yang LALU BIARLAH berlalu
Dijemput Istri, Foke Tinggalkan Balaikota Naik Mobil Tua
Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda
Pantauan detikcom di halaman depan Balaikota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2012), Foke tampak tersenyum haru hadir ditengah-tengah ratusan PNS yang hadir. Sesekali Foke bersin, karena sebelumnya dia mengaku sedang pilek.
Saat hendak meninggalkan Balaikota, Foke dijemput sang istri Tatiek Fauzi Bowo beserta anak dan cucunya. Sang istri yang mengenakan baju terusan batik warna hijau langsung memberikan Panji kecil sebagai simbol telah menjadi pemimpin DKI yang baik selama 5 tahun bekerja.
"Terima kasih Abang. Kau telah menelusuri 4 penjuru mata angin bahkan hingga ke pulau seribu tanpa kenal lelah, siang dan malam," ujar pembawa acara mengiringi acara.
Tak lama setelah itu, anak dan cucu Foke pun menghampiri sambil memberi sebuah buket bunga beserta karikatur yang dibuat sang cucu. Keluarga ini pun tampak tersenyum haru.
Usai bertemu keluarga, Foke pun kemudian bergerak menuju mobil klasik pribadinya, Toyota Land Cruiser warna biru B 8888 FB. Sebelum masuk, Foke sempat mengutarakan rasa terima kasih dan bangganya tekah menjadi gubernur DKI selama 5 tahun belakangan.
"Saya bangga menjadi gubernur anda semuanya. Tapi saya lebih bangga melihat Jakarta yang lebih maju lagi," ujar Foke.
Sang istri dan anak pun tak bisa menahan rasa haru. Mereka pun kemudian meneteskan air mata. Begitu juga dengan beberapa jajaran SKPD dan PNS yang tampak menangis mengiringi kepulangan Foke ke rumahnya.
Disetir langsung oleh Foke, mobil jip klasik tersebut pun bergerak perlahan meninggalkan halaman Balaikota. Tampak sang istri duduk di kursi penumpang di samping Foke. Para PNS pun kemudian menghampiri dan berebutan untuk bersalaman dengan mereka. Di belakang mobil Foke, sebuah mobil sedan klasik Mercedes Benz 300 SEL B 88 F yang ditunmpangi oleh anak dan cucu Foke mengiringi perjalanan pulang ke rumah tersebut.
(jor/mad)
Survei: Warga Menilai Kinerja Pemprov DKI Buruk
Joe Leribun | Hertanto Soebijoto | Sabtu, 15 September 2012 | 06:36 WIB
Saat ditanya mengenai penilaian responden terhadap penanganan masalah kemacetan di Jakarta, mayoritas responden, yakni 54 persen, menilai buruk; 37 persen menilai sangat buruk; dan hanya 6 persen menilai baik.
Demikian pula dengan penilaian terhadap masalah banjir, 57 persen responden menilai buruk, hanya 18 persen yang menilai baik. Adapun penilaian responden terhadap masalah pendidikan hampir berimbang, dengan 45 persen menilai buruk dan 44 persen menilai kinerja pemerintah baik.
Dalam hal pelayanan kesehatan, 49 persen responden menilai buruk, 39 persen menilai baik. Penanggulangan masalah kemiskinan pun masih dinilai buruk oleh 58 persen responden.
Hal yang sama tampak dalam hal penanggulangan masalah korupsi, yaitu 63 persen responden menilai sangat buruk. Menurut para responden, satu-satunya keunggulan Pemprov DKI Jakarta ialah pengembangan pariwisata, yakni dinilai baik oleh 54 persen responden.
Telesurvey SSSG juga memperlihatkan pasangan Jokowi-Ahok sangat diharapkan warga memimpin Jakarta dan mengatasi masalah kemacetan, banjir, pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.
Misalnya, ketika ditanya, pasangan mana yang mampu mengatasi kemacetan, 39 persen responden memilih Jokowi-Ahok, 35 persen memilih Foke-Nara. Hasil yang sama terlihat dalam hal penanggulangan banjir, 40 persen menilai Jokowi-Ahok mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta.
Menanggapi kekalahan Foke dalam survei SSSG, pengamat politik dari CSIS, J Kristiadi, menyatakan, kajian ini dapat mewakili pandangan kelas menengah. Keberhasilan sistem demokrasi dalam penentuan pemimpin Jakarta pun ditentukan oleh kelas menengah.
"Karena itu, kalau mau perubahan, datang ke TPS karena peran penting warga untuk perubahan sangat besar," ujarnya.
Kristiadi mengatakan, salah satu barometer terpilihnya seorang pemimpin ialah kepercayaan dari masyarakat.
"Kenapa selisih hasil surveinya enggak jauh? Incumbent, tingkat kepercayaan dari masyarakat dibilang kecil. Sementara Jokowi lebih unggul. Ini soal trust. Ia berhasil memimpin di Solo. Belum tentu dia mampu memimpin di Jakarta, tapi dari pengalamannya, rakyat akhirnya menaruh harapan," kata Kristiadi.
Komentar
Posting Komentar