah said at the court upon submitting the revised lawsuit. “It’s quite thick now, up to 196 pages.” The document earlier contained 146 pages.
Another lawyer on the team, Elza Syarief, said the claim had undergone previous revisions since it was lodged on July 26.
“We’ve made some improvements based on advice and input from the constitutional court justices before Wednesday’s hearing,” Elza said.
The team also said they had submitted a list of 76 items of evidence, the materials of which were so voluminous they required five vehicles to transport them to court.
“We hope to bring in those five cars or trucks today,” said Syahroni, another lawyer acting for Prabowo.
Syahroni said that 2,000 witnesses were standing by in Jakarta, ready to testify for Prabowo — although justice Arief Hidayat said on Wednesday that the court would only hear from 25 witnesses for the plaintiffs.
“Technically, we will select from them those that can give quality testimony, who have the capacity,” the judge said.
A recent survey conducted by the Indonesia Survey Circle Network (LSI-N) suggests that even if the court ordered the election rerun, it would be difficult for Prabowo to win due to an erosion of his levels of support.
The survey, conducted on Aug. 4-6 and involving 1,200 respondents from across the country, found that if the election was re-run at that time, 57.06 percent would have voted for Joko-Kalla and 30.39 percent for Prabowo-Hatta, with 12.55 percent undecided.
“The LSI-N survey also showed that 67.49 percent of respondents trust the official KPU result — that Jokowi-JK are the winners of the presidential election,” said LSI-N researcher Ade Mulyana during a press conference on Thursday. “Only 18.52 percent don’t trust it.”
He suggested that Prabowo’s popularity had declined because of growing public perception that we was a sore loser, based on his harsh reaction to the official result.
“The public respond negatively to the Prabowo-Hatta team’s delegitimization of the KPU and its decision,” Ade added.
detik Jakarta - Hari ini merupakan batas terakhir pengumpulan perbaikan gugatan oleh tim Prabowo-Hatta. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyatakan pihaknya tak banyak mengubah isi gugatan.

"Untuk amar putusan yang dituntut masih tetap sama yang tiga poin itu. Secara substansif tidak banyak yang diubah," kata Muzani saat dihubungi, Kamis (7/8/2014).

Tim hukum pun telah merampungkan koreksi yang disampaikan para hakim konstitusi kemarin (6/8). Keluhan yang dilontarkan Prabowo pun sudah semua masuk ke dalam berkas gugatan.

"Jadi yang disampaikan Pak Prabowo kemarin itu hanya sebagian saja dari gugatan. Sudah ada semua di gugatan. Jadi soal Korea Utara dan lainnya itu hanya sebagian contoh saja," ujar Muzani.

Pemilu di Indonesia disebut Prabowo lebih buruk dari Korea Utara karena ada Kabupaten yang perolehan suara sampai 100% : 0%. Apakah informasi ini valid?

"Iya itu benar informasinya. Kita juga akan bawa saksi kita di Papua. Sudah kita siapkan," sebut Muzani.


jpnn JAKARTA - Sesumbar tim kampanye Prabowo-Hatta Andre Rosiade soal massa yang hendak hadir pada sidang gugatan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi kemarin tidak terbukti.
Jumlah massa yang hadir hanya sekitar 2.000 orang, dari pernyataan awal antara 30-50 ribu simpatisan. Ribuan massa itu pun hanya berdemonstrasi di luar gedung MK.
  
Gelombang massa berdatangan sejak pagi. Mereka berorasi di atas kendaraan di jalan Medan Merdeka Barat. Pantauan Jawa Pos, aksi demonstrasi itu berlangsung dengan tertib dalam pengawalan sekitar 1.000 anggota polisi.
     
Polisi pun tidak perlu terlalu bekerja keras karena situasi cukup kondusif. Terbukti, sebagian polisi tampak hanya berjaga-jaga di sekitar gedung MK dengan senjata laras panjang. Sebagian lagi yang berstatus cadangan tidak sampai dikerahkan.
Sejumlah polisi juga tampak berbaur dengan anggota TNI, menunggu di halaman kantor RRI yang bersebelahan dengan MK
     
Meski begitu, akses masuk ke gedung MK tetap diperketat. Aparat memberlakukan dua tahap penyekatan sebelum masuk gedung MK, mulai gerbang hingga menjelang masuk ke gedung. Untuk masuk ke gedung tersebut, pengunjung masih harus melewati metal detektor dan pemeriksaan barang bawaan sesuai standar MK.
     
Pengunjung yang hendang masuk pun dibatasi, hanya yang namanya sudah didaftarkan oleh masing-masing pihak yang bersengketa. Selebihnya, disediakan tenda dan layar di luar gedung untuk para pendukung yang ingin mengikuti jalannya sidang.
     
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menyatakan, pihak Polda Metro Jaya cukup mampu untuk mengamankan jalannya aksi. "kawan-kawan kami itu dipimpin langsung oleh Kapolda Metro Jaya yang tadi juga berada di lokasi," terangnya di Mabes Polri kemarin.
     
Menurut dia, situasi kondusif itu akan terus dipertahankan pada sidang-sidang berikutnya. Pengamanan masih tetap akan menggunakan sistem ring. Mulai ring 1 yang berlokasi di dalam ruang sidang, ring dua di lobi dan halaman gedung MK, hingga ring tiga untuk mengatur kegiatan dan arus lalu lintas di luar gedung MK.
     
"Pengamanannya tergantung situasi dan kondisi riil di lapangan saat itu," lanjutnya. jika diperlukan pengalihan arus lalu lintas seperti kemarin, maka akan diberlakukan kembali sesuai eskalasi keamanan yang berkembang di lapangan. Ring 4 yang meliputi perbatasan wilayah provinsi pun hanya diberlakukan jika gelombang massa dari luar Jakarta benar-benar datang. (byu)

TEMPO.CO, Jakarta: Peneliti utama Lembaga Survei Nasional (LSN), Ikhsan Rosidi, menyatakan lembaga-lembaga sigi yang hasil hitung cepatnya berbeda dengan LSN memiliki penghitungan yang lebih tepat. "Ya memang mereka lebih presisi," ujar Ikhsan ketika dihubungi Tempo, Kamis, 31 Juli 2014. (Baca juga: Mahfud Akui Lembaga Pro-Prabowo Tak Kredibel)

Menurut ikhsan, LSN mengakui keakuratan lembaga-lembaga sigi yang memenangkan pasangan Jokowi-JK karena sesuai dengan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum. "Enggak mungkin kan yang lebih presisi kami sebut tak akurat," kata Ikhsan. (Baca juga: Integritas 4 Lembaga Survei Pro-Prabowo Diragukan)Ikhsan juga mengakui lembaganya telah salah melakukan penghitungan cepat. Dia menyatakan LSN akan menggelar audit untuk mengetahui letak kesalahan quick count. Tapi, dia mengklaim kesalahan itu bukan merupakan kesengajaan.

Komisi Pemilihan Umum telah mengumumkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden terpilih pada 22 Juli lalu. Jokowi mendapat 53,15 persen suara berbanding Prabowo-Hatta yang meraih 46,85 persen.

Beberapa saat setelah pemungutan suara 9 Juli 2014 berakhir, LSN menutup hasil hitung cepatnya dengan menyebutkan Prabowo-Hatta mendulang 50,36 persen suara nasional. Sedangkan Jokowi-JK disebut hanya memperoleh 49,64 persen suara.PRIO HARI KRISTANTO


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di antara ribuan demonstran di Gedung Mahkamah Konstitusi, salah seorang pengunjuk rasa mengeluh tidak mendapat makanan dan minuman.
Aminah, namanya, mengaku diajak ikut melakukan aksi oleh tim koordinator lapangan Prabowo-Hatta hingga siang hari. Wanita paruh baya asal Tanahtinggi, Joharbaru, Jakarta Pusat, itu beserta rombongannya dijanjikan uang Rp50 ribu per orang.
"Rp50 ribu itu kami cuma sampai pukul 12.00 WIB di perjanjiannya. Jadi, kami tidak ikut serta ke Gedung DPR," ujar Aminah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
"Tapi enggak dapat logistik untuk makan dan minum," lanjut Aminah.
Sementara hingga berita ini diturunkan, pukul 11.55 WIB ini, ribuan massa dari Koalisi Merah Putih Jakarta masih berunjuk rasa di depan Gedung MK.
Para pengunjuk rasa mayoritas menggunakan kemeja warna putih sambil membawa atribut seperti spanduk sambil mengibarkan bendera partai koalisi.
Rencananya, setelah mendatangi MK, mereka akan mendatangi Senayan bertemu ketua DPR RI.

SRIPOKU.COM-Tim Hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa siap merombak total berkas permohonan perselisihan hasil pemilu presiden yang telah didaftarkan di Mahkamah Konstitusi.
Anggota tim hukum Prabowo-Hatta, Mahendradatta, menyadari masih banyak kesalahan dalam berkas gugatan sehingga akan mengubahnya jika diminta oleh hakim MK pada sidang perdana, Rabu (6/8/2014).
"Hakim MK itu kan memang ingin membaca sebuah permohonan yang tepat. Kalau memang permohonan kita dianggap tidak tepat dan harus dirombak total, kita rombak," kata Mahendra saat dihubungi, Selasa (5/8/2014).
Agenda sidang pendahuluan besok, pemohon memang akan mendengarkan masukan dari hakim MK terkait berkas gugatan yang telah didaftarkannya. Rencananya, Prabowo-Hatta bersama sejumlah relawan akan hadir dalam sidang yang dimulai pukul 09.00 WIB.
"Jadi kita tidak hanya mendengar kritikan, tetapi yang paling utama, juga kita akan mendengarkan masukan dari hakim konstitusi. Nanti akan diberi waktu 1x24 jam akan kita gunakan untuk memperbaiki permohonan," ucap Mahendra.
Pantauan kompas.com dalam berkas gugatan Prabowo-Hatta yang diunggah di website MK, terdapat banyak kesalahan dan kejanggalan, mulai dari jumlah presentase angka yang tidak tepat hingga adanya bagian yang dikosongkan atau hanya diisi dengan "....".
Kubu Prabowo-Hatta menuding adanya kecurangan secara sistematis yang terjadi selama proses Pemilu Presiden 2014. KPU menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Adnan Buyung Nasution meminta tim capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Rajasa, dapat memberikan bukti secara jelas atas tuduhannya pelanggaran yang dilakukan KPU pada Pilpres 2014.
"Di dalam hukum pembuktian, siapa yang menuduh dia yang harus membuktikan. Jika dia (Prabowo-Hatta) menuduh (kecurangan) terstruktur, sistematis, dan massif, kalau itu benar dia bilang begitu, ya dia buktikan," kata Adnan seusai menghadiri sidang perdana gugatan hasil Pilpres 2014 di gedung MK, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Jika berbagai bukti telah diajukan tim Prabowo-Hatta ke MK, Buyung pun mengaku tidak gentar menghadapi semua tuduhan tersebut dan siap melakukan pembelaan untuk KPU.
"Kita akan membela diri dan mengatakan dari pihak kita tidak ada pelanggaran itu. Kita ajukan saksi-saksi, tapi kita lihatlah nanti, kita kasih fair play," ujar Buyung.
Buyung juga melihat, permohonan yang diajukan tim Prabowo-Hatta ke MK sudah berubah-ubah sebanyak tiga kali dan permohonan terakhir malah berbentuk lisan belum tulisan.
Sementara mengenai langkah ke depan dipersidangan MK berikutnya, Buyung mengaku menunggu perbaikan permohonan dari pihak penggugat agar dapat dipelajarinya.
"Tapi kami juga ingin tim meminta bukti-bukti dari pihak pemohon. Buktikan, jangan lupa ini hukum. Siapa yang menuduh, dia yang harus membuktikan," ujarnya.
Bisnis.com, JAKARTA - Anggota tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Eggi Sudjana, menuding bahwa kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), Adnan Buyung Nasution, sebagai pihak termohon terlalu menggurui majelis hakim pada sidang perdana perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/8/2014).
"Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Bang Adnan Buyung sebagai senior, dalam konteks kewenangannya sebagai kuasa hukum KPU telah melampaui kewenangan dari yang hakim punya. Semua hakim sudah memberi saran (perbaikan permohonan), termasuk yang substantif, tapi mengapa diprotes," kata Eggi di Gedung MK, Jakarta.
"Katanya boleh diperbaiki cuma hanya untuk titik koma saja. Terkesan sangat menggurui. Bang buyung saya anggap senior tapi jangan menggurui," tambahnya.
Eggi menuturkan Adnan meminta kepada majelis hakim agar dalam perbaikan berkas permohonan cukup hal terkait redaksional bukan termasuk materinya.
Dalam sidang perdana tersebut, Adnan memang meminta kepada majelis hakim agar memperjelas perbaikan materi gugatan yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Hatta. Menurut Adnan, jika terdapat perbaikan yang bersifat substantif atau terdapat materi baru di luar isi gugatan yang diajukan semula akan membuat tim termohon kesulitan untuk melakukan pembelaan karena masa sidang yang berlangsung singkat.
"Dia bilang harusnya perbaikan cuma titik koma saja bukan substantif. Padahal hakim sudah beri saran-saran begini dan begitu tidak cuma titik koma. Saya kira diawal persidangan ini sudah ada ketakutan akan terbongkarnya kejahatan demokrasi oleh KPU," kata Eggi.
Namun, Eggi menolak disebut keberatan dengan proses sidang perdana ini. Ia mengaku hanya menilai bahwa kubu KPU menurutnya sudah ketakutan.
"Saya bukannya keberatan, cuma ini suatu kondisi bahwa belum apa-apa sudah ketakutan. Kita dinasehati hakim harus diperbaiki, ya tidak apa-apa dong. Kenapa tidak boleh perbaiki yang sesuai nasehat hakim, itu yang harus diperhatikan," ujarnya.
Sementara itu secara terpisah, Adnan Buyung enggan menanggapi tudingan dari Eggi.
"Saya tidak mau layani omongan-omongan seperti itu. Mana dia, suruh telepon saya sekarang, kalau ngomong jangan di belakang tapi ke orangnya langsung," kata pengacara senior itu.
MK menggelar sidang perdana perkara PHPU Pilpres 2014 yang dimohonkan oleh pihak Prabowo-Hatta dengan menggugat keputusan KPU Nomor SK 536/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014 yang dikeluarkan oleh KPU pada Selasa (22/7) lalu.
KPU telah menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019 dengan perolehan suara 70.997.883 atau 53,15 persen dari total suara sah nasional 133.574.277. Sedangkan pasangan Prabowo-Hatta meraih suara 62.576.444 atau 46,85 persen dari total suara sah nasional. Dengan demikian, selisih suara antara kedua pasangan adalah 8.421.389 suara.

Source : Antara
Editor : Sepudin Zuhri
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, mempertanyakan maksud istilah kecurangan terstruktur, struktural, dan masif dalam gugatan sengketa pemilu presiden 2014 yang diajukan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Tolong jelaskan terstruktur, sistematis, dan masif itu seperti apa?" ujar Patrialis di ruang sidang MK, Rabu, 6 Agustus 2014. (Baca: Pendukung Prabowo Terobos Barikade dengan Motor)

Patrialis meminta kuasa hukum Prabowo-Hatta menjelaskan maksud tiga hal tersebut sehingga bisa masuk dalam dalil gugatan mereka. Dalam gugatannya, kubu Prabowo-Hatta kerap menggunakan tiga istilah tersebut untuk menjelaskan kecurangan yang terjadi di sejumlah tempat pemungutan suara serta dalam rekapitulasi berjenjang. (Baca: Pakar Hukum Pesimistis Prabowo Menangi Gugatan)

Kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, berterima kasih atas saran perbaikan yang dipaparkan majelis hakim MK. "Besok akan kami perbaiki beserta saran-sarannya," ujar Maqdir. (Baca: Tim Jokowi Siapkan 80 Halaman Pembelaan)

Ketua MK Hamdan Zoelva meminta hasil perbaikan diserahkan paling lambat pukul 12.00 WIB. Kemudian, pihak termohon dapat mengambil perbaikan tersebut langsung ke panitera sidang. Adapun sidang kedua akan dilaksanakan Jumat, 8 Agustus 2014, pukul 09.00 WIB. (Baca: 400 Advokat Prabowo Versus 200 Pengacara Jokowi)

Kubu Prabowo-Hatta memohon kepada MK agar menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap Keputusan KPU Nomor 535/KPTS/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umim Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, serta menyatakan hasil pemilu presiden yang benar adalah Prabowo-Hatta meraup 67.139.153 suara dan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 66.435.124 suara. (Baca: Polisi Tolak Laporan Fadli Zon Soal Ketua KPU)

TIKA PRIMANDARI
WARTA KOTA, GAMBIR - Ribuan massa pendukung Prabowo-Hatta, kini melanjutkan aksinya ke gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu (06/08/2014). Usai melakukan aksi orasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), di Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, dipenuhi sampah yang berserakan.
Hasil pengamatan Warta Kota, terpantau di Jalan Merdeka Barat dipenuhi sampah. Sampah-sampah demikian berserakan lantaran ribuan pengunjuk rasa dari kubu Prabowo-Hatta, membuang bungkus palstik dan kotak makanan di jalan.
Terpantau usai aksi yang dilakukan, jalan yang awalnya bersih, kini jadi tak sedap dipandang mata. Ada ratusan bungkusan plastik, kotak makan berbahan steroform, gelas plastik air mineral, bahkan sampah makanan yang dibuang di pinggir trotoar, jalur busway, dan di jalan yang dilalui kendaraan motor dan mobil ini.
Kapolsek Gambir, AKBP Putu Putera Sadana, sempat melotot melihat Jalan Merdeka Barat dipenuhi sampah. Ia berpendapat, hal demikian merupakan contoh kurang sadarnya masyrakat akan kebersihan.
"Banyak banget sampahnya ya. Ampun deh, begini nih masyrakat kurangnya. Kurang sadar akan kebersihan," katanya saat di lokasi sambil mengatur arus lalu lintas, yang kini Jalan Merdeka Barat sudah bisa dilalui kendaraan.
Ia pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat melihat sampah tersebut. Tak lama kemudian, beberapa petugas kebersihan langsung membersihkan area yang dijadikan lokasi aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan pendukung Prabowo - Hatta.
"Ya sudahlah, apa mau dikata ya. Semoga jalan ini kembali bersih dan enak lagi saat dipandang," ucap Putu.
Hingga kini, terpantau sampah-sampah tersebut sedang dibersihkan oleh beberapa petugas kebersihan. Selain itu, beberapa pedagang kaki lima (PKL) yang sempat mencuri kesempatan berdagang saat keramaian di depan gedung MK, sudah diusir oleh Kapolsek Gambir. (Panji Baskhara Ramadhan)

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Elza Syarif, mempertanyakan sikap sejumlah advokat yang akan mendaftarkan diri sebagai pihak terkait tidak langsung dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, kelompok yang tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Demokrasi (KAUD) itu merupakan pihak luar dan tidak mempunyai legal standing atau kedudukan hukum untuk ikut mendaftar sebagai pihak terkait .

"Dia pihak (yang bersengketa) bukan? Kalau bukan kenapa harus ikutan?" kata Elza, saat menyerahkan berkas perbaikan permohonannya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2014) siang.

Sebelumnya, anggota KAUD Todung Mulya Lubis bersama sejumlah advokat lainnya terlebih dahulu mendatangi Gedung MK untuk mendaftarkan diri sebagai pihak terkait.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Todung juga mengaku keberatan dengan gugatan pilpres yang diajukan Prabowo-Hatta dan meminta MK menolaknya.

"Kenapa harus keberatan, ini upaya hukum, dia kan mengerti hukum. Dengan gaya begini, dia justru menghalangi demokrasi. Kami melakukan ini sesuai hukum," tegas Elza.

Elza mengaku pihaknya tidak merasa terganggu dengan sikap yang dilakukan oleh Todung tersebut. Sebaliknya, Elza ia merasa kasihan kepada Todung yang dinilainya mumpuni dalam bidang hukum.

"Kita kasihan saja dengan kredibilitasnya yang besar," kata Elza.

Sebelumnya diberitakan, Perwakilan dari Koalisi Advokat untuk Demokrasi Todung Mulya Lubis mengatakan, permohonan yang diajukan koalisi kepada Mahkamah Konstitusi agar dilibatkan sebagai pihak terkait tidak langsung dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) merupakan bentuk dukungan mereka pada Komisi Pemilihan Umum. Todung mengatakan, koalisi menilai rangkaian pemilu presiden dan penetapan hasil rekapitulasi suara pilpres oleh KPU berjalan dengan baik tanpa adanya kecurangan. Meski ditemukan beberapa tindakan pelanggaran administrasi, menurut Todung, hal tersebut tidak berpengaruh signifikan pada hasil pilpres.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN