KEPADA yang TAK DAMAi

Bisnis.com, JAKARTA - Polisi mengamankan enam orang tersangka yang disebut berniat membuat kerusuhan saat aksi Mujahid 212 di Jakarta pekan lalu.
Salah satunya seorang dosen Institut Pertanian Bogor berinisial AB. Dari tersangka polisi menyita puluham bom molotov.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan peran dosen IPB tersebut bukan merancang demo, akan tetapi tersangka menyimpan bom molotov.
"Dia menyimpan 28 bom molotov untuk mendompleng kegiatan mujahid kemarin untuk melakukan pembakaran dan provokasi di situ," katanya, Senin (30/9/2019).
Dia menyebut, AB berencana melakukan kerusuhan di tengah aksi Mujahid pada 28 September 2019. Namun rencana ini langsung dihentikan polisi dengan mengamankan tersangka karena berniat melakukan pemufakatan jahat.
"Ada pemufakatannya di situ. Ada molotovnya itu [barang bukti]," katanya.
🐛

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pengumuman hasil penghitungan suara hanya tinggal menghitung hari. Seluruh komponen masyarakat masih menanti, meski sebelumnya telah muncul perolehan sementara dari sejumlah lembaga.
Baca Juga
Mengenai hasil resmi nanti, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak seluruh warga dan komponen bangsa berpijak di atas hukum dan konstitusi. Warga Indonesia harus mampu menerima hasil yang telah diputuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Bagi yang tidak puas, ada kesalahan bahkan kecurangan, bawalah ke ranah hukum agar semuanya transparan dan tentu kita harus kawal juga," kata Haedar seusai memberikan Kajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (18/5).
Di sisi lain, Haedar mendesak KPU, Bawaslu dan semua pihak agak benar-benar menjalanan tugasnya secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil). Tak hanya pada penghitungan suara tapi juga saat pengumuman hasil di 22 Mei mendatang. Pihak-pihak tersebut diminta agar berdiri dan bertindak tegas di atas konstitusi.
Muhammadiyah juga mengajak agar Pemilu tidak menyebabkan keretakan bangsa. "Yang selama ini menjadi kekuatan dan sumbangan umat Islam bagi bangsa ini besar, yakni menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang Bhineka Tunggal Ika," tegas Haedar.
Menurut Haedar, tidak ada negeri yang memiliki toleransi tinggi seperti Islam di Indonesia. Toleransi umat Islam selama ini menjadi penyangga terdepan dalam membangun persatuan Indonesia. Untuk itu, ia sangat berharap, agar nilai tersebut tidak mengalami kerusakan.
"Selesaikan masalah-masalah secara hukum dan seksama. Ada musyawarah kemudian masyarakat harus tetap bersatu," katanya.
Di kesempatan itu, Haedar juga memberikan imbauan bagi umat Muhammadiyah yang hendak mengikuti aksi kedaulatan rakyat. Menurut dia, warga sebenarnya lebih baik menyelesaikan masalah Pemilu melalui konstitusi. Hal ini berarti mengadukannya pada Bawaslu maupun Mahkama Konstitusi (MK).

"Untuk pengarahan masa sebaiknya di bulan Ramadan ini dikurangi. Kemudian juga demo itu boleh tapi harus mengikuti aturan dan tidak boleh anarkis," tambah Haedar.
🐜

JAKARTA Poskota–  Pertarungan antara pasangan  calon presiden dan calon wakil sudah berakhir sejak tanggal 17 April 2019 lalu, namun pendukung capes dan  cawapres  Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno masih tetap bertarung. Semestinya, pasca Pilpres semuanya sudah berakhir dan melebur kembali menjadi satu sebagai bangsa Indonesia.
Terkait itu, 14 Presiden Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Presiden Mahasiswa Indonesia menyatakan sikapnya, antara lain menajak masyarakat dari kedua kubu untuk mengakhiri fanatisme buta.
“Mengajak seluruh masyarakat yang mendukung masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden untuk mengakhiri fanatisme ‘buta’ terhadap para pasangan calon, serta mengembalikan semangat persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Sultan Rivandi, Koordinator Forum Presiden Mahasiswa dalam pernyataan sikapnya, Jumat (17/5/2019).
Dalam  pernyataan itu, mengimbau masyarakat untuk bekerja sama mengawal demokrasi di Indonesia dan mendesak elit politik untuk menghentikan devide et impera atau politik adu domba.
Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sambung Sultan Rivandi, agar melaksanakan proses penghitungan suara secara jujur, adil, terbuka, dan transparan serta mengajak kepada seluruh entitas warga negara Indonesia agar tidak terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Forum Presiden Mahasiswa juga menolak segala tindakan inkonstitusional yang tidak sesuai Undang-Undang Dasar 45, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan dan intervensi terhadap penyelenggaraan pemilu. “Serta meminta KPU untuk bertanggung jawab terhadap penyelenggara pemilu yang gugur dalam bertugas,” katanya.
Selain itu, mereka mendesak elite politik mengikuti mekanisme hukum yang berlaku sesuai undang-undang, jika terdapat kecurangan atau pun kekurangan dalam proses pemilu, serta mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) menggunakan kewenangannya jika terjadi perkara sengketa hasil pemilu sesuai konstitusi.

Forum Presiden Mahasiswa terdiri dari UIN Jakarta, Universitas Paramadina, UHAMKA, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Institut PTIQ, ITP Ahmad Dahlan, Universitas Islam Jakarta, STEBANK, STTM Muhammadiyah, UIKA Bogor, Universitas BSI, Universitas Azzahra, Universitas Mpu Tantular, dan UNINDRA. (rizal/win)
🍓

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Rumah Aspirasi Jokowi-Amin, Michael Umbas, meminta Prabowo Subianto tidak tinggal diam atas sikap pendukungnya yang mengancam akan memenggal kepala Jokowi. "Kami meminta kepada Pak Prabowo Subianto bersuara atas ancaman pendemo kepada Pak Jokowi. Jangan justru diam dan bersembunyi. Coba Pak Prabowo lihat dan dengar, keliaran dari pendukung Anda ini," kata Umbas dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/5/2019). Video yang menggambarkan seorang pria mengancam akan memenggal kepala Jokowi sebelumnya tersebar di media sosial. Jika dilihat dari suasananya, video itu diduga diambil dalam demonstrasi di depan Kantor Bawaslu RI, Jumat (10/5/2019) kemarin. Baca juga: Relawan Laporkan Pria yang Ancam Jokowi dalam Video Demo di Bawaslu Umbas mengecam keras sikap pendemo itu. Menurut dia, pendemo tersebut terbukti bermental barbar dan penyebar teror. "Ancaman yang akan memenggal kepala Jokowi jelas meresahkan. Kami berharap aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian agar menindak pendemo yang mengumbar ancaman pembunuhan," kata dia. Jika kejadian seperti ini dibiarkan, menurut dia, akan berpotensi menjurus konflik di tengah masyarakat. Ia pun mengimbau seluruh pendukung Jokowi supaya tetap tenang. "Tidak perlu melakukan pembalasan, apalagi di tengah bulan suci Ramadhan. Sebagai sesama manusia, kami mendoakan si pendemo mendapat pintu maaf dari Tuhan Yang Maha Esa," kata dia. Sebelumnya, relawan pendukung Joko Widodo yang tergabung dalam organisasi JokowiMania melaporkan video yang menggambarkan seorang pria mengancam akan memenggal Jokowi ke Polda Metro Jaya, Sabtu (11/5/2019) siang. Baca juga: Zulkifli Hasan: Saya Tidak Mendukung Pak Jokowi, tetapi Saya Duduk Bersampingan...   Ketua Umum Tim Jokowi Mania Immanuel Ebenezer mengatakan, pihaknya melaporkan pria dalam video beserta pembuat video tersebut. "Beda pandangan politik silakan. Tapi kalau sudah mengancam atau ingin menghilangkan nyawa seseorang itu bahaya, ini enggak bisa kita biarkan. Ini yang kami laporkan persoalan itu," ujar Immanuel kepada wartawan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Prabowo Diminta Bersuara atas Ancaman Pendukungnya kepada Jokowi", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/11/22542001/prabowo-diminta-bersuara-atas-ancaman-pendukungnya-kepada-jokowi
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Farid Assifa

🐃

Bisnis.com, DEPOK - Koalisi Relawan Jokowi-Ma'ruf menantang kubu paslon capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga untuk membuktikan indikasi kecurangan dalam Pilpres 2019 yang dilakukan pihak paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Koalisi menyiapkan hadiah uang tunai senilai Rp100 miliar bagi siapapun yang bisa menjawab tantangan tersebut.
"Rp100 miliar akan dibayar cash [tunai] kepada pihak siapapun yang bisa membuktikan ada kecurangan minimal 5 persen dari total hasil hitungan KPU," ujar Diki Candra, relawan dari Muslim Cyber Army-Jokowi, dalam konferensi pers di Depok, Jawa Barat, Minggu (28/4/2019).
Lebih lanjut, Diki menjelaskan bahwa nilai kecurangan minimal 5 persen yang dimaksud adalah angka dari hasil hitungan real count hitung manual yang dilakukan oleh KPU. Angka tersebut dianggap hasil kecurangan yang tidak dilakukan koreksi oleh KPU sehingga perbedaan hasil real count tersebut menjadi salah sebanyak 5 persen yang merugikan paslon nomor urut 02.
"Kecurangan yang dimaksud kecurangan dari semua aspek yang bisa mempengaruhi perolehan suara," kata Diki.
Adapun dana hadiah Rp100 miliar tersebut diklaim berasal dari kumpulan pengusaha besar Muslim yang berjumlah 17 orang.
Pengusaha-pengusaha yang enggan disebutkan identitasnya tersebut, kata Diki, merasa gerah dengan provokasi dari kubu paslon 02 yang menuduh pihak paslon 01 maupun penyelenggara Pemilu melakukan kecurangan secara masif dan terstruktur dalam Pilpres 2019.
"Tujuannya kami ingin meredam dan mengajak pihak 02 agar menghentikan provokasi kalimat curang, baik dialamatkan kepada Jokwi, KPU, dan penyelenggara lainnya," katanya.
"Karena kami yakin tidak ada kecurangan masif dan struktural, yang ada berbagai permasalahan biasa dan jumlahnya tidak banyak. Agar polemik ini dihentikan maka silahkan secara ilmiah kami menunggu data kecurangan itu," sambung Diki.
Koalisi mengakui adanya kemungkinan kesalahan yang terjadi di TPS atau dalam entry data oleh KPU yang merugikan kedua kubu. Namun, mereka menilai jumlahnya tidak signifikan terhadap perolehan suara kedua kubu.
"Selain itu, bahwa formulir C1 [hasil penghitungan suara tiap TPS] itu dibuat enam rangkap dan saya kira sangat sulit untuk direkayasa kecurangan," ujar Sekjen Sahabat Jokowi Harris Mardiansyah.
Koalisi Relawan Jokowi-Ma'ruf ini terdiri atas tujuh tim, yakni Militan 34, Muslim Cyber Army-Jokowi, Forum Kajian Fitnah Akhir Zaman, Sahabat Jokowi, Panca Tunggal-Banten, Jawara Dukung Jokowi (Warjo), dan Team 7 Jokowi Centre Foundation.
Sayembara berhadiah Rp100 miliar ini akan berlangsung hingga sehari sebelum pengumuman resmi penghitungan suara KPU dikeluarkan pada 22 Mei 2019 mendatang.

"Ditunggu sampai jam 12.00 siang. Kepada siapa yang bisa membuktikan bisa hubungi kami di 0812 9131 2199," kata Diki.
🐑

TEMPO.COJakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersengat saat membaca Editorial Koran Tempo, Kamis, 25 April 2019. Tajuk itu dia gunting dan diletakkan di meja kerjanya. Berjudul Propaganda Kecurangan Pemilu, tulisan itu menyatakan seruan pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno untuk tidak mempercayai hasil hitung cepat Pemilihan Presiden 2019--yang mengunggulkan Jokowi - Ma'ruf Amin--sebagai pembodohan.

Di depan wartawan Tempo, Budi Setyarso dan Reza Maulana yang menemuinya di di Istana Bogor, Jumat, 26 April 2019, Jokowi membaca tulisan itu keras-keras. "Kenapa ga ada yang berani ngomong seperti ini sebelumnya," kata dia. Menurut Jokowi, 57 tahun, hitung cepat merupakan metode ilmiah dengan tingkat keakuratan tinggi. Perhitungan itu pula yang membuat 25 kepala negara dan pemerintahan--diantaranya Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan-- memberinya ucapan selamat atas kemenangan di pemilihan presiden, 17 April lalu.

Tanpa menyebut nama, Jokowi menyesalkan pihak lain yang membangun opini dengan mengklaim kemenangan, sehingga mempengaruhi rasionalitas masyarakat. Dia juga menyinggung soal post-truth. Menurut kamus Oxford, post-truth atau pascakebenaran adalah kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Momen yang paling berkorelasi dengan konsep itu adalah hengkangnya Inggris Raya dari Uni Eropa dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.
Menurut Jokowi, media dan para pemimpin non forma harus lebih banyak berbicara untuk menjernihkan disinformasi. "Kalau ga ada yang berani menyampaikan, membodohi kita semua," kata Jokowi. "Semakin lama, semakin susah menyembuhkannya."

Dalam wawancara eksklusif selama 45 menit itu, Jokowi juga membahas soal upaya rekonsiliasi dengan Prabowo-Sandiaga, rencana kerja pemerintahan 2019-2024, dan reshuffle kabinet. Baca wawancara selengkapnya di Majalah Berita Mingguan Tempo yang terbit Senin, 29 April 2018.
🐂

Banjar SP– Presiden Joko Widodo menceritakan pesan dari Ibu Negara Afghanistan Rula Ghani yang bertemunya di Istana Bogor, pada 2018.
Saat itu, kata Jokowi, Rula Ghani menceritakan bagaimana awal Afghanistan jatuh dalam konflik yang tidak berkesudahan sampai sekarang ini.
Awalnya, kata Rula Ghani, konflik terjadi karena ada pertikaian atau konflik antara dua suku di Afghanistan. Negara Afghanistan memiliki tujuh suku. Namun, konflik dua suku membuat negara tersebut menjadi tidak aman dan tenteram lagi.
“Problem dimulai saat dua suku bertikai, berkonflik. karena konflik dua suku itu, yang satu membawa kawan dari luar, yang satunya juga membawa kawan dari luar, akhrinya perang,” kata Jokowi menceritakan apa yang disampaikan Rula Ghani saat memberikan sambutan di acara pembukaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2).
Padahal, Afghanistan termasuk salah satu negara kaya yang memiliki deposit emas, minyak, dan gas terbanyak di dunia. Menurut Jokowi, sebagaimana diceritakan Rula Ghani, 40 tahun sebelum perang antara suku, Afghanistan merupakan negara aman dan tenteram. Kala itu, perempuan bisa menyetir mobil sendiri dan bisa berjalan dari satu ke kota yang lain.
“Apa yang beliau (Rula) sampaikan kepada saya, saat perang yang dirugikan paling besar hanya dua, yang pertama wanita dan kedua anak-anak. Dulu kita naik mobil, mutar-mutar dari kota ke kota, nyetir sendiri berani. Sekarang, kita sudah naik sepeda saja, sudah alhamdulilah. Anak-anak kita juga sulit dalam bersekolah,” tutur Jokowi.
Dalam pengakuan ke Jokowi, Rula Ghanni mengakui sulit mempersatukan lagi kedua suku yang bertikai di Afghanistan. Mereka telah melakukan sembilan lebih kali pertemuan, tetapi tetap tidak memcapai kata sepakat sehingga sudah 40 tahun lebih Afghanistan selalu hidup dalam konflik.
"Jadi, 40 tahun tidak pulih kembali, sangat sulit. Lebih dari sembilan kali pertemuan, belum ketemu-ketemu, yang satu mau, yang satu lagi enggak mau. Bolak balik, mutar seperti itu terus,” ungkap Jokowi.
Akhirnya, Rula Ghani, kata Jokowi menyampaikan pesan penting dari kisah Afghanistan agar hati-hati dengan konflik sekecil apapun. Apalagi, kata Rula Ghani, Indonesia adalah negara yang besar dibandingkan Afghanistan yang hanya memiliki 7 suku. Sementara Indonesia memiliki 714 suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
“Apa yang beliau pesan kepada saya? Indonesia negara besar, tadi presiden sebutkan di Indonesia ada 714 suku, padahal kita hanya 7 suku, Presiden Jokowi, hati-hati jangan sampai ada konflik sekecil apapun di negaramu, cepat selesaikan, cepat rukunkan kembali, cepat dirampungkan, ukhuwah atau persaudaraan adalah hal yang sangat penting, baik ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniah, penting semuanya. Beliau (Rula Ghani) sampaikan sambil meneteskan air mata,” cerita Jokowi.
Jokowi pun berpesan kepada NU dan seluruh rakyat Indonesia agar jangan sampai urusan pemilihan bupati atau walikota, pemilihan gubernur dan pemilihan legislatif atau presien dan wakil presiden, maka rasa persaudaraan sebagai sesama anak bangsa menjadi hilang. Hal tersebut bisa membawa keutuhan NKRI.
“Hati-hati kalau sudah ada rasa seperti itu (hilangnya rasa persaudaraan). Saya mengajak kepada kita semuanya untuk menjaga ukhuwah kita, sesuai dengan tema Munas dan Konbes kali ini,” pungkas Jokowi.
Sebagaimana diketahui, Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 diselenggarakan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Banjar Jawa Barat pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 dengan tema "Memperkuat Ukhuwah Wathaniyah untuk Kedaulatan Rakyat".

Acara ini dibuka oleh Presiden Jokowi yang ditemani oleh Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj. Dalam acara pembukaan tersebut, hadir sejumlah tokoh, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri BUMN Rini Soemarno, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 KH Ma'ruf Amin, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Yenny Wahid, Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
🐟

jpnn.comJAKARTA - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Umar Surya Fana menyatakan, pembawa bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Uus Sukmana saat perayaan Hari Santri di Garut yang memicu kegaduhan telah menjalani pemeriksaan. Menurutnya, penyidik telah mendalami asal-usul bendera yang akhirnya dibakar anggota Banser itu.
Umar mengungkapkan, Uus mengaku tertarik dengan HTI. Selain itu, Uus juga ikut massa HTI saat Aksi Bela Islam (ABI) II pada 2 Desember 2016 atau Aksi 212.
"Kami periksa, apakah pernah mengikuti semacam penyampaian aspirasi dengan HTI, dia jawab pernah tahun 2016 di Jakarta," kata Umar, Sabtu (27/10).
Mantan penyidik utama Bareskrim itu menjelaskan, Uus membeli bendera HTI secara online. "Dia menyukai benderanya dan membeli online," tambah dia.
Lantas, apa motivasi Uus membawa bendera HTI saat Hari Santri Nasional? Umar mengatakan, jajarannya masih mendalami hal itu.
Bahkan, polisi tak hanya mendalami motif Uus. Sebab, penyidik juga menelusuri kemungkinan Uus membawa bendera HTI saat Hari Santri Nasional karena disuruh pihak lain.
Untuk diketahui, saat ini Uus telah menjadi tersangka karena dianggap menimbulkan kegaduhan. Kini, polsii menjeratnya dengan Pasal 174 KUHP.(cuy/jpnn)

🐍

Deklarasi Damai Cagub yang Tak Damai

Riana Afifah | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Kamis, 13 September 2012 | 22:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan bertajuk deklarasi damai yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta tampaknya tidak mencapai misinya. Suasana Monas yang panas semakin memanas saat simpatisan pasangan Foke-Nara mulai berulah.
Para simpatisan Foke-Nara yang berdiri di depan panggung tidak berhenti berteriak-teriak dan mencemooh saat cawagub Basuki Tjahaja Purnama memberikan sambutan. Bahkan beberapa dari teriakan tersebut membawa kepercayaan mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Teriakan-teriakan dengan nada negatif tersebut terus bersahutan saat pria yang akrab disapa Ahok ini menjelaskan absennya Jokowi pada kegiatan deklarasi damai ini. Padahal simpatisan Jokowi-Basuki yang datang mengenakan kemeja kotak-kotak saat petahana Fauzi Bowo tengah memberikan sambutannya tetap bersikap tenang dan mendengarkan.
Tidak ada teriakan atau cemoohan yang dilancarkan pada pria berkumis tersebut saat sedang berbicara pada deklarasi damai ini. Menanggapi kejadian tersebut, Ahok tetap terus berbicara dan mengeluarkan kalimat yang sedikit menyentil para simpatisan Foke-Nara.
"Saya berterima kasih pada pendukung kami yang telah memenangkan kami pada putaran pertama lalu," ujar Ahok, di Silang Monas, Kamis (13/9/2012) yang membuat simpatisan Foke-Nara semakin berteriak-teriak.
Sayangnya aksi tidak menyenangkan simpatisan Foke-Nara ini tidak berusaha diredakan oleh pihak keamanan yang tadi bertugas. Padahal semestinya sebagai pendukung juga harus tetap memiliki sikap yang santun dalam memberikan dukungannya.
Dengan situasi tersebut, aksi saling sindir antarcalon juga sempat terjadi. Padahal seperti diketahui, acara ini juga dihadiri oleh para pejabat negara seperti Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Ketua KPU RI Husni Kamil Malik, Ketua DPR RI Marzuki Alie dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Ahok sempat mempersilakan hadirin untuk memilih pasangan nomor satu jika memang terbukti bersih dan transparan dalam memimpin. Namun jika dirinya dan Jokowi terbukti lebih bersih dan transparan maka sebaiknya tetap menjatuhkan pilihan pada nomor urut tiga.
Petahana Fauzi Bowo yang semula tampak biasa saja menjadi sedikit terpancing. Sebelum membacakan deklarasi damai di hadapan seluruh pendukungnya yang berkumpul di Silang Monas, ia menegaskan bahwa warga Jakarta sebaiknya memilih pemimpin yang sudah dikenalnya.
"Harus tahu dulu semuanya. Warga Jakarta juga begitu. Harus tahu, jangan beli kucing dalam karung," tegasnya. Kamis, 13 September 2012 | 18:42 WIB Pidatonya Disorakin, Ahok Cuek TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mendapat sambutan tidak menyenangkan saat berpidato dalam acara Deklarasi Damai Pemilukada DKI Jakarta di Lapangan Monas. Pendukung Fauzi Bowo yang berada di antara penonton meneriaki Ahok saat dia memberikan sambutan. "Biar saja," kata Ahok seusai acara di Lapangan Monas, Kamis, 13 September 2012. Dalam pidatonya, Ahok menerangkan pentingnya menjaga kebersamaan dalam Pilkada DKI Jakarta. Dia menyatakan, jangan sampai hanya karena memperebutkan jabatan selama lima tahun, keberagaman yang dibangun dengan empat pilar bangsa--Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika--jadi rusak berantakan. Ahok menjelaskan, pada 2015, Komunitas ASEAN akan terbentuk dan Jakarta akan menjadi lokomotif Indonesia untuk menghadapi persaingan itu. "Jakarta harus jadi lokomotif untuk memenangkan persaingan global," kata dia. Tugas pemimpin, kata Ahok, adalah membuat otak, perut, dan dompet masyarakat penuh terisi. Karena itu, diperlukan gubernur yang teruji karakter, jujur, dan bersih. Kejujuran itu, kata dia, seharusnya terlihat dalam pengelolaan anggaran dan profesionalitas melayani rakyat. Dia menegaskan, jika pasangan lain, yaitu Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, lebih baik, masyarakat Jakarta harus memilih pasangan ini. "Tapi, jika kami lebih teruji, pilihlah nomor 3," kata dia. Ahok juga menjelaskan alasan absennya Jokowi dalam deklarasi ini. Menurut Ahok, Jokowi absen karena belum bisa cuti pada hari ini. Jokowi akan cuti saat kampanye pilkada putaran kedua, yaitu pada 14 hingga 16 September 2012. WAYAN AGUS P

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Allah di balik Sejarah: Penantian Baru BTP (hati nurani Pemilu 2024) #02

janji Jokowi (4) (ANTI GRATIFIKA$1): pilpres 2019

die hard of terrorism: final fate of ISiS (3): ISIS bukan ISLAM, menganut teologi PEMBUNUHAN