YTh. ALUMNI ITB
SATURDAY, NOVEMBER 19, 2005
ITB, UI, UGM, IPB: PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA!
PENGANTAR
Membaca tulisan pak Kwik Kian Gie (KKG) di Jawa Pos edisi Selasa, 16 Agt 2005 dengan judul “Pakai Tangan Mafia Berkeley” yang kemudian diperdalam lagi di Blog site dihttp://diskusikebudayaan3.blogspot.com/ (bagaimana dan mengapa krisis kebudayaan sedang terjadi di Indonesia); danhttp://analisakebudayaan.blogspot.com/ (apa & bagaimana maha kerusakan telah terjadi di Indonesia akibat ulah generasi tua), sungguh membuat rasa malu yang sangat dalam bagi saya sebagai alumni UI.
Keterlibatan para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung Karno dari belakang (C’oup detat yang merangkak) menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam berbagai krisis.
Walau saat ini Indonesia masih dalam krisis, para oknum akademisi UI itu terus lupa diri dengan melakukan pelacuran intelektual menjual bangsanya sebagai abdi luar negeri dan terus setia kepada regim ORBA dan bablasannya.
Saya menghimbau segenap alumni UI untuk membaca tulisan pak KKG dan tulisan yang lebih diperdalam lagi di web site diatas untuk kemudian melakukan refleksi dan kritik kepada almamater. Mari kita berkabung atas moralitas akademisi UI!
Pengantar ini dikutip sepenuhnya dari artikel di forum opini www.plasa.com.
QUO VADIS ITB, UI, UGM, IPB?
Kiranya tidak hanya UI, memang pilu, kelu, dan sendu memikirkan peran perguruan tinggi top (UI, ITB, UGM, IPB, …) di Indonesia. Negara adidaya yang jauh lebih cerdas dari kita memahami kelemahan budaya kita (Jawa, yang mayoritas) dengan lebih baik, terutama budaya balas jasa: diberi sedikit, membalas memberi banyak! Contoh berbagai budaya balas jasa:
- Para dosennya diberi bea siswa oleh USA, sebagai balas jasa: sepertiga kekayaan negara ini diberikan kepada USA dkk.! Dari gas alam di Aceh s/d Free Port di Irian; dari Sabang hingga Merauke – USA dkk. lah yang paling menikmati kekayaan Indonesia! Keterlibatan para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung Karno dari belakang (C’oup detat yang merangkak) menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam berbagai krisis.
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jepang, sebagai balas jasa: industri negara ini diberikan kepada Jepang! Hampir tiga puluh tahun industri Jepang bercokol di Indonesia, namun s/d saat ini kita dibiarkan hanya sebagai bangsa tingkat perakit dan konsumen saja!
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jerman, sebagai balas jasa: di jaman Habibie, kapal2 rongsokan Jerman yang semestinya dijual sebagai besi kiloan, namun dibeli kita dengan harga setinggi langit! Majalah Tempo yang menginvestigasi masalah ini lalu dibredel! Ketika itu Indonesia membutuhkan SDM yang baik, namun anggaran pendidikan dihabiskan untuk hobi Habibie – pesawat terbang! Teknologi Jerman meraja lela, pendidikan merana; dan sekarang IPTN sekedar menjadi musium sebuah konspirasi! Dan Habibie sekarang dengan nikmatnya meninggalkan Indonesia yang sengsara, untuk kembali sebagai warga negara Jerman yang terhormat dan berjasa bagi negerinya (Jerman)!
- Diberi berbagai jabatan tertinggi di pemerintahan (dan jabatan rangkap sebagai dosen) oleh politisi Jakarta: dari eselon dua, eselon satu, dan menteri. Level jabatan setinggi ini sudah bersifat politis. Sebagai balas jasa “dibeli” oleh politisi di pusat/Jakarta: PTN top ini menjadi tidak kritis sama sekali, dosennya hanya sebagai alat justifikasi kebijakan politisi busuk, dan bahkan telah membelokan arah reformasi, serta mereka ini dipakai untuk mengendalikan/menundukan para mahasiswa agar PTN top tsb. tidak menjadi oposisi terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Ingat, bila mahasiswa di salah satu dari keempat PTN ini bergolak, maka pada umumnya akan terjadi bola salju, dimana akan memicu aksi gerakan diseluruh Indonesia. Sayang sekali, para dosen yang juga merangkap sebagi pelacur intelektual dan akademisi selebritis (sengaja sering ditampilkan di TV oleh politisi Jakarta) ini telah dipakai untuk meredam bahkan menindas gerakan moralis dan idealis para mahasiswanya!
- Dan yang paling memprihatinkan kita, para dosennya diberi bea siswa oleh negara adidaya, sekarang mereka ini bayak yang menjadi professor doktor, sebagai balas jasa: nilai tukar rupiah dibiarkan terhina dan terjajah seperti saat ini, 1 dollar senilai kurang lebih sepuluh ribu rupiah! Dengan nilai tukar semacam ini, negara adidaya dapat membeli hasil sumberdaya alam kita dengan amat sangat murah sekali, kemudian mengembalikannya sebagai barang setengah jadi atau jadi (hitech) dengan harga dollar setinggi langit (dalam rupiah); hasil keuntungannya mereka belikan lagi bahan2 mentah kita sehingga untung mereka berlipat-lipat, maka merekalah sesungguhnya penikmat kekayaan alam Indonesia, bukan rakyat Indonesia (lihatlah suku Dayak yang tetap mencari kayu bakar dihutan, lihatlah suku Irian/Papua yang tetap berkoteka)! Dan kita dibiarkan menjadi negara eksportir bahan mentah sekaligus konsumen produk negara maju, bukan negara Industri. Bukankah ini strategi penjajahan ekonomi yang terselubung namun indah sekali? Para Prof. Dr. ini seolah-olah tidak mampu lagi atau tidak mau berusaha lagi (atau terburuk: justru jadi agen/konspirator negara adidaya) untuk mengembalikan kehormatan bangsa ini melalui nilai tukar mata uang yang adil dan beradab!
PRESTASI YANG MENGHERANKAN
Berikut ini contoh prestasi yang membuat bangsa tercengang, malu, dan prihatin:
- Menteri Pendidikan dan eselon satu duanya DEPDIKBUD adalah para Prof. Doktor dari PTN top, misal: Dirjen Dikti: Sumantri – ITB, Dirjen DiKdasmen: Indrajati – ITB, Rektor Universitas Terbuka: Bambang Sutjiatmo – ITB; mereka sudah dua kali masa jabatan (Mega & SBY), dan sekarang menterinya: B. Sudibyo – UGM. Namun ternyata kualitas SDM kita tetap amburadul (justru merosot), budaya KKN nya termasuk tiga besar, dan sekolah makin mahal dan ijazah palsu (MM, MBA, DR) menjamur! Dan jangan lupa Pak SBY pun ternyata butuh gelar DR dari IPB untuk jadi Presiden, bukankah ini kontradiksi moralitas?
- Menteri Keuangan, Menteri Ekonomi dan Kepala BI adalah para Prof. Doktor dari dari UI dan UGM (saat regim Soeharto). Yang curi uang 700 trilyun rupiah (BLBI) ternyata cukup lulusan Sekolah Dasar, misal: Liem Swie Liong, Nursalim, Edy Tanzil, Soeharto, Probo Sutejo, dst. Masak, Profesor kok kalah sama lulusan SD?
- Regim ORBA mendirikan BPPN: Badan Penyelamat Para penilep uang Negara. Kalkulasi para ekonom ahli: mungkin yang kembali cuman 25% saja dari 700 trilyun dana BLBI yang ditilep itu! Jadi, yang diselamatkan bukan uang rakyat, tapi justru pencurinya, sungguh genius/licik! Para konglomerat hitam ini dibantu oleh para akademisi busuk (kebanyakan dari UI dan UGM) dalam memberikan justifikasi2 “penyelamatan”, berapa ratus milyar rupiah telah dikucurkan oleh konglomerat hitam ke dana Lembaga Pengabdian Masyarakat UI dan UGM demi kesalamatan mereka!
- Berbagai kasus berat yang dialami bangsa seperti: penggelapan sejarah 1965, bisnis militer, badan intelijen, KKN, rasdiskriminasi, pelanggaran HAM berat, sistim gaji PNS yang amburadul, BBM, BUMN, dst., tak pernah mereka jadikan pokok2 permasalahan bangsa yang harus selalu menjadi topik utama di kampus-kampus dan ditingkat forum nasional! Para penguasa PTN top ini, secara tidak sadar, telah dijebloskan ke peran aktip politik praktis, sehingga saat ini oleh dikata telah terjadi multi fungsi: ya dosen, ya politisi, ya selebitis, ya bisnis. Peran aktip sebagai alat politik pejabat pusat telah mengakibatkan mandulnya PTN top tersebut!
- Di Indonesia itu lucu sekali, preman-kecu-gali diorganisir secara rapi menjadi organisasi Pemuda Pancasila, bahkan sampai punya partai politik, organisasinya rapi dari pusat Jakarta s/d pelosok desa di Manokwari Irian, sehingga kalau dibutuhkan proyek adu domba & kerusuhan didaerah dengan dalang dari Jakarta tinggal di out sourcingkan ke Pemuda Pancasila. Sebaliknya, dosen yang pandai dan dianggap bijak dan bermoral baik justru tidak punya asosiasi. Suatu serikat pekerja itu pasti dibutuhkan dan pasti berguna sekali! Seandainya ada Asosiasi Dosen Indonesia, betapa kekuatan yang maha luar biasa dahsyatnya untuk membenahi carut-marutnya Indonesia! (sejauh tidak afiliasi ke parpol, alias netral). Aneh sekali, mereka tidak sadar akan potensi dahsyat tapi dibiarkan tidur lelap ini?
- Di Indonesia itu lucu sekali, dari data statistik ditemukan bahwa lulusan terbaik SMA/SMU memilih memasuki Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik. Namun sayang, setelah jadi dokter dan insinyur mereka malas masuk ke Partai Politik, sehingga yang masuk Parpol justru para preman-kecu-gali yang dulu rangkingnya akademisnya terbawah (saat SMU/SMA), dan itupun sering kali memakai ijazah palsu! Jadi, di Indonesia telah terjadi paradoks: para preman-kecu-gali lah yang justru menjadi politisi top dan mengatur/memimpin negara serta membawahi orang pandai-bijak-cerdas. Demi melanggengkan posisi ini, maka yang pandai dan bijak (dosen) justru digaji rendah sekali agar bisa dibeli untuk dijadikan alat pikir dan justifikasi saja (staff think tank) bagi para preman-kecu-gali yang telah jadi birokrat. Dengan paradoks semacam ini, tidak heran Indonesia menjadi negara amburadul. Sukarno adalah insinyur, Mahatir adalah dokter, STOVIA (awal gerakan kemerdekaan pertama) adalah mhs. kedokteran; mereka adalah pandai-cerdas-bijak, jadi patut memimpin negara; bukan malahan preman-kecu-gali yang memimpin negara! (paradoks ini sudah menjadi olok2 umum para cendekiawan di luar negeri).
PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR
Seperti diketahui, UI, ITB, IPB, dan UGM adalah institusi perguruan tinggi negeri (PTN) tertua, terbesar dan termaju di Indonesia. Jadi, mereka adalah pencetak para PNS (peg. Negeri sipil) terbesar di Indonesia, dan alumni mereka saat ini menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan, dari pegawai menengah (IIIA), eselon dua, eselon satu, dan menteri, jadi boleh dikata mereka “menguasai” Indonesia! Sayang sekali, kita dan dunia telah memahami bahwa:
- Indonesia terkenal sebagai negara terkorup didunia.
- Birokrasi Indonesia adalah birokrasi keranjang sampah.
- Telah terjadi korupsi berjamaah; ini ibarat mengatakan bahwa korps PNS/BUMN itu adalah jemaah koruptor.
- Sistim kepegawaian kita adalah buruk sekali: dari segi gaji (yang seperti hutan belantara) dan dari segi karier planing yang amburadul. Hal ini menjadikan salah satu penyebab suburnya KKN!
Atas dasar berbagai alasan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa ITB, UI, UGM, IPB ADALAH PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA dan PRODUSEN TERBESAR BIROKRAT KERANJANG SAMPAH! Reuni alumni mereka, yang pada umumnya megah-meriah, adalah bagaikan reuni jemaah koruptor, para pelaku KKN, para perusak bangsa!
PENUTUP
Penulis berharap agar tulisan ini jatuh ketangan para mahasiswa aktivis di ITB, UI, UGM dan IPB, dengan maksud agar mereka menyadari/memahami bahwa banyak dosen mereka dan alumni mereka ternyata telah menjadi oknum kelas berat (level nasional atau bahkan internasional = agen negara asing). Selain itu, PTN mereka yang kaya SDM berkualitas ternyata justru telah menjadi sumber petaka bagi Indonesia!
Bung Karno (BK) yang mempunyai visi jauh kedepan sudah menetapkan bahwa Indonesia adalah non blok, mandiri (berdikari), dan tidak mau tergantung pada utang luar negeri (“Go to hell with your aids!”). Negara-negara sahabat Bung Karno, sperti RRC dan India, yang mempunyai prinsip serupa dengan BK dan tidak mempunyai pengkianat negara semacam Soeharto Cs., saat ini menjadi bangsa yang sehat, normal, tidak berutang, bahkan adidaya! Sayang sekali, Soeharto dkk. melakukan konspirasi dengan USA (via CIA+mafia UI) menusuk bangsanya sendiri. Ditahun 1965, Indonesia dijadikan lapangan pertempuran antara USA dkk vs. Rusia dkk., yang menang USA (kapitalis); sebaliknya di Vietnam, yang menang Rusia (komunis). Mulai tahun 1998 s/d sekarang, Indonesia kembali dijadikan lapangan pertempuran antara Barat (modern, sekuler, Kristen) melawan Timur Tengah (tradisional/kolot, non sekuler, Islam), kata Samuel Hutington – ini disebut clash of civilization; tidak heran bom dan kerusuhan berbasis SARA terus menerus meledak disana sini. Indonesia yang kaya sumber alam, strategis posisi geopolitiknya, dan pasar yang besar bagi industri asing (karena jumlah penduduk > 200 juta) memang menarik untuk diperebutkan, pumpung bangsanya masih bodoh! Kebodohan bangsa Indonesia diwakili oleh prestasi PTN2 topnya yang mlempem, bodoh, dan tidak sadar kalau bangsanya sekedar dijadikan kuli atau negara boneka oleh negara asing! Sayang seribu kali sayang, ITB, UI, UGM, IPB belum mampu menjadi tumpuan untuk membangun bangsa yang berkebudayaan tinggi dan mandiri! Bayangkan, budaya antri saja, kita tidak mampu!
Empat faktor utama penyebab Indonesia tidak pernah mandiri dan terusmenerus mengalami krisis, yaitu terpaan: badai gurun Sahara yang panas-membara dari negara Timur Tengah yang ingin memporak-porandakan budaya asli dan menguras devisa negara, badai salju yang dingin-membekukan dari negara barat/modern yang ingin menjajah ekonomi/teknologi dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, badai KKN yang merampok keuangan dan membangkrutkan bangsa, dan PTN yang justru terkesan membiarkan semua badai itu terjadi! Dengan demikian, semenjak 1965 s/d detik ini (2005), bangsa Indonesia boleh dikata belum merdeka sepenuhnya!
Kita prihatin, ternyata PTN top kita, yang menjadi barometer SDM berbobot, tidak mampu membuat negara ini menjadi adil, sejahtera, aman, dan sentosa. Sebaliknya, peranan dosen dan alumni mereka, yang menguasai birokrasi negara, telah membuat masyarakat indonesia mengalami berbagai krisis dan bahkan kesengsaraan. ITB, UI, UGM, IPB belum bisa menjadi berkah dan rahmat bagi bangsa Indonesia, mereka saat ini malah boleh diibaratkan menjadi sumber kemunduran bangsa Indonesia (atau justru menjadi laknat bangsa: agen asing seperti UI)! Sayang, sungguh sayang…mari kita semua menundukan kepala & prihatin. Bagaimana pendapat anda?
Membaca tulisan pak Kwik Kian Gie (KKG) di Jawa Pos edisi Selasa, 16 Agt 2005 dengan judul “Pakai Tangan Mafia Berkeley” yang kemudian diperdalam lagi di Blog site dihttp://diskusikebudayaan3.blogspot.com/ (bagaimana dan mengapa krisis kebudayaan sedang terjadi di Indonesia); danhttp://analisakebudayaan.blogspot.com/ (apa & bagaimana maha kerusakan telah terjadi di Indonesia akibat ulah generasi tua), sungguh membuat rasa malu yang sangat dalam bagi saya sebagai alumni UI.
Keterlibatan para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung Karno dari belakang (C’oup detat yang merangkak) menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam berbagai krisis.
Walau saat ini Indonesia masih dalam krisis, para oknum akademisi UI itu terus lupa diri dengan melakukan pelacuran intelektual menjual bangsanya sebagai abdi luar negeri dan terus setia kepada regim ORBA dan bablasannya.
Saya menghimbau segenap alumni UI untuk membaca tulisan pak KKG dan tulisan yang lebih diperdalam lagi di web site diatas untuk kemudian melakukan refleksi dan kritik kepada almamater. Mari kita berkabung atas moralitas akademisi UI!
Pengantar ini dikutip sepenuhnya dari artikel di forum opini www.plasa.com.
QUO VADIS ITB, UI, UGM, IPB?
Kiranya tidak hanya UI, memang pilu, kelu, dan sendu memikirkan peran perguruan tinggi top (UI, ITB, UGM, IPB, …) di Indonesia. Negara adidaya yang jauh lebih cerdas dari kita memahami kelemahan budaya kita (Jawa, yang mayoritas) dengan lebih baik, terutama budaya balas jasa: diberi sedikit, membalas memberi banyak! Contoh berbagai budaya balas jasa:
- Para dosennya diberi bea siswa oleh USA, sebagai balas jasa: sepertiga kekayaan negara ini diberikan kepada USA dkk.! Dari gas alam di Aceh s/d Free Port di Irian; dari Sabang hingga Merauke – USA dkk. lah yang paling menikmati kekayaan Indonesia! Keterlibatan para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung Karno dari belakang (C’oup detat yang merangkak) menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam berbagai krisis.
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jepang, sebagai balas jasa: industri negara ini diberikan kepada Jepang! Hampir tiga puluh tahun industri Jepang bercokol di Indonesia, namun s/d saat ini kita dibiarkan hanya sebagai bangsa tingkat perakit dan konsumen saja!
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jerman, sebagai balas jasa: di jaman Habibie, kapal2 rongsokan Jerman yang semestinya dijual sebagai besi kiloan, namun dibeli kita dengan harga setinggi langit! Majalah Tempo yang menginvestigasi masalah ini lalu dibredel! Ketika itu Indonesia membutuhkan SDM yang baik, namun anggaran pendidikan dihabiskan untuk hobi Habibie – pesawat terbang! Teknologi Jerman meraja lela, pendidikan merana; dan sekarang IPTN sekedar menjadi musium sebuah konspirasi! Dan Habibie sekarang dengan nikmatnya meninggalkan Indonesia yang sengsara, untuk kembali sebagai warga negara Jerman yang terhormat dan berjasa bagi negerinya (Jerman)!
- Diberi berbagai jabatan tertinggi di pemerintahan (dan jabatan rangkap sebagai dosen) oleh politisi Jakarta: dari eselon dua, eselon satu, dan menteri. Level jabatan setinggi ini sudah bersifat politis. Sebagai balas jasa “dibeli” oleh politisi di pusat/Jakarta: PTN top ini menjadi tidak kritis sama sekali, dosennya hanya sebagai alat justifikasi kebijakan politisi busuk, dan bahkan telah membelokan arah reformasi, serta mereka ini dipakai untuk mengendalikan/menundukan para mahasiswa agar PTN top tsb. tidak menjadi oposisi terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Ingat, bila mahasiswa di salah satu dari keempat PTN ini bergolak, maka pada umumnya akan terjadi bola salju, dimana akan memicu aksi gerakan diseluruh Indonesia. Sayang sekali, para dosen yang juga merangkap sebagi pelacur intelektual dan akademisi selebritis (sengaja sering ditampilkan di TV oleh politisi Jakarta) ini telah dipakai untuk meredam bahkan menindas gerakan moralis dan idealis para mahasiswanya!
- Dan yang paling memprihatinkan kita, para dosennya diberi bea siswa oleh negara adidaya, sekarang mereka ini bayak yang menjadi professor doktor, sebagai balas jasa: nilai tukar rupiah dibiarkan terhina dan terjajah seperti saat ini, 1 dollar senilai kurang lebih sepuluh ribu rupiah! Dengan nilai tukar semacam ini, negara adidaya dapat membeli hasil sumberdaya alam kita dengan amat sangat murah sekali, kemudian mengembalikannya sebagai barang setengah jadi atau jadi (hitech) dengan harga dollar setinggi langit (dalam rupiah); hasil keuntungannya mereka belikan lagi bahan2 mentah kita sehingga untung mereka berlipat-lipat, maka merekalah sesungguhnya penikmat kekayaan alam Indonesia, bukan rakyat Indonesia (lihatlah suku Dayak yang tetap mencari kayu bakar dihutan, lihatlah suku Irian/Papua yang tetap berkoteka)! Dan kita dibiarkan menjadi negara eksportir bahan mentah sekaligus konsumen produk negara maju, bukan negara Industri. Bukankah ini strategi penjajahan ekonomi yang terselubung namun indah sekali? Para Prof. Dr. ini seolah-olah tidak mampu lagi atau tidak mau berusaha lagi (atau terburuk: justru jadi agen/konspirator negara adidaya) untuk mengembalikan kehormatan bangsa ini melalui nilai tukar mata uang yang adil dan beradab!
PRESTASI YANG MENGHERANKAN
Berikut ini contoh prestasi yang membuat bangsa tercengang, malu, dan prihatin:
- Menteri Pendidikan dan eselon satu duanya DEPDIKBUD adalah para Prof. Doktor dari PTN top, misal: Dirjen Dikti: Sumantri – ITB, Dirjen DiKdasmen: Indrajati – ITB, Rektor Universitas Terbuka: Bambang Sutjiatmo – ITB; mereka sudah dua kali masa jabatan (Mega & SBY), dan sekarang menterinya: B. Sudibyo – UGM. Namun ternyata kualitas SDM kita tetap amburadul (justru merosot), budaya KKN nya termasuk tiga besar, dan sekolah makin mahal dan ijazah palsu (MM, MBA, DR) menjamur! Dan jangan lupa Pak SBY pun ternyata butuh gelar DR dari IPB untuk jadi Presiden, bukankah ini kontradiksi moralitas?
- Menteri Keuangan, Menteri Ekonomi dan Kepala BI adalah para Prof. Doktor dari dari UI dan UGM (saat regim Soeharto). Yang curi uang 700 trilyun rupiah (BLBI) ternyata cukup lulusan Sekolah Dasar, misal: Liem Swie Liong, Nursalim, Edy Tanzil, Soeharto, Probo Sutejo, dst. Masak, Profesor kok kalah sama lulusan SD?
- Regim ORBA mendirikan BPPN: Badan Penyelamat Para penilep uang Negara. Kalkulasi para ekonom ahli: mungkin yang kembali cuman 25% saja dari 700 trilyun dana BLBI yang ditilep itu! Jadi, yang diselamatkan bukan uang rakyat, tapi justru pencurinya, sungguh genius/licik! Para konglomerat hitam ini dibantu oleh para akademisi busuk (kebanyakan dari UI dan UGM) dalam memberikan justifikasi2 “penyelamatan”, berapa ratus milyar rupiah telah dikucurkan oleh konglomerat hitam ke dana Lembaga Pengabdian Masyarakat UI dan UGM demi kesalamatan mereka!
- Berbagai kasus berat yang dialami bangsa seperti: penggelapan sejarah 1965, bisnis militer, badan intelijen, KKN, rasdiskriminasi, pelanggaran HAM berat, sistim gaji PNS yang amburadul, BBM, BUMN, dst., tak pernah mereka jadikan pokok2 permasalahan bangsa yang harus selalu menjadi topik utama di kampus-kampus dan ditingkat forum nasional! Para penguasa PTN top ini, secara tidak sadar, telah dijebloskan ke peran aktip politik praktis, sehingga saat ini oleh dikata telah terjadi multi fungsi: ya dosen, ya politisi, ya selebitis, ya bisnis. Peran aktip sebagai alat politik pejabat pusat telah mengakibatkan mandulnya PTN top tersebut!
- Di Indonesia itu lucu sekali, preman-kecu-gali diorganisir secara rapi menjadi organisasi Pemuda Pancasila, bahkan sampai punya partai politik, organisasinya rapi dari pusat Jakarta s/d pelosok desa di Manokwari Irian, sehingga kalau dibutuhkan proyek adu domba & kerusuhan didaerah dengan dalang dari Jakarta tinggal di out sourcingkan ke Pemuda Pancasila. Sebaliknya, dosen yang pandai dan dianggap bijak dan bermoral baik justru tidak punya asosiasi. Suatu serikat pekerja itu pasti dibutuhkan dan pasti berguna sekali! Seandainya ada Asosiasi Dosen Indonesia, betapa kekuatan yang maha luar biasa dahsyatnya untuk membenahi carut-marutnya Indonesia! (sejauh tidak afiliasi ke parpol, alias netral). Aneh sekali, mereka tidak sadar akan potensi dahsyat tapi dibiarkan tidur lelap ini?
- Di Indonesia itu lucu sekali, dari data statistik ditemukan bahwa lulusan terbaik SMA/SMU memilih memasuki Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik. Namun sayang, setelah jadi dokter dan insinyur mereka malas masuk ke Partai Politik, sehingga yang masuk Parpol justru para preman-kecu-gali yang dulu rangkingnya akademisnya terbawah (saat SMU/SMA), dan itupun sering kali memakai ijazah palsu! Jadi, di Indonesia telah terjadi paradoks: para preman-kecu-gali lah yang justru menjadi politisi top dan mengatur/memimpin negara serta membawahi orang pandai-bijak-cerdas. Demi melanggengkan posisi ini, maka yang pandai dan bijak (dosen) justru digaji rendah sekali agar bisa dibeli untuk dijadikan alat pikir dan justifikasi saja (staff think tank) bagi para preman-kecu-gali yang telah jadi birokrat. Dengan paradoks semacam ini, tidak heran Indonesia menjadi negara amburadul. Sukarno adalah insinyur, Mahatir adalah dokter, STOVIA (awal gerakan kemerdekaan pertama) adalah mhs. kedokteran; mereka adalah pandai-cerdas-bijak, jadi patut memimpin negara; bukan malahan preman-kecu-gali yang memimpin negara! (paradoks ini sudah menjadi olok2 umum para cendekiawan di luar negeri).
PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR
Seperti diketahui, UI, ITB, IPB, dan UGM adalah institusi perguruan tinggi negeri (PTN) tertua, terbesar dan termaju di Indonesia. Jadi, mereka adalah pencetak para PNS (peg. Negeri sipil) terbesar di Indonesia, dan alumni mereka saat ini menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan, dari pegawai menengah (IIIA), eselon dua, eselon satu, dan menteri, jadi boleh dikata mereka “menguasai” Indonesia! Sayang sekali, kita dan dunia telah memahami bahwa:
- Indonesia terkenal sebagai negara terkorup didunia.
- Birokrasi Indonesia adalah birokrasi keranjang sampah.
- Telah terjadi korupsi berjamaah; ini ibarat mengatakan bahwa korps PNS/BUMN itu adalah jemaah koruptor.
- Sistim kepegawaian kita adalah buruk sekali: dari segi gaji (yang seperti hutan belantara) dan dari segi karier planing yang amburadul. Hal ini menjadikan salah satu penyebab suburnya KKN!
Atas dasar berbagai alasan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa ITB, UI, UGM, IPB ADALAH PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA dan PRODUSEN TERBESAR BIROKRAT KERANJANG SAMPAH! Reuni alumni mereka, yang pada umumnya megah-meriah, adalah bagaikan reuni jemaah koruptor, para pelaku KKN, para perusak bangsa!
PENUTUP
Penulis berharap agar tulisan ini jatuh ketangan para mahasiswa aktivis di ITB, UI, UGM dan IPB, dengan maksud agar mereka menyadari/memahami bahwa banyak dosen mereka dan alumni mereka ternyata telah menjadi oknum kelas berat (level nasional atau bahkan internasional = agen negara asing). Selain itu, PTN mereka yang kaya SDM berkualitas ternyata justru telah menjadi sumber petaka bagi Indonesia!
Bung Karno (BK) yang mempunyai visi jauh kedepan sudah menetapkan bahwa Indonesia adalah non blok, mandiri (berdikari), dan tidak mau tergantung pada utang luar negeri (“Go to hell with your aids!”). Negara-negara sahabat Bung Karno, sperti RRC dan India, yang mempunyai prinsip serupa dengan BK dan tidak mempunyai pengkianat negara semacam Soeharto Cs., saat ini menjadi bangsa yang sehat, normal, tidak berutang, bahkan adidaya! Sayang sekali, Soeharto dkk. melakukan konspirasi dengan USA (via CIA+mafia UI) menusuk bangsanya sendiri. Ditahun 1965, Indonesia dijadikan lapangan pertempuran antara USA dkk vs. Rusia dkk., yang menang USA (kapitalis); sebaliknya di Vietnam, yang menang Rusia (komunis). Mulai tahun 1998 s/d sekarang, Indonesia kembali dijadikan lapangan pertempuran antara Barat (modern, sekuler, Kristen) melawan Timur Tengah (tradisional/kolot, non sekuler, Islam), kata Samuel Hutington – ini disebut clash of civilization; tidak heran bom dan kerusuhan berbasis SARA terus menerus meledak disana sini. Indonesia yang kaya sumber alam, strategis posisi geopolitiknya, dan pasar yang besar bagi industri asing (karena jumlah penduduk > 200 juta) memang menarik untuk diperebutkan, pumpung bangsanya masih bodoh! Kebodohan bangsa Indonesia diwakili oleh prestasi PTN2 topnya yang mlempem, bodoh, dan tidak sadar kalau bangsanya sekedar dijadikan kuli atau negara boneka oleh negara asing! Sayang seribu kali sayang, ITB, UI, UGM, IPB belum mampu menjadi tumpuan untuk membangun bangsa yang berkebudayaan tinggi dan mandiri! Bayangkan, budaya antri saja, kita tidak mampu!
Empat faktor utama penyebab Indonesia tidak pernah mandiri dan terusmenerus mengalami krisis, yaitu terpaan: badai gurun Sahara yang panas-membara dari negara Timur Tengah yang ingin memporak-porandakan budaya asli dan menguras devisa negara, badai salju yang dingin-membekukan dari negara barat/modern yang ingin menjajah ekonomi/teknologi dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, badai KKN yang merampok keuangan dan membangkrutkan bangsa, dan PTN yang justru terkesan membiarkan semua badai itu terjadi! Dengan demikian, semenjak 1965 s/d detik ini (2005), bangsa Indonesia boleh dikata belum merdeka sepenuhnya!
Kita prihatin, ternyata PTN top kita, yang menjadi barometer SDM berbobot, tidak mampu membuat negara ini menjadi adil, sejahtera, aman, dan sentosa. Sebaliknya, peranan dosen dan alumni mereka, yang menguasai birokrasi negara, telah membuat masyarakat indonesia mengalami berbagai krisis dan bahkan kesengsaraan. ITB, UI, UGM, IPB belum bisa menjadi berkah dan rahmat bagi bangsa Indonesia, mereka saat ini malah boleh diibaratkan menjadi sumber kemunduran bangsa Indonesia (atau justru menjadi laknat bangsa: agen asing seperti UI)! Sayang, sungguh sayang…mari kita semua menundukan kepala & prihatin. Bagaimana pendapat anda?
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ITB Bekukan Organisasi Mahasiswa yang Diduga Berafiliasi dengan HTI", https://regional.kompas.com/read/2018/06/06/15242391/itb-bekukan-organisasi-mahasiswa-yang-diduga-berafiliasi-dengan-hti.
Penulis : Kontributor Bandung, Agie Permadi
Editor : Caroline Damanik
🌱
Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan penyebaran paham radikalisme sekarang ini tidak hanya melalui kampus namun juga lewat media sosial.
"Saat ini, penyebaran radikalisme tidak hanya melalui kampus, namun langsung ke setiap individu melalui media sosial," ujar Nasir di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dengan tegas menolak adanya radikalisme di kampus. Nasir menyatakan setelah Hizbut Tahrir Indonesia (HIT) dibubarkan, maka yang terpapar radikalisme harus menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebut sebanyak tujuh kampus ternama yakni
Universitas Indonesia (UI),
Institut Teknologi Bandung (ITB),
Institut Pertanian Bogor (IPB),
Universitas Diponegoro (Undip), hingga
Institut Teknologi 10 Nopember (ITS),
Universitas Airlangga (Unair), dan
Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme.
Sejak 1983
Nasir menjelaskan paparan radikalisme di kampus berlangsung sejak 35 tahun yang lalu, tepatnya pada 1983.
Saat itu, pemerintah menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), sehingga praktis kehidupan politik di kampus dilarang. Kekosongan tersebut diisi dengan kelompok yang menyebarkan paham radikal tersebut.
"Saya melihat tidak hanya tujuh kampus itu saja yang terpapar, potensinya besar," kata Nasir.
Dia menambahkan, pihaknya pada tahun lalu, telah melakukan deklarasi antiradikalisme di kampus. Melalui deklarasi tersebut, dia meminta pihak kampus untuk menjaga kampusnya dari paham radikal tersebut.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) bersama pimpinan perguruan tinggi (PT) di seluruh Indonesia terus berupaya untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di perguruan tinggi. Hal ini disampaikannya di sela-sela rapat koordinasi pengelolaan keuangan PTN.
Berhentikan Dosen
Selain itu, Nasir juga mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memberikan tindakan tegas terhadap aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat dalam kegiatan radikalisme.
Menristekdikti juga meminta para rektor untuk mengawasi dengan lebih baik organisasi-organisasi yang memiliki potensi menyebarkan paham radikal di lingkungan kampus.
Sebelumnya, ia mengatakan telah mengintruksikan para rektor agar memberhentikan sementara dosen atau petinggi kampus yang dianggap ikut serta dalam menyebarkan paham teroris.
Informasi mengenai keterlibatan pengajar di universitas maupun mahasiswa terus dipantau perkembangannya setiap sebulan atau tiga bulan sekali. Ia berharap agar pihak kampus menindak tegas siapapun yang memang teridikasi terlibat dalam terorisme.
Sumber : Antara
🍅
REALITA mayoritas muslim Indonesia adalah ketika kecil belajar mengaji. Mengaji yang saya maksud adalah belajar membaca Quran. Bukan mengaji tentang keimanan dan bagaimana Islam membangun tatanan sosial sehari-hari. Hidup kita sejak kecil lebih banyak dijejali konsep demokrasi daripada konsep Islam.
Akhirnya kita kerap menilai segala macam dari perspektif demokrasi bukan perspektif Islam. Semua ini terjadi karena kita Islam tapi tak kenal Islam. Perbedaan nyata konsep demokrasi dengan konsep Islam adalah demokrasi bicara suara mayoritas sedangkan Islam bicara suara kebenaran.
Dalam demokrasi, apa yang disetujui orang banyak bisa menjadi keputusan dan sikap yang dianut. Jika mayoritas setuju makan babi, maka pesta babilah yang terjadi. Berbeda dengan konsep Islam, walau mayoritas suka babi, bagi Islam babi tetap haram dan terlarang untuk dimakan apalagi sampai-sampai melakukan pesta babi. Itu kenapa babi tetap haram bagi kaum muslim walau di Amerika atau Eropa.
Lalu apakah Islam menentang demokrasi atau apakah Islam bertolak belakang dengan demokrasi? Tidak juga. Tapi demokrasi dalam Islam ditempatkan sebagai alat pertimbangan nomor dua setelah pertimbangan tentang kebenaran sebagai pertimbangan pertama telah selesai dilakukan.
Contohnya, makan daging kambing dan makan daging sapi kedua halal dalam Islam jika dipotong dengan cara-cara yang diajarkan oleh Islam. Masalah mau makan kambing atau sapi, silahkan putuskan sendiri secara demokratis. Yang tidak benar adalah jika bertanya secara demokratis makan daging sapi atau makan daging babi? Syarat pertamanya saja salah.
Tidak benar Umat Islam boleh makan daging babi. Tidak boleh memilih antara yang halal dengan haram, pilihlah antara yang halal dan halal juga. Itulah konsep Islam mengedepakan kebenaran dulu baru membolehkan pilihan, bukan sebaliknya.
Hal yang sama dengan kepemimpinan masyarakat. Quran dengan jelas dan tegas menyatakan muslim wajib dipimpin oleh muslim juga. Pemimpin muslim yang dimaksud tentulah bukan sekedar kalau ditanya agamanya apa lalu jawabnya Islam. Tapi dia harus seorang muslim yang paham garis besar hukum Islam. Orang yang juga menjalankan hukum Islam dalam hidup kesehariannya.
Setelah itu barulah ditanyakan apakah dia punya kecakapan sebagai seorang pemimpin yang mengurus persoalan dan kebutuhan masyarakat keseharian atau tidak. Jika tidak, carilah calon pemimpin muslim taat yang lain yang berkualitas, bukan cari pilihan non-muslim.
Konsep ini berlaku dimanapun, bahkan di tempat-tempat Umat Islam minoritas. Bedanya adalah ketika di wilayah minoritas, maka umat diperintahkan untuk berjuang menegakkan agar umat Islam dipimpin oleh pemimpin Islam. Tentunya dengan cara normatif, bukan membuat pemberontakan, sepanjang tidak ada aniaya besar atas kaum muslim. Sedangkan di wilayah yang Umat Islam mayoritas maka umat diperintahkan untuk menegakkan agar umat dipimpin oleh pemimpin muslim. Tidak ada kompromi di situ untuk memberi kesempatan kepada pemimpin non-muslim. Kenapa? Tentunya untuk menjamin umat Islam senantiasa terjaga dalam kehidupan yang Islami.
Kenapa ngotot harus muslim yang jadi pemimpin? Pertama, karena demikian perintah Allah dalam Quran. Kedua, Allah menjelaskan bahwa Dia Maha Tahu tentang manusia karena Dia yang menciptakannya. Ketiga, realitas kehidupan di dunia menunjukkan bahwa mayoritas wilayah non-muslim (kalau tidak mau mengatakan semua) tidak ada satupun yang memberi ruang agar umat Islam bisa hidup penuh damai sesuai dengan hukum Islam. Selalu ada ajaran atau sikap hidup yang dilarang. Yang paling sederhana adalah jilbab. Jilbab yang tidak mengganggu siapapun, kerap dilarang oleh pemimpin non-muslim atau rakyat non-muslim di berbagai negara non-muslim.
Di mayoritas negara non-muslim, umat Islam kerap dikejar atau dipandang dengan sorot mata tajam ketika berada di ruang publik. Berbeda dengan di Indonesia yang sejarahnya lebih didominasi pemimpin muslim. Umat non-muslim bisa beraktivitas sesuka hati tanpa sorot mata apapun. Bahkan di tengah-tengah kerumunan Aksi Bela Islam, keturunan China atau Umat Kristen bisa melenggang berjalan tertawa lebar dan berfoto-foto. Ini kenikmatan hidup bertoleransi yang luar biasa bukan?
Jadi demikianlah Islam menuntun kita mengenai kepemimpinan. Calon pemimpin itu wajib muslim, wajib menjalankan kemuslimannya dan kompeten pada bidangnya. Dengan pemimpin seorang muslim, maka para umat muslim yang dipimpinnya menjadi saleh kehidupannya karena telah menjalankan perintah Allah tentang bagaimana memilih kepemimpinan.
Dengan dia seorang pemimpin yang menjalankan kemuslimannya maka dia akan terjaga dari sikap tidak amanah, terjaga dari ingin korupsi, terjaga dari penyalahgunaan jabatan, terjaga dari rayuan wanita nakal, serta cenderung terjaga dari berbagai kekhilafan lainnya. Pada akhirnya tentulah karena dia kompeten, maka kepemimpinannya diharapkan akan membawa perubahan keadaan sesuai dengan visi, misi dan program kerjanya.
Sekali lagi saya tegaskan, pemimpin masyarakat berbeda dengan pemimpin perusahaan, toko atau tempat makan. Pemimpin masyarakat seperti Lurah, Walikota, Bupati, Gubernur dan Presiden mengatur seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat. Tatanan sosial dan hidup keseharian rakyat merekalah yang bertanggungjawab mengaturnya. Berbeda dengan pemimpin perusahaan yang hanya mengurus soal bisnis, tidak mengatur kehidupan keseharian semua karyawannya.
Begitulah Islam menuntun kita dalam urutan memilih pemimpin. Bukanlah Islam abangan atau Islam sekedar di KTP. Bukan juga kompeten dulu baru Islam atau tidak. Pemimpin Umat Islam itu wajib Islam, lalu dia juga haruslah seorang yang ber-Islam dengan taat dan kompeten di bidangnya karena memiliki tugas memimpin perbaikan kehidupan masyarakat.
Begitulah berpikir melihat dan memahami ajaran Islam. Jangan pula anda sebagai muslim ikut-ikut meledek ajaran Islam hanya gara-gara anda tak paham maksudnya atau gara-gara anda menyontek pemikiran yang salah dari orang yang anda sangka paham tentang Islam.
Ayo berubah, jangan tenggelam dalam keganjilan. Jangan yakin Islam sebagai agama, tapi tak yakin Islam memberi solusi atas kehidupan. Saatnya jadi Umat Islam yang bela Islam karena paham tentang Islam. [***]
Penulis adalah alumni ITB, mantan aktivis mahasiswa, pemerhati politik nasional.
Akhirnya kita kerap menilai segala macam dari perspektif demokrasi bukan perspektif Islam. Semua ini terjadi karena kita Islam tapi tak kenal Islam. Perbedaan nyata konsep demokrasi dengan konsep Islam adalah demokrasi bicara suara mayoritas sedangkan Islam bicara suara kebenaran.
Dalam demokrasi, apa yang disetujui orang banyak bisa menjadi keputusan dan sikap yang dianut. Jika mayoritas setuju makan babi, maka pesta babilah yang terjadi. Berbeda dengan konsep Islam, walau mayoritas suka babi, bagi Islam babi tetap haram dan terlarang untuk dimakan apalagi sampai-sampai melakukan pesta babi. Itu kenapa babi tetap haram bagi kaum muslim walau di Amerika atau Eropa.
Lalu apakah Islam menentang demokrasi atau apakah Islam bertolak belakang dengan demokrasi? Tidak juga. Tapi demokrasi dalam Islam ditempatkan sebagai alat pertimbangan nomor dua setelah pertimbangan tentang kebenaran sebagai pertimbangan pertama telah selesai dilakukan.
Contohnya, makan daging kambing dan makan daging sapi kedua halal dalam Islam jika dipotong dengan cara-cara yang diajarkan oleh Islam. Masalah mau makan kambing atau sapi, silahkan putuskan sendiri secara demokratis. Yang tidak benar adalah jika bertanya secara demokratis makan daging sapi atau makan daging babi? Syarat pertamanya saja salah.
Tidak benar Umat Islam boleh makan daging babi. Tidak boleh memilih antara yang halal dengan haram, pilihlah antara yang halal dan halal juga. Itulah konsep Islam mengedepakan kebenaran dulu baru membolehkan pilihan, bukan sebaliknya.
Hal yang sama dengan kepemimpinan masyarakat. Quran dengan jelas dan tegas menyatakan muslim wajib dipimpin oleh muslim juga. Pemimpin muslim yang dimaksud tentulah bukan sekedar kalau ditanya agamanya apa lalu jawabnya Islam. Tapi dia harus seorang muslim yang paham garis besar hukum Islam. Orang yang juga menjalankan hukum Islam dalam hidup kesehariannya.
Setelah itu barulah ditanyakan apakah dia punya kecakapan sebagai seorang pemimpin yang mengurus persoalan dan kebutuhan masyarakat keseharian atau tidak. Jika tidak, carilah calon pemimpin muslim taat yang lain yang berkualitas, bukan cari pilihan non-muslim.
Konsep ini berlaku dimanapun, bahkan di tempat-tempat Umat Islam minoritas. Bedanya adalah ketika di wilayah minoritas, maka umat diperintahkan untuk berjuang menegakkan agar umat Islam dipimpin oleh pemimpin Islam. Tentunya dengan cara normatif, bukan membuat pemberontakan, sepanjang tidak ada aniaya besar atas kaum muslim. Sedangkan di wilayah yang Umat Islam mayoritas maka umat diperintahkan untuk menegakkan agar umat dipimpin oleh pemimpin muslim. Tidak ada kompromi di situ untuk memberi kesempatan kepada pemimpin non-muslim. Kenapa? Tentunya untuk menjamin umat Islam senantiasa terjaga dalam kehidupan yang Islami.
Kenapa ngotot harus muslim yang jadi pemimpin? Pertama, karena demikian perintah Allah dalam Quran. Kedua, Allah menjelaskan bahwa Dia Maha Tahu tentang manusia karena Dia yang menciptakannya. Ketiga, realitas kehidupan di dunia menunjukkan bahwa mayoritas wilayah non-muslim (kalau tidak mau mengatakan semua) tidak ada satupun yang memberi ruang agar umat Islam bisa hidup penuh damai sesuai dengan hukum Islam. Selalu ada ajaran atau sikap hidup yang dilarang. Yang paling sederhana adalah jilbab. Jilbab yang tidak mengganggu siapapun, kerap dilarang oleh pemimpin non-muslim atau rakyat non-muslim di berbagai negara non-muslim.
Di mayoritas negara non-muslim, umat Islam kerap dikejar atau dipandang dengan sorot mata tajam ketika berada di ruang publik. Berbeda dengan di Indonesia yang sejarahnya lebih didominasi pemimpin muslim. Umat non-muslim bisa beraktivitas sesuka hati tanpa sorot mata apapun. Bahkan di tengah-tengah kerumunan Aksi Bela Islam, keturunan China atau Umat Kristen bisa melenggang berjalan tertawa lebar dan berfoto-foto. Ini kenikmatan hidup bertoleransi yang luar biasa bukan?
Jadi demikianlah Islam menuntun kita mengenai kepemimpinan. Calon pemimpin itu wajib muslim, wajib menjalankan kemuslimannya dan kompeten pada bidangnya. Dengan pemimpin seorang muslim, maka para umat muslim yang dipimpinnya menjadi saleh kehidupannya karena telah menjalankan perintah Allah tentang bagaimana memilih kepemimpinan.
Dengan dia seorang pemimpin yang menjalankan kemuslimannya maka dia akan terjaga dari sikap tidak amanah, terjaga dari ingin korupsi, terjaga dari penyalahgunaan jabatan, terjaga dari rayuan wanita nakal, serta cenderung terjaga dari berbagai kekhilafan lainnya. Pada akhirnya tentulah karena dia kompeten, maka kepemimpinannya diharapkan akan membawa perubahan keadaan sesuai dengan visi, misi dan program kerjanya.
Sekali lagi saya tegaskan, pemimpin masyarakat berbeda dengan pemimpin perusahaan, toko atau tempat makan. Pemimpin masyarakat seperti Lurah, Walikota, Bupati, Gubernur dan Presiden mengatur seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat. Tatanan sosial dan hidup keseharian rakyat merekalah yang bertanggungjawab mengaturnya. Berbeda dengan pemimpin perusahaan yang hanya mengurus soal bisnis, tidak mengatur kehidupan keseharian semua karyawannya.
Begitulah Islam menuntun kita dalam urutan memilih pemimpin. Bukanlah Islam abangan atau Islam sekedar di KTP. Bukan juga kompeten dulu baru Islam atau tidak. Pemimpin Umat Islam itu wajib Islam, lalu dia juga haruslah seorang yang ber-Islam dengan taat dan kompeten di bidangnya karena memiliki tugas memimpin perbaikan kehidupan masyarakat.
Begitulah berpikir melihat dan memahami ajaran Islam. Jangan pula anda sebagai muslim ikut-ikut meledek ajaran Islam hanya gara-gara anda tak paham maksudnya atau gara-gara anda menyontek pemikiran yang salah dari orang yang anda sangka paham tentang Islam.
Ayo berubah, jangan tenggelam dalam keganjilan. Jangan yakin Islam sebagai agama, tapi tak yakin Islam memberi solusi atas kehidupan. Saatnya jadi Umat Islam yang bela Islam karena paham tentang Islam. [***]
Penulis adalah alumni ITB, mantan aktivis mahasiswa, pemerhati politik nasional.
👀
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, 14 Agustus 2017, akan memeriksa anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno, dalam penyidikan kasus korupsi KTP elektronik (atau kasus e-KTP).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Senin.
Baca :
Selain memeriksa Teguh, KPK akan memeriksa tiga saksi lain, juga untuk tersangka Setya Novanto dalam kasus yang sama, yakni dosen tetap ITB, Munawar Ahmad; karyawan PT Sucofindo, Yan Yan Rudiyantini; mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, yang kini menjabat Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Elvius Dailami.
Sebelumnya, KPK memeriksa Teguh Juwarno sebagai saksi untuk Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam kasus korupsi e-KTP, Senin, 10 Juli lalu. Setelah diperiksa, Teguh mengaku tidak kenal dengan Andi Narogong. "Sama sekali tidak kenal, tidak pernah berhubungan, apalagi berkomunikasi sama dia," kata Teguh.
ANTARA
Read more at https://www.tempo.co/read/news/2017/08/14/063899680/kpk-akan-periksa-teguh-juwarno-untuk-tersangka-setya-novanto#cm7iLHXyw3LC2fK3.99
Read more at https://www.tempo.co/read/news/2017/08/14/063899680/kpk-akan-periksa-teguh-juwarno-untuk-tersangka-setya-novanto#cm7iLHXyw3LC2fK3.99
👮
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Yayasan Pembina Masjid Salman ITB Syarif Hidayat membantah keterlibatan lembaganya dalam aksi penolakan acara kebaktian Natal di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB oleh sejumlah kelompok ormas Islam pada 6 Desember 2016.
Menurut Syarif, Masjid Salman disebut menjadi tempat berkumpulnya para peserta aksi. “Masjid Salman tidak memfasilitasi atau mengizinkan kegiatan apa pun yang menutup jalan,” kata Syarif hari ini, Kamis, 8 Desember 2016.
Dia mengatakan ada kronologi yang menyebutkan ormas Islam berkumpul di Masjid Salman sebelum bergerak ke Sabuga. “Mereka katanya sempat mampir dan berkumpul, tapi kami sebagai pengelola tidak tahu soal itu,” ujarnya.
Baca: Pembubaran KKR, Hendardi: Polisi Harus Tanggung Jawab
Laporan itu menjadi salah satu alasan bagi Yayasan Pembina Masjid Salman ITB untuk mengeluarkan pernyataan sikap terkait dengan insiden pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) 2016. Isinya, hak beribadah dan menjalankan ajaran agama apa pun dijamin oleh Undang-Undang Dasar dan ajaran Islam. “Kontrak-kontrak sosial telah dicontohkan Rasulullah SAW, misalnya di Piagam Madinah,” katanya, Kamis, 8 Desember 2016.
YPM Salman menyesalkan upaya menghalangi kebebasan beribadah umat beragama, dan meminta semua pihak menghormati kebebasan itu. Menurut Syarif, kehidupan sosial jangan diwarnai sikap intoleransi. “Kehidupan beragama dijamin undang-undang, dalam Islam pun tidak boleh ada pemaksaan,” ujarnya.
Adapun soal tata tertib pelaksanaan ibadah di ruang publik merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. “Tidak benar mem-bypass aparat dan mengedepankan sikap premanisme,” tuturnya.
Baca: Ridwan Kamil Sesalkan Intimidasi dalam Ibadah Kebaktian di Sabuga
Pendeta Stephen Tong menghentikan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) di Bandung setelah diprotes sejumlah ormas. “Hari ini sampai di sini dulu, kita boleh bubar,” katanya di depan puluhan orang yang menunggu kegiatan kebaktian yang dijadwalkan dimulai pukul 7 malam, Selasa, 6 Desember 2016.
Panitia KKR Natal memutuskan menghentikan kelanjutan kebaktian itu setelah bernegosiasi dengan perwakilan kelompok ormas yang berunjuk rasa sejak siang hari difasilitasi pihak kepolisian. Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Winarto mengklaim penghentian kegiatan KKR itu merupakan keputusan panitia.
ANWAR SISWADI
Menurut Syarif, Masjid Salman disebut menjadi tempat berkumpulnya para peserta aksi. “Masjid Salman tidak memfasilitasi atau mengizinkan kegiatan apa pun yang menutup jalan,” kata Syarif hari ini, Kamis, 8 Desember 2016.
Dia mengatakan ada kronologi yang menyebutkan ormas Islam berkumpul di Masjid Salman sebelum bergerak ke Sabuga. “Mereka katanya sempat mampir dan berkumpul, tapi kami sebagai pengelola tidak tahu soal itu,” ujarnya.
Baca: Pembubaran KKR, Hendardi: Polisi Harus Tanggung Jawab
Laporan itu menjadi salah satu alasan bagi Yayasan Pembina Masjid Salman ITB untuk mengeluarkan pernyataan sikap terkait dengan insiden pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) 2016. Isinya, hak beribadah dan menjalankan ajaran agama apa pun dijamin oleh Undang-Undang Dasar dan ajaran Islam. “Kontrak-kontrak sosial telah dicontohkan Rasulullah SAW, misalnya di Piagam Madinah,” katanya, Kamis, 8 Desember 2016.
YPM Salman menyesalkan upaya menghalangi kebebasan beribadah umat beragama, dan meminta semua pihak menghormati kebebasan itu. Menurut Syarif, kehidupan sosial jangan diwarnai sikap intoleransi. “Kehidupan beragama dijamin undang-undang, dalam Islam pun tidak boleh ada pemaksaan,” ujarnya.
Adapun soal tata tertib pelaksanaan ibadah di ruang publik merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. “Tidak benar mem-bypass aparat dan mengedepankan sikap premanisme,” tuturnya.
Baca: Ridwan Kamil Sesalkan Intimidasi dalam Ibadah Kebaktian di Sabuga
Pendeta Stephen Tong menghentikan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) di Bandung setelah diprotes sejumlah ormas. “Hari ini sampai di sini dulu, kita boleh bubar,” katanya di depan puluhan orang yang menunggu kegiatan kebaktian yang dijadwalkan dimulai pukul 7 malam, Selasa, 6 Desember 2016.
Panitia KKR Natal memutuskan menghentikan kelanjutan kebaktian itu setelah bernegosiasi dengan perwakilan kelompok ormas yang berunjuk rasa sejak siang hari difasilitasi pihak kepolisian. Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Winarto mengklaim penghentian kegiatan KKR itu merupakan keputusan panitia.
ANWAR SISWADI
👀
rmol: TERNYATA jumlah rakyat yang merasa Islam sedang dinista jauh sangat lebih besar dari yang merasa persatuan dan bhinneka tunggal ika sedang dalam bahaya. Ada kejernihan dan akal sehat di situ. Aksi Bela Islam 4 November 2016 terang benderang menunjukkan dimana hati rakyat berada.
Doa Bersama 18 November 2016 dan Pawai Kebhinnekaan 19 November 2016, hanya menghadirkan sedikit rakyat. Kenapa? Karena memang tak banyak yang merasa bahwa aksi menggugat penista agama sebagai sesuatu yang salah.
Apakah Karnaval NKRI 20 November 2016 akan sepi juga? Bisa jadi akan ramai karena bersamaan dengan CFD, bukan ramai karena ada keresahan. Atau jangan-jangan banyak yang memutuskan besok tidak hadir di CFD daripada diklaim sebagai peserta karnaval.
Semoga Presiden Jokowi dan seluruh jajaran kabinetnya sadar betul itu. Untuk tetap bertahan hingga 2019 maka simaklah aspirasi rakyat banyak, bukan aspirasi segelintir orang. Berhentilah bermain-main politik murahan dengan berbelit-belit di kasus penista agama. Bukan tafsir Al-Maidah:51 akar persoalan, tapi kalimat si mulut sampahlah yang berisikan penistaan, tentang agama sebagai media kebodohan.
Ini bukan persoalan siapa mendukung apa. Tapi soal amanat rakyat untuk Presiden dan Kabinet agar bekerja sepenuh hati untuk rakyat dan negara. Kalaupun selama ini ada kelompok yang merasa sang penista adalah operator lapangan yang baik buat kepentingan tertentu, sayang sekali saat ini dia harus dibebastugaskan karena sudah bermain terlalu jauh di luar lapangan.
Buat rakyat yang masih galau dan ragu bersikap, teguhkan hati untuk mencari kejernihan. Bahwa sebelum Pilkada Serentak 2017 kita hidup damai. Semua orang dari Sabang hingga Merauke bisa menjadi bakal calon pilkada dan tidak pernah ditanya dengan gugatan apa agamanya, sukunya, asalnya dan rasnya.
Silahkan baca semua peraturan di negara ini, tidak ada larangan bagi siapapun mencalonkan diri. Yang tidak boleh adalah ketika seseorang mencalonkan diri (siapapun dia) lalu ngotot harus jadi pemenang karena merasa paling hebat dan merasa paling populer.
Bahwa ada calon bermulut sampah menista agama adalah kasus khusus. Bodohnya dia adalah dia justru melakukannya ketika sedang masa pencalonan pilkada. Jangan kita ikut terbodohi lalu membela dia dengan bicara bhinneka tunggal ika yang seolah-olah tidak lagi berjalan.
Dimana itu tidak berjalan? Bukankah si mulut sampah beragama Kristen, keturunan China, berasal dari Belitung, bisa jadi calon di Jakarta? Hak apa yang dicabut dari dia? Hak apa yang dicabut dari penganut Kristen? Hak apa yang dicabut dari keturunan China? Hak apa yang dicabut dari orang berasal dari Belitung? Tidak ada satu hak pun yang tercabut. Sementara di sisi lain, adakah hak entah siapapun itu, melakukan penistaan saat pilkada? Tidak ada!
Pilkada adalah satu kegiatan. Sedangkan penistaan agama adalah kegiatan lainnya. Ini dua kegiatan berbeda. Untuk kasus Jakarta, sayangnya pelakunya sama. Itulah bodoh luar biasa dari si mulut sampah! Dia menista agama ketika sedang mencalonkan diri. Ketololan yang luar biasa. Dan harusnya tidak seorangpun dari kita mengikuti ketololan itu atau membela ketololan itu.
Presiden Jokowi, Kapolri Tito Karnavian akan tenggelam dalam ketololan yang sama jika bersusah payah membela si mulut sampah. Dan sebaliknya Presiden dan Kapolri akan diingat sepanjang sejarah negara ini jika dengan tegas memenjarakan si mulut sampah sebagaimana semua para pelaku penista agama yang semua berakhir di penjara.
Jika partai-partai seperti PDIP, Golkar, Hanura dan Nasdem memutuskan untuk melakukan bunuh diri politik dengan berkeras tidak mau menanggung resiko hukum dan denda jika memundurkan si mulut sampah, maka itu pilihan mereka. Mungkin memang begitulah ideologi para partai ini, lebih takut miskin bayar denda daripada kehilangan massa pendukung Islamnya.
Akhirnya, mari kita luruskan kembali hidup kita. Persatuan adalah hal dasar yang wajib bagi negara ini. Mewujudkannya adalah dengan tidak memberi ruang kepada siapapun untuk menista agama apapun. Siapapun yang menista agama, segera tangkap dan penjarakan agar persatuan kita terjaga.
Jika dalam pilkada atau pemilu ada rakyat pemilih yang menggunakan kriteria agama untuk memilih, maka itu adalah hak demokrasi. Tidak boleh disalahkan dan tidak boleh dibungkam. Silahkan masing-masing calon menghimbau berdasarkan agamanya, sukunya atau asal daerahnya, karena itu bukan bencana dalam demokrasi.
Bhinneka Tunggal Ika adalah warna dasar hidup kita bernegara. Setiap orang dari agama apapun, suku apapun, ras apapun, daerah manapun, boleh dan tidak boleh dihalangi untuk maju sebagai calon pemimpin masyarakat. Biarkan rakyat yang menilai saat pilkada atau pemilu apakah dia akan dipilih atau tidak. Terserah rakyat mau memilih karena apa. Boleh karena agamanya, sukunya, asalnya, rasnya, pintarnya, program kerjanya, gantengnya, cantiknya, atau pokoknya saya suka. Yang tidak boleh adalah merasa layak, merasa paling bagus, harus dipilih dan harus jadi pemenang.
Mulai saat ini juga kita harus pintar dan jernih membedakan persoalan. Pilkada adalah satu hal, sedangkan penistaan agama adalah hal lain. Sama dengan pilkada adalah satu hal, korupsi atau pembunuhan atau penipuan atau pelecehan seksual atau yang lainnya adalah hal lain. Tidak boleh seorang calon di pilkada atau pemilu memanfaatkan pencalonannya untuk melanggar hukum dan dibiarkan bebas berkeliaran sambil tertawa lebar atas tindak pidana yang dilakukannya. [***]
Penulis adalah alumni ITB, mantan aktivis mahasiswa, pemerhati politik nasional
💀
RMOL. Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IKA ITB) merasa terpanggil untuk bersikap mengenai gejolak kemarahan rakyat pada Basuki Tjahaja Purnama alias yang selama ini dinilai kerap mengambil tindakan dan mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati rakyat.
Dalam keterangan yang diterima redaksi Kamis malam (3/11), IKA ITB mengkritik keras penyelenggara negara yang tidak tanggap sehingga terjadi eskalasi gejolak sosial dan politik yang dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pernyataan IKA ITB itu ditandatangani Ketua Umum, M. Abdi Munif , dan Sekretaris Jenderal A. Hafid Rivai.
IKA ITB juga mendesak penyelenggara negara untuk tidak gegabah dalam menangani kasus penistaan agama sehingga dapat mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara.
Tak lupa mereka juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengedepankan semangat kebhinekaan, kebangsaan dan keadilan, serta ikut mengawal penyelesaian semua kasus yang terjadi dalam koridor hukum yang berlaku.
"Demikian sikap ini kami sampaikan sebagai wujud tanggung jawab, rasa cinta dan komitmen untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara," dem]
[PALANG KARAYA] suara pembaruan: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, negara Indonesia sekarang tengah mengalami krisis pemimpin yang memiliki sikap cendikiawan.
"Problem negara kita saat ini ialah keterbatasan pemimpin yang intelektual, cerdas dan bersikap cendikiawan. Kita juga masih minim pemimpin yang moralnya kuat," katanya di Palangka Raya, Sabtu (2/4).
Pernyataan itu disampaikan usai pelantikan pengurus wilayah KAHMI dan Forum Alumni Kohati (FORHATI) Kalimantan Tengah periode 2016-2021.
Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) itu mengatakan, universitas baru bisa mencetak sarjana dan sangat minim menghasilkan lulusan yang memiliki sikap cendikiawan.
Upaya mencetak sarjana yang menguasai berbagai bidang keilmuan cenderung lebih mudah dibanding mencetak individu yang memiliki jiwa dan mental kuat.
Menurut dia, orang yang hanya menguasai ilmu teknis lebih berbahaya dibanding dengan orang yang memiliki intelektual dan didukung dengan moral baik.
"Universitas saat ini masih berlomba-lomba mencetak sarjana yang unggul dalam ilmu teknis bukan sarjana yang cerdas dan bermoral kuat. Berdasarkan survei yang dilakukan beberapa pihak, 83 persen koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi," katanya.
Ini menjadi kewajiban KAHMI dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memilih dan mencetak kader sebagai upaya menyiapkan figur pemimpin yang intelektual dan bersikap sebagai seorang cendikiawan.
Sementara Wali Kota Palangka Raya Riban Satia yang juga sebagai dewan penasehat KAHMI Kalteng mengatakan, pengurus terpilih harus terlibat aktif mengisi kemerdekaan dalam rangka menegakkan konstitusi dan mensejahterakan masyarakat.
"Ini penting dilakukan karena penjajahan yang dilakukan negara lain tak lagi berbentuk fisik, melainkan dengan mengubah cara berpikir dan moral. Salah satunya merusak moral generasi muda dengan cara peredaran narkoba," katanya.
Dia berharap KAHMI dan HMI berkomitmen melanjutkan perjuangan serta mengisi kemerdekaan dan cita-cita pahlawan bangsa yang salah satunya dilakukan dengan turut "berperang melawan narkoba". [Ant/L-8]
BANDA ACEH okezone - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, 95 persen koruptor di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi. Ini terjadi karena dunia pendidikan di Indonesia sekarang mengalami disorientasi.
"Sembilan puluh lima persen koruptor itu lulusan perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikannya, semakin canggih pula cara korupsinya," kata Mahfud dalam orasi ilmiahnya di acara Dies Natalies ke-51 Universitas Syiah Kuala, Aceh, di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Jumat (31/8/2012).
Menurut Mahfud, pendidikan kita selama ini hanya mampu melahirkan orang-orang pandai, tapi tidak terdidik. Pendidikan hanya fokus pada kepandaian otak, tapi tidak membangun watak dan hati manusia, sehingga banyak orang pandai tapi hatinya jahat yang ujung-ujungnya justru menjadi beban bagi negara. "Pandai otaknya tapi tidak bermoral," ujar Mahfud.
Dalam banyak fakta, sebut dia, perguruan tinggi hanya menjadi tempat mencetak sarjana, bukan melahirkan kaum intelektual atau orang terdidik yang memiliki sikap cendikiawan sebagaimana tujuan utamanya.
"Saat ini kita membutuhkan sarjana yang intelektual, sarjana yang cendikiawan. Sarjana intelektual itu selaras kepandaian otak dengan hati dan wataknya," tutur Mahfud.
Mahfud mengimbuh, sistem perekrutan pegawai di Indonesia yang sebatas formalitas pun telah mendorong kebanyakan orang hanya mengejar ijazah dan gelar, bukan menjadikan dirinya sebagai orang terdidik.
"Ijazah seakan sudah menjadi simbol derajat seseorang, simbol kedudukan seseorang. Seberapa pintar seseorang, rasanya tidak lengkap kalau tidak punya ijazah. Sekarang orang mengejar itu, bukan mengejar keterdidikannya," katanya.
Mahfud menilai, pendidikan Indonesia harus segera dikembalikan kepada khittahnya. Pendidikan harus mampu mencerdaskan bangsa untuk kemajuan negara ini di masa mendatang. Negara harus menunaikan hak dan kewajibannya sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Dasar.
Memberi pendidikan kepada warga negara adalah kewajiban negara sesuai amanah konstitusi. "Negara harus membiayai pendidikan terhadap warga negara, itu kewajiban negara," katanya.
Mahfud juga menceritakan salah satu alasan pihaknya membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan, karena UU tersebut hanya akan mengalihkan kewajiban negara kepada masyarakat sehingga berpotensi orang-orang miskin akan sulit memperoleh pendidikan tinggi khususnya di perguruan tinggi terkemuka.
Dia menegaskan, penyelenggaraan ilmu pendidikan di Indonesia jangan lagi terjebak pada rasionalisme, karena rasionalisme itu hanya mengakui hal-hal yang bisa dilakukan eksperimen semata. Selain itu pendidikan juga tak perlu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. "Ilmu dengan agama itu harus berjalan integral untuk membentuk intelektual," tukasnya.
(rfa)"Sembilan puluh lima persen koruptor itu lulusan perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikannya, semakin canggih pula cara korupsinya," kata Mahfud dalam orasi ilmiahnya di acara Dies Natalies ke-51 Universitas Syiah Kuala, Aceh, di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Jumat (31/8/2012).
Menurut Mahfud, pendidikan kita selama ini hanya mampu melahirkan orang-orang pandai, tapi tidak terdidik. Pendidikan hanya fokus pada kepandaian otak, tapi tidak membangun watak dan hati manusia, sehingga banyak orang pandai tapi hatinya jahat yang ujung-ujungnya justru menjadi beban bagi negara. "Pandai otaknya tapi tidak bermoral," ujar Mahfud.
Dalam banyak fakta, sebut dia, perguruan tinggi hanya menjadi tempat mencetak sarjana, bukan melahirkan kaum intelektual atau orang terdidik yang memiliki sikap cendikiawan sebagaimana tujuan utamanya.
"Saat ini kita membutuhkan sarjana yang intelektual, sarjana yang cendikiawan. Sarjana intelektual itu selaras kepandaian otak dengan hati dan wataknya," tutur Mahfud.
Mahfud mengimbuh, sistem perekrutan pegawai di Indonesia yang sebatas formalitas pun telah mendorong kebanyakan orang hanya mengejar ijazah dan gelar, bukan menjadikan dirinya sebagai orang terdidik.
"Ijazah seakan sudah menjadi simbol derajat seseorang, simbol kedudukan seseorang. Seberapa pintar seseorang, rasanya tidak lengkap kalau tidak punya ijazah. Sekarang orang mengejar itu, bukan mengejar keterdidikannya," katanya.
Mahfud menilai, pendidikan Indonesia harus segera dikembalikan kepada khittahnya. Pendidikan harus mampu mencerdaskan bangsa untuk kemajuan negara ini di masa mendatang. Negara harus menunaikan hak dan kewajibannya sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Dasar.
Memberi pendidikan kepada warga negara adalah kewajiban negara sesuai amanah konstitusi. "Negara harus membiayai pendidikan terhadap warga negara, itu kewajiban negara," katanya.
Mahfud juga menceritakan salah satu alasan pihaknya membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan, karena UU tersebut hanya akan mengalihkan kewajiban negara kepada masyarakat sehingga berpotensi orang-orang miskin akan sulit memperoleh pendidikan tinggi khususnya di perguruan tinggi terkemuka.
Dia menegaskan, penyelenggaraan ilmu pendidikan di Indonesia jangan lagi terjebak pada rasionalisme, karena rasionalisme itu hanya mengakui hal-hal yang bisa dilakukan eksperimen semata. Selain itu pendidikan juga tak perlu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. "Ilmu dengan agama itu harus berjalan integral untuk membentuk intelektual," tukasnya.
Yang menarik, jumlah lulusan menteri dari dua universitas bergengsi, yaitu Institut Teknologi Bandung dan Institut Pertanian Bogor berkurang. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada enam menteri lulusan ITB.
Mereka adalah Hatta Rajasa yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, bekas Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Jero Wacik dan Fadel Muhamad, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perikanan. Sedangkan dua lainnya adalah Azwar Abubakar, bekas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Suharso Monoarfa, bekas Menteri Perumahan.
Adapun menteri lulusan IPB pada pemerintahan sebelumnya adalah Suswono, bekas Menteri Pertanian dan Mustafa Abubakar, bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Pada Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, hanya ada satu menteri lulusan IPB, yaitu Siti Nurbaja Bakar yang menjadi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Sedangkan menteri lulusan ITB adalah Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo dan Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Bekas Ketua Alumnus Institut Pertanian Bogor Said Didu menyatakan berkurangnya jatah menteri dari IPB merupakan kritik untuk institusi ini. "Ini bagus, akan jadi koreksi untuk IPB dan alumnusnya," kata Said saat dihubungi Tempo, Senin, 27 Oktober 2014.
Dia juga menyayangkan, meski lulusan IPB, dua menteri pada pemerintahan SBY dan Jokowi adalah politikus partai politik. "Lebih bayak menteri yang mewakili partai, bukan dari kalangan profesional dan akademikus," kata Said.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri dari IPB tercatat dua orang. Mereka adalah Suswono yang menjabat sebagai Menteri Pertanian dan bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar.
Kini Presiden Joko Widodo hanya dibantu satu orang menteri lulusan IPB, yaitu Siti Nurbaya Bakar yang menjabat sebagai Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Siti adalah politikus Partai NasDem. Siti menamatkan pendidikan sarjananya dari IPB pada 1979. Setelah merampungkan gelar masternya dari Belanda, dia kembali mengambil gelar S-3 di IPB.
Seperti Siti, bekas Menteri Pertanian Suswono adalah politikus Partai Keadilan Sejahtera. Sebelum terpilih sebagai menteri pertanian menggantikan Anton Aprianto, Suswono adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PKS.
Sedangkan Mustafa Abubakar, sebelum menjadi menteri BUMN pada 2009-2011, dia menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog pada 2007-2009. Mustafa pernah pula menjadi Pejabat Gubernur Nangroe Aceh Darussalam pada Desember 2005-Februari 2007.
INDRA WIJAYA | DEWI RINA
Jakarta - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini ditangkp Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya Jalan Brawijaya VIII, Jakarta Selatan. Siapakah sebenarnya sosok Rudi ini?
Seperti dikutip dari berbagai sumber, Rabu (14/8/2013), Rudi lahir di Tasikmalaya pada 9 Februari 1962, saat ini masih aktif sebagai Dosen di Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ia sebelumnya aktif sebagai konsultan Migas pada perusahaan nasional dan internasional serta instruktur traning bidang Migas diberbagai perusahaan Migas.
Rudi juga merupakan lulusan Doctor-Engineer bidang Teknik Perminakan dari
Technische, Universitaet Clausthal, Jerman Barat pada 1991.
Ia masuk di birokrasi pemerintahan pada 2011 sebagai Sekretaris Pimpinan BP Migas (Sekarang SKK Migas). Kemudian di tahun yang sama naik jabatan menjadi Deputi Pengendalian Operasi di BP Migas.
Pada 2012 Rudi diangkat menjadi Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo yang meninggal dunia saat mendaki gunung.
Baru menjabat sebagai Wamen ESDM selama kurang lebih 7 bulan, Rudi dilantik Presiden untuk menjadi puncuk pimpinan SKK Migas yang baru dibentuk usai BP Migas dibubarkan oleh Mahakamah Konstitusi (MK).
Baru-baru ini Rudi juga menjadi sorotan karena mudik Lebaran menggunakan Kereta Api Ekonomi. Banyak yang menilai aksinya sebagai pencitraan, tapi ia menampik dengan menyatakan sudah biasa mudik pakai kereta api.
(rrd/ang)
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menangkap tangan pejabat yang disangka menerima suap. Kali ini yang ditangkap oleh KPK adalah mantan wakil menteri Energi dan Sumber Daya Rudi Rubiandini ditangkap di rumahnya jalan Brawijaya, Jakarta pada Selasa 13 Agustus 2013 pukul 22.30. Rudi saat ini menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. membenarkan keterangan tersebut. "Ada tiga orang yang ditangkap. Yakni R dan S serta E. Kedua orang itu dari swasta," katanya saat ditelepon wartawan. Johan menjelaskan status ketiga orang itu masih terperiksa belum tersangka. Saat ditangkap tak ada perlawanan sedikit pun. Dalam tayangan yang disiarkan Metro TV Rudi dengan mengenakan baju berlengan pendek warna putih tampak tersenyum kepada para penangkapnya. Rudi disangka menerima suap sebanyak dua kali, yakni US$ 300 ribu pada bulan Ramadan dan US$ 400 ribu setelah Lebaran. Totalnya US$ 700 ribu. Uang ini dari sebuah perusahaan asing. Penyidik KPK juga menahan beberapa orang lainnya. Di antaranya adalah sopir Rudi Rubiandini. Dalam penangkapan itu KPK juga memboyong tas hitam, motor sejumlah kardus dan motor gede BMW.
Dosen teladan ITB ini diangkat menjadi Ketua SKK Migas awal tahun ini. Dia dianggap mumpuni di bidangnya Rudi tiba di KPK pukul 01.20 WIB dan langsung diperiksa intensif.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut